APLIKASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SDN KETAWANGGEDE 1 MALANG



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlakukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Itulah tujuan pendidikan agama Islam yang dicantumkan dalam pasal Undang-undang RI No. 20 tentang SISDIKNAS.
Sedangkan Pendidikan Islam adalah pendidikan individual dan masyarakat, karena di dalam ajaran Islam berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama serta lebih banyak menekankan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan sendiri maupun orang lain (Zakiah Daradjat, 1996:28).
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan yang kurang menyenangkan.  Seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Hanya sedikit yang arahnya pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru masih dominan ceramah. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi ketika nilai-nilai tertentu sudah dipahami oleh siswa. Artinya, metode ceramah yang digunakan guru ketika mengajar PAI berpeluang besar gagalnya proses internalisasi nilai-nilai agama Islam pada diri siswa, hal ini disebabkan siswa kurang termotivasi untuk belajar materi PAI (Saepul Hamdani, 2003: 1).
Begitu juga selama ini banyak berbagai kritik terhadap pelaksanaan pendidikan agama yang sedang berlangsung di sekolah, bahwa PAI di sekolah lebih bersifat verbalistik dan formalis atau merupakan tempelan saja. Metodologi pendidikan agama tidak kunjung berubah sejak dulu hingga sekarang, padahal masyarakat yang dihadapi sudah banyak mengalami perubahan. Pendekatan PAI cenderung normatif tanpa dibarengi ilustrasi konteks sosial budaya, sehingga siswa kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.
Seperti halnya metode pembelajaran agama Islam yang selama ini lebih ditekankan pada hafalan (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai yang harus dipraktekkan dalam perilaku keseharian), akibatnya siswa kurang memahami kegunaan dan manfaat dari apa yang telah dipelajari dalam materi PAI yang menyebabkan tidak adanya motivasi siswa untuk belajar materi PAI.
Dalam upaya untuk merealisasikan pelaksanaan pendidikan agama Islam, guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang memadai dan teknik-teknik mengajar yang baik agar ia mampu menciptakan suasana pengajaran yang efektif dan efisien atau dapat mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Saepul Hamdani, 2003: 1).
Melihat kenyataan yang ada di lapangan, sebagian besar teknik dan suasana pengajaran di sekolah-sekolah yang digunakan para guru kita tampaknya lebih banyak menghambat untuk memotivasi potensi otak. Sebagai contoh, seorang peserta didik hanya disiapkan sebagai seorang anak yang harus mau mendengarkan, mau menerima seluruh informasi dan mentaati segala perlakuan gurunya. Dan yang lebih parah lagi adalah fakta bahwa semua yang dipelajari di bangku sekolah itu ternyata tidak integratif dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan tak jarang realitas sehari-hari yang mereka saksikan bertolak belakang dengan pelajaran di sekolah. Budaya dan mental semacam ini pada gilirannya membuat siswa tidak mampu mengaktivasi kemampuan otaknya. Sehingga mereka tidak memiliki keberanian menyampaikan pendapat, lemah penalaran dan tergantung pada orang lain (Indra Djati, 2003: 24).  
Untuk memilih metode dan teknik yang digunakan memang memerlukan keahlian tersendiri. Seorang pendidik harus pandai memilih metode dan teknik yang akan dipergunakan, dan teknik tersebut harus dapat memotivasi serta memberikan kepuasan bagi anak didiknya seperti hasil atau prestasi belajar siswa yang semakin meningkat.
Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut perlu diterapkan suatu cara alternatif guna mempelajari PAI yang kondusif dengan suasana yang cenderung rekreatif sehingga memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi kreativitasnya. Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah dengan penerapan suatu paradigma baru dalam pembelajaran di kelas yaitu dengan metode pembelajaran kontekstual, dikarenakan ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan lebih baik jika lingkungannya diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak-anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui”-nya.
Salah satu alternatif yang bisa dilakukan dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa pada materi PAI yaitu dengan penerapan teknik Learning Community. Teknik Learning Community adalah salah satu dari tujuh komponen yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual. Teknik Learning Community merupakan suatu teknik belajar dengan bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibanding dengan belajar sendiri (Nurhadi, 2004: 47).
Maka dengan penggunaan teknik Learning Community ini diharapkan agar materi pelajaran PAI dapat mudah dipahami dan dapat meningkatkan motivasi serta prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang menyatakan bahwa salah satu cara menggerakkan motivasi belajar adalah dengan pelaksanaan kelompok belajar (Oemar Hamalik, 2001:167).
Oleh karena itulah maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berhubungan dengan metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual khususnya teknik Learning Community. Maka penulis berinisiatif untuk   mengambil judul “Aplikasi Pembelajaran Kontekstual pada Bidang Study PAI dalam Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa di SDN Ketawanggede 1 Malang”.

B.    Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1.      Apakah aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN Ketawanggede 1 Malang pada bidang studi PAI?

2.      Bagaimana aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN ketawanggede 1 Malang pada bidang studi PAI?


C.    Tujuan Penelitian

Sebagaimana rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini yaitu:
1.       Mengetahui apakah aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN Ketawanggede 1 Malang.pada bidang studi PAI.
2.     Mengetahui aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN Ketawanggede 1 Malang pada bidang studi PAI.

D.    Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama:
1.     Sekolah
Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran PAI.
2.        Guru Pendidikan Agama Islam
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru-guru di sekolah dalam pemilihan metode dan teknik untuk meningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI.
3.        Penulis
Mendapatkan wawasan dan pengalaman praktis di bidang penelitian. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bekal bila sudah menjadi tenaga pendidik.

E.    Penegasan Istilah

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah penulisan skripsi ini ada baiknya penulis menjelaskan terlebih dahulu kata kunci yang terdapat dalam pembahasan ini.
1.     Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pegetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Nurhadi, dkk, 2004: 13).
2.     Teknik
Teknik adalah cara yang digunakan oleh guru atau instruktur dalam menyajikan pelajaran, atau bisa diartikan sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik (Roestiyah 2001: 1).
3.     Learning Community (Masyarakat Belajar)
Learning Community (masyarakat belajar) pada dasarnya mengandung arti adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan pengalaman, ada kerja sama untuk memecahkan masalah (Nurhadi dkk, 2004:47).
4.     Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan Islam adalah pendidikan individual dan masyarakat, karena di dalam ajaran Islam berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama serta lebih banyak menekankan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan sendiri maupun orang lain (Zakiah Daradjat, 1996:28).


5.     Motivasi Belajar
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu (Ngalim Purwanto, 2000: 60).
Adapun yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2).
Jadi motivasi belajar adalah suatu kegiatan guru yang mengandung arti membangkitkan, memberi kekuatan, dan mengarahkan tingkah laku yang diinginkan serta dianggap serta dianggap efektif jika dapat memberikan unsur emosi dalam belajar (Siti Kusrini, 1983: 2).
6.     Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar (Syaiful Bahri, 1994: 23). 

F.     Ruang Lingkup Pembahasan

Pembahasan penelitian tidak lepas dari ruang lingkup pembahasan. Hal ini untuk menghindari kekaburan dan kesimpangsiuran dalam pembahasan, sehingga dapat mengarah kepada pokok bahasan yang ingin dicapai.


Adapun ruang lingkup pembahasan skripsi ini adalah:
1.      Penelitian ini hanya membahas tentang pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community yang diterapkan pada bidang studi PAI di SDN Ketawanggede 1 Malang.
2.      Upaya peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap pelajaran PAI melalui penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik  Learning Community.

G.  Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang isi skripsi ini, secara singkat dapat dilihat dalam sistematika pembahasan di bawah ini, dimana dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab, antara lain:
BAB I         : Pendahuluan.
Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, ruang lingkup pembahasan, dan sistematika pembahasan.
BAB II        : Kajian Teori.
Dalam bab ini berisi tentang kajian teori yaitu pembahasan tentang pembelajaran kontekstual yang meliputi pengertian, latar belakang, prinsip penerapan, karakteristik, tujuh komponen utama, dan keunggulan pembelajaran kontekstual serta perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran tradisional. Tinjauan umun tentanng teknik yang meliputi pengertian dan tujuan teknik. Tinjauan umum tentang Learning Community yang meliputi pengertian dan kerangka penerapan teknik Learning Community. Tinjauan tentang PAI yang meliputi pengertian, dasar dan tujuan, materi PAI, serta pentingnya pendekatan pembelajaran CTL bagi PAI. Tinjauan umum tentang motivasi belajar siswa yang meliput pengertian, jenis – jenis motivasi, motivasi belajar, fungsi motivasi dan  cara-cara menumbuhkan motivasi belajar. Serta tinjauan tentang prestasi belajar siswa yang meliputi pengertian prestasi belajar, faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, serta cara menentukan prestasi belajar.
BAB III       : Metode Penelitian.
Dalam bab ini berisi tentang desain dan jenis penelitian, kehadiran peneliti di lapangan, lokasi penelitian, sumber data dan jenis data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahapan penelitian.
BAB IV       : Paparan Data dan Temuan Penelitian
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang obyek penelitian, paparan data yang meliputi observasi sebelum tindakan, Pre Test, dan hasil pre test. Siklus I sampai siklus III yang meliputi rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi tindakan, serta refleksi. Bab ini diakhiri dengan pembahasan.
BAB  V       : Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan akhir dari pembahasan yang berisi tentang kesimpulan terhadap pembahasan data-data yang telah dianalisis dan saran-saran sebagai bahan pertimbangan.
 
BAB II

KAJIAN TEORI


A.    Pembahasan tentang Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual
Pada dasarnya konsep pembelajaran kontekstual dengan prinsip-prinsipnya bukan merupakan konsep baru. Konsep dasar pendekatan ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1916 oleh John Dewey yang menganjurkan agar kurikulum dan metodologi pengajaran dipertautkan dengan pengalaman dan minat siswa. Proses belajar akan sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya  (Kasihani, 2003: 1).
Dewasa ini pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai nama. Di negara Belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistic Mathematics Education (RME) yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika berkembang apa yang disebut Contextual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka (Depdiknas, 2002: 3-4).  
Di Indonesia, dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional melalui Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (PLP), mulai tahun pelajaran 2003/2004 memberlakukan pendidikan keterampilan hidup (life skill education-LSE) dan pembelajaran serta pengajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning-CTL) di setiap jenjang lanjutan pertama (http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/04/dar6.htm).
Esensi pendekatan CTL adalah membantu siswa mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan konteks kehidupan/situasi dunia nyata mereka sehari-hari sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, dan anggota bangsa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan pendekatan CTL, proses belajar mengajar akan lebih konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan lebih bermakna (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).

1.     Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Pembelajaran ini memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan nantinya sebagai tenaga kerja. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil (Kasihani, 2003: 1).
CTL merupakan suatu pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai individu, anggota (keluarga, masyarakat, dan bangsa) (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm). 
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berusaha dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang berbasis CTL (Kasihani, 2003: 4).
CTL hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, CTL di kembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. CTL dapat di jalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada (Kasihani, 2003: 4-5). 
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang pembelajaran kontekstual, yaitu antara lain:
  1. Johnson (2002: 25) dalam Nurhadi, dkk (2004: 12)
Sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama CTL: melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berfikir kritis dan kreatif, memelihara atau merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan asesmen autentik.
  1. US Departement of Education (2001) dalam Kasihani (2003: 2)

Contextual Teaching and Learning adalah suatu konsep mengajar dan belajar yang membantu guru menghubungkan kegiatan dan bahan ajar mata pelajarannya dengan situasi nyata dan memotivasi siswa untuk dapat menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari siswa sebagai anggota keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat di mana dia hidup.

  1. The Washington (2001: 3-4) dalam Nurhadi, dkk (2004: 12)
Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata.

Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan berfikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan mensintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang.
  1. Menurut para penulis NWREL
Menurut para penulis NWREL dalam Nurhadi, dkk (2004: 12)   ada tujuh atribut yang mencirikan konsep CTL, yaitu: kebermaknaan (meaningfulness), penerapan ilmu (application of knowledge), berfikir tingkat tinggi (higher order thinking), kurikulum yang digunakan harus standar (standards-based curricula), berfokus pada budaya (cultures focused), keterlibatan siswa secara aktif (active engagement), dan asesmen autentik (authentic assessmen). 

  1. TEACHNET dalam Nurhadi, dkk (2004: 12)
Proyek yang dilakukan oleh Center on Education and Work at the University of Wisconsin-Madison, yang disebut TEACHNET, mengeluarkan pernyataan tentang CTL bahwasanya pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar (Nurhadi, 2004: 12).

Pengajaran dan pembelajaran kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang diatur sendiri, berlaku dalam berbagai macam konteks, memperkuat pengajaran dalam berbagai macam konteks kehidupan siswa, menggunakan penilaian autentik, dan menggunakan pola kelompok belajar yang bebas.

2.     Latar Belakang Lahirnya Pembelajaran Kontekstual
Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progresivisme John Dewey (Suparno, 2003: 2).
Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Pokok pandangan progresivisme adalah antara lain:
a.      Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksikan sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru.
b.     Anak harus bebas agar bisa berkembang wajar.
c.      Penumbuh minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
d.     Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
e.      Harus ada kerja sama antara sekolah dan masyarakat.
f.      Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen (Nurhadi, 2004: 8).
Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif melatarbelakangi pula filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Belajar dipandang sebagai usaha atau kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten melalui kegiatan introspeksi (Nurhadi, 2004: 8-9).
Berpijak pada dua pandangan itu, filosofi konstruktivisme berkembang. Dasarnya, pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit. Siswa yang harus mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya. Melalui landasan filosofi  konstruktivisme, Contextual Teaching and Learning ‘dipromosikan’ menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi Contextual Teaching and Learning siswa diharapkan belajar melalui ‘mengalami’, bukan ‘menghafal’ (Nurhadi, 2004: 9).

3.     Prinsip Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Dalam bukunya Nurhadi (2004: 20-21) yang berkaitan dengan faktor kebutuhan individu siswa, untuk menerapkan pembelajaran kontekstual guru perlu memegang prinsip pembelajaran berikut ini:
a.     Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental (depelopmentally appropriate) siswa.
Hubungan antara isi kurikulum dan metodologi yang digunakan untuk mengajar harus didasarkan kepada kondisi sosial, emosional dan perkembangan intelektual siswa. Jadi, usia siswa dan karakteristik individual lainnya serta kondisi sosial dan lingkungan budaya siswa haruslah menjadi perhatian di dalam merencanakan pembelajaran. Contohnya, apa yang telah dipelajari dan dilakukan oleh siswa SLTP tentunya berbeda dengan apa yang dipelajari dan dikerjakan oleh siswa SMU (Kilmer, 2001: 9). 
b.     Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent learning groups).
Siswa saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil dan belajar bekerja sama dalam tim lebih besar (kelas). Kemampuan itu merupakan bentuk kerja sama yang diperlukan oleh orang dewasa di tempat kerja dan konteks lain. Jadi, siswa diharapkan untuk berperan aktif.
c.     Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated learning).
Lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri memiliki tiga karakteristik umum, yaitu kesadaran berfikir penggunaan strategi dan motivasi yang berkelanjutan. Berdasarkan penelitian, siswa usia 5-16 tahun secara bertahap mengalami perkembangan kesadaran terhadap; (i) keadaan pengetahuan yang dimilikinya, (ii) karakteristik tugas-tugas yang mempengaruhi pembelajarannya secara individual, dan (iii) strategi belajarnya (Brown, Bransford, Ferrara dan Campione, 1993; Flavell, 1978 dalam Paris dan Winograd, 1998).
d.     Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of students).
Di kelas guru harus mengajar siswa dengan berbagai keragamannya, misalnya latar belakang suku bangsa, status sosial-ekonomi, bahasa utama yang dipakai di rumah, dan berbagai kekurangan yang mungkin mereka miliki. Dengan demikian, diharapkan guru dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajarannya.
e.     Memperhatikan multi-intelegensi (multiple intelligences) siswa.
Dalam menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual, maka cara siswa berpartisipasi di dalam kelas harus memperhatikan kebutuhan dan delapan orientasi pembelajarannya (spasi-verbal, linguistic-verbal, inter-presonal, musical-ritmik, naturalis, badan-kinestetika, intrapersonal dan logismatematis) (Gardner, 1993).
f.      Menggunakan teknik-teknik bertanya (Questioning) untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berfikir tingkat tinggi.
Agar pembelajaran kontekstual mencapai tujuannya, maka jenis dan tingkat pertanyaan yang tepat harus diungkapkan/ditanyakan. Pertanyaan harus secara hati-hati direncanakan untuk menghasilkan tingkat berfikir, tanggapan, dan tindakan yang diperlukan siswa dan seluruh peserta di dalam proses pembelajaran kontekstual (Frazee, 2001).
g.     Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
Penilaian autentik mengevaluasi penerapan pengetahuan dan berfikir kompleks seorang siswa, dari pada hanya sekedar hafalan informasi aktual. Kondisi alamiah pembelajaran kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur pengetahuan dan keterampilan lebih dalam dan dengan cara yang bervariasi dibandingkan dengan penilaian satu disiplin (Ananda, 2001).

4.     Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Dalam bagian berikut akan disampaikan beberapa karakteristik pembelajaran kontekstual yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Johnson (2002: 24) dalam Nurhadi, (2004: 14), ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, seperti dalam rincian berikut:
a.      Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
Dalam pembelajaran ini seharusnya siswa dapat mengatur dirinya sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).
b.     Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work)
Dalam pembelajaran ini siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
c.      Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)
Dalam pembelajaran ini siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan dan ada produknya/hasilnya yang sifatnya nyata.



d.     Bekerja sama (collaborating)
Dalam pembelajaran ini siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih secara kritis dapat menganalisis, membuat sintetis, memecahkan masalah, membuat keputusan dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
e.      Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative)
Dalam pembelajaran ini siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
f.      Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual)
Siswa memelihara pribadinya yaitu mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa, siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa.
g.     Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)
Dalam pembelajaran ini siswa mengenal standar yang tinggi, mengidentifikasi tujuan dan motivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”.
h.     Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment)
Dalam pembelajaran ini siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari dalam pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan pelajaran bahasa Inggris dengan mendesain sebuah mobil, merencanakan menu sekolah / membuat penyajian perihal emosi manusia.
The Northwest Regional Education Laboratory USA mengidentifikasi adanya enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual yaitu:
a.      Pembelajaran bermakna (meaningful Learning): pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa dalam mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran ini terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk belajar demi kehidupannya di masa mendatang.
b.     Penerapan pengetahuan: adalah kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari di sekolah dapat diterapkan dalam tatanan kehidupan di masa sekarang dan di masa depan. Bahkan dengan pengetahuan dan keterampilan tersebut, kehidupannya pada masa kini dan masa yang akan datang dapat menjadi lebih baik.
c.      Berpikir tingkat tinggi: siswa diwajibkan memanfaatkan berfikir tingkat kritis, berfikir analisis, dan berfikir kreatif dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan suatu masalah.
d.     Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, propinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.
e.      Responsif terhadap budaya: guru harus menghargai dan memahami nilai, kepercayaan dan kebiasaan siswa, teman pendidik dan masyarakat tempat ia mendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok serta hubungan antar budaya tersebut akan mempengaruhi pembelajaran dan sekaligus akan berpengaruh terhadap cara mengajar guru.
f.      Penilaian autentik: menggunakan berbagai strategi penilaian (misalnya penilaian proyek atau tugas terstruktur, kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubric, daftar cek, pedoman observasi dan sebagainya) akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya secara komprehensif (Depdiknas, 2002:11-12).
Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan secara fleksibel dan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dalam pembelajaran kontekstual siswa ditempatkan di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran guru. Sehubungan dengan itu menurut Rochmadi (2002: 13) pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal sebagai berikut:
a.     Belajar berbasis masalah (problem based learning) yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
b.     Pengajaran autentik (authentic instruction), yaitu pendekatan pengajaran yang menekankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan berfikir dan pemecahan masalah yang penting dalam kehidupan nyata.
c.     Belajar berbasis inquiri (inquiry based learning), yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains yang menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
d.     Belajar berbasis proyek atau tugas terstruktur (project based learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif dimana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran.
e.     Belajar berbasis kerja (work based learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja.
f.      Belajar jasa layanan (service learning) yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan tersebut.
g.     Belajar kooperatif (cooperative learning) yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.
Dengan penekanan di atas, siswa belajar benar-benar diawali dengan pengetahuan, pengalaman, dan konteks keseharian di kelas dan selanjutnya diimplementasikan dalam kehidupan keseharian mereka.

5.     Tujuh Komponen Utama  Pembelajaran Kontekstual
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Menurut Nurhadi, dkk, (2002:31) ketujuh komponen utama itu adalah:
a.                                                                                      Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata, yang intinya bahwa pengetahuan seseorang itu hanya dapat dibangun oleh dirinya sendiri dan bukannya diberikan oleh orang lain yang siap diambil dan diingat (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
b.     Bertanya (Questioning)
Bertanya adalah induk dari strategi pembelajaran kontekstual, awal dari pengetahuan, jantung dari pengetahuan, dan aspek penting dari pembelajaran. Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Pertanyaan-pertanyaan spontan yang diajukan siswa dapat digunakan untuk merangsang siswa berfikir, berdiskusi dan berspekulasi.
c.      Menemukan (Inquiry)
Inkuiri pada dasrnya adalah suatu ide yang kompleks, yang berarti banyak hal, bagi banyak orang, dalam banyak konteks. Inkuiri menekankan bahwa mempelajari sesuatu itu dapat dilakukan lebih efektif melalui tahapan inkuiri sebagai berikut, yaitu: mengamati, menemukan dan merumuskan masalah, mengajukan dugaan jawaban (hipotesis), mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
d.     Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar, yang esensinya bahwa belajar itu dapat diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerja kelompok, diskusi kelompok, dan pengerjaan proyek secara berkelompok adalah contoh membangun masyarakat belajar (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
e.     Pemodelan (Modeling)
Komponen pembelajaran kontekstual selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Pemodelan, adalah pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan model/contoh. Model bisa berupa benda, cara, metoda kerja, cara/prosedur kerja, atau yang lain, yang bisa ditiru oleh siswa (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
f.      Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi, adalah cara berpikir tentang apa yang dipelajari sebelumnya kemudian direnungkan apakah yang telah dipelajari selama ini benar dan jika salah perlu direvisi. Hasil revisi inilah yang akan merupakan pengayaan dari pengetahuan sebelumnya (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
g.     Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
Authentic assessment adalah prosedur penilaian pada pembelajaran kontekstual. Assessmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian otentik adalah penilaian yang sebenarnya terhadap perkembangan belajar siswa sehingga penilaian tidak bisa dilakukan hanya dengan satu cara akan tetapi menggunakan ragam cara, misalnya kombinasi dari ulangan harian, pekerjaan rumah, karya siswa, laporan, hasil tes tertulis, hasil diskusi, karya tulis, demonstrasi, dsb (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan, untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.

6.     Keunggulan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual saat ini telah diupayakan pengaplikasiannya, karena banyak hal yang belum tersentuh pada pembelajaran sebelumnya, misalnya pelaksanaan pembelajaran yang masih sangat teoritis dan kurang menekankan pada pemecahan masalah, sistem penilaiannya yang pada umumnya terfokus pada produk, tujuan akhir yang hendak dicapai adalah dapat meraih nilai tinggi, yang masih mengesampingkan asesmen kinerjanya sehingga siswa kurang siap menghadapi permasalahan sehari-hari.
Sehubungan dengan hal tersebut menurut Corebima (2002:41) pembelajaran kontekstual memiliki keunggulan dibandingkan dengan pembelajaran lainnya yaitu bahwa pembelajaran kontekstual mendorong proses pembelajaran berlangsung atas dasar permasalahan riil dunia, sehingga lebih bermakna dan memungkinkan perkembangan pemikiran tingkat tinggi.
7.   Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional


 


  No. PENDEKATAN KONTEKSTUAL
   1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses belajar mengajar.
  2. Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.
  3.   Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan.
  4.   Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri.
  5. Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri.
  6.   Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.
  7.   Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing kedalam proses pembelajaran.
  8.  Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri.
        Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti atau memahami pengalamannya.
9.     Karena ilmu pengetahuan itu di kembangkan oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil (selalu berkembang).
10. Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.

PENDEKATAN TRADISIONAL

Siswa adalah penerima informasi.

Siswa belajar secara individual.


Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.


Perilaku dibangun atas kebiasaan.

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural: diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan.

Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal), tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran.

Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia.




Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.




Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.


11.   Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes.
12.   Pembelajaran terjadi diberbagai tempat, konteks dan setting.
 13.  Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek.
14.   Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik.
 15. Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.


.
Hasil belajar hanya diukur dengan tes.


Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
Sangsi adalah hukuman dari perilaku jelek.
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
Seseorang berperilaku baik karena sudah terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.


(Sumber: Adopsi dari Nurhadi, 2004: 35) 

B.    Tinjauan tentang Teknik
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efesien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar.
1.     Pengertian Teknik
Ada beberapa pengertian teknik, antara lain yang diungkapkan tokoh-tokoh di bawah ini, yaitu:
a.      Menurut Kamus Dewan (edisi ketiga), teknik adalah kaedah mencipta sesuatu hasil seni seperti muzik, karang-mengarang dan sebagainya.
b.     Menurut Edward M. Anthony mendefinisikan teknik adalah satu muslihat atau strategi atau taktik yang digunakan oleh guru yang mencapai hasil segera yang maksimum pada waktu mengajar sesuatu bahagian bahasa tertentu.
c.      Mengikut Kamaruddin Hj. Husin & Siti Hajar Hj. Abdul Aziz dalam bukunya Pengajian Melayu III : Komunikasi Bahasa, teknik boleh didefinisikan sebagai pengendalian suatu organisasi yang benar-benar berlaku di dalam bilik darjah di mana ia digunakan untuk mencapai sesuatu objektif.
d.     Teknik merupakan suatu alat yang digunakan oleh guru bahasa bagi menyampaikan bahan-bahan pengajaran yang telah dipilih untuk pelajar-pelajarnya. Teknik yang dipilih haruslah sejajar dengan kaedah yang digunakan dan seirama dengan pendekatan yang dianuti (http://Members.tripod.com/Bobezani/teknik.htm).
Dalam bukunya Roestiyah (2001: 1) teknik pengajaran adalah cara yang digunakan oleh guru atau instruktur dalam menyajikan pelajaran, pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.

2.     Tujuan Teknik
Adapun tujuan dari teknik adalah:
a.   Menarik Minat murid
b.   Mengekalkan perhatian
c.   Membangkitkan rasa ingin tahu (http://Members.tripod.com/Bobezani/teknik.htm).
Setiap jenis teknik penyajian harus sesuai atau tepat dengan tujuan yang akan dicapai. Jadi untuk tujuan yang berbeda, guru harus menggunakan teknik penyajian yang berbeda pula sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, atau bila guru menyiapkan beberapa tujuan, ia harus mampu pula menggunakan beberapa teknik penyajian sekaligus untuk mencapai tujuannya tersebut. Oleh karena itu, guru harus mengenal, mempelajari dan menguasai banyak teknik penyajian, agar dapat menggunakan dengan variasinya, sehingga guru mampu menimbulkan proses belajar mengajar yang berhasilguna dan berdayaguna (Roestiyah, 2001: 2).
Ada bermacam-macam teknik mengajar, dari yang "tradisional", yang telah digunakan sejak dahulu kala, dan ada juga yang "modern" yang digunakan baru akhir-akhir ini saja.
Rumusan tujuan atau kompetensi dasar yang dibuat guru tidak selalu hanya satu tujuan, kadang-kadang banyak atau mungkin bahkan beberapa tujuan. Untuk mencapai tujuan yang beberapa itu, maka guru memerlukan beberapa teknik penyajian pula yang digunakan agar ada variasi. Dalam mencapai tujuan teknik penyajian dipandang sebagai suatu alat atau sebagai suatu cara yang harus digunakan oleh guru agar tujuan dari pelajaran itu tercapai. Sudah sewajarnya pula bila setiap teknik mengajar hanya dapat digunakan di dalam situasi dan tujuan tertentu, kalau situasi dan tujuan berubah, maka cara mengajarnya juga harus lain. Karena itulah seorang guru harus menguasai beberapa macam teknik pengajaran dengan baik, sehingga ia mampu memilih teknik yang paling efektif untuk mencapai suatu tujuan tersebut, tanpa terasa mengubah situasi pengajaran (Roestiyah, 2001: 3).
Bila guru memerlukan beberapa tujuan untuk dicapainya, maka ia perlu mengenal dan menguasai dengan baik sifat-sifat dari setiap teknik penyajian sehingga ia mampu pula mengkombinasikan penggunaan beberapa teknik penyajian tersebut sekaligus, untuk mencapai beberapa tujuan yang telah dirumuskannya itu, dan tidak terasa kaku antara perubahan dari teknik yang satu pada teknik yang lain (Roestiyah, 2001: 3).
Seorang guru harus mengenal sifat-sifat yang khas pada setiap teknik penyajian, hal itu sangat perlu untuk penguasaan setiap teknik penyajian, agar ia mampu mengetahui, memahami dan terampil menggunakannya, sesuai dengan tujuan yang akan dicapai (Roestiyah, 2001: 3)
Walau setiap teknik penyajian mempunyai ciri khas, berbeda yang satu dengan yang lainnya, namun kita perlu memiliki suatu pola atau standar untuk mempelajari suatu teknik itu dan bisa saling melengkapi.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai standar memahami setiap teknik penyajian ialah:
  1. Adanya pengertian apa yang dimaksud dengan teknik penyajian.
  2. Harus merumuskan tujuan-tujuan apa yang dapat dicapai dengan teknik penyajian yang digunakan itu.
  3. Bila teknik penyajian itu dapat digunakan secara efisien dan efektif atau tidak.
  4. Apakah teknik penyajian itu memiliki keunggulan dan kelemahan.
  5. Dalam penggunaan teknik penyajian itu apa dan bagaimana peranan guru/instruktur.
  6. Pelaksanaan teknik penyajian itu apa dan bagaimana peranan siswa.
  7. Harus menempuh langkah-langkah yang bagaimana, sehingga penggunaan teknik penyajian itu dapat berhasilguna dan berdayaguna (Roestiyah, 2001:4).

C.    Teknik Learning Community
1.     Pengertian Learning Community (Masyarakat Belajar)
Teknik Learning Community adalah teknik dimana situasi belajar yang diciptakan berdasarkan konsep CTL, dimana proses dan hasil pembelajaran diperoleh dari bekerja sama dan berkolaborasi dengan orang lain. 
Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar ini dan juga yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar (Sardiman, 2005: 225).
Kata kunci dari learning community (masyarakat belajar) adalah berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain, bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri (Nurhadi, 2004: 47).
Learning Community atau masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang sudah tahu ke yang belum tahu. Dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Di dalam masyarakat belajar ini setiap orang harus bersedia untuk berbicara dan berbagi pendapat, mendengarkan pendapat orang lain dan berkolaborasi membangun pengetahuan dengan orang lain dalam kelompoknya (Susilo, 2001: 4).
Dalam bukunya Nurhadi (2004:47-48), Learning Community atau masyarakat belajar itu mengandung arti sebagai berikut:
a)     Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagai gagasan dan pengalaman.
b)               Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.
c)     Pada umumnya hasil kerja kelompok lebih baik hasilnya daripada kerja secara individual.
d)     Ada rasa tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama.
e)     Upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu dapat diadakan.
f)      Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar dengan anak lainnya.
g)     Ada rasa tanggung jawab dan kerja sama antar anggota kelompok untuk saling memberi dan menerima.
h)     Ada fasilitator/guru yang memandu proses belajar dalam kelompok.
i)                Harus ada komunikasi dua arah atau multi arah.
j)                Ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik.
k)               Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain.
l)                Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja.
m)   Dominasi siswa-siswa yang pintar perlu diperhatikan agar yang lambat/lemah bisa pula berperan.
n)     Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti learning community.

2.     Kerangka Penerapan Teknik Learning Community
Pembelajaran di dalam kelas dengan teknik learning community, kegiatan pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar: siswa yang pandai mengajari yang lemah dan yang tahu memberi tahu yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa tercipta apabila ada komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran dapat saling belajar. Siswa yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya (Nurhadi, 2002: 48).
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari (Nurhadi, 2004: 49).
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Contoh: ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya “bagaimana caranya? Tolong bantuin, aku!” Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoprasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat-belajar (learning community) (Nurhadi, 2002: 48).
Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruangan ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar.
Di dalam kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual (CTL), guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul dan seterusnya. Inilah beberapa hal yang sebenarnya terkait dengan cooperative learning (Sardiman, 2005: 225).
Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ‘ahli’ ke kelas. Misalnya tukang sablon, petani jagung, peternak susu, teknisi komputer, tukang cat mobil, tukang reparasi kunci, kiyai, dan sebagainya (Nurhadi, 2004: 48).
Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik learning community  ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas.
Pengembangan teknik learning community, akan senantiasa mendorong terjadinya proses komunikasi multi arah. Masing-masing pihak yang melakukan kegiatan belajar dapat menjadi sumber belajar. Bagaimana praktek penerapan learning community di kelas? Beberapa hal yang dapat diwujudkan untuk mengembangkan learning community di kelas antara lain adalah prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam:
a.                                 Bekerja dalam pasangan,
b.             Pembentukan kelompok kecil,
c.             Pembentukan kelompok besar,
d.     Mendatangkan ‘ahli’ ke kelas (tokoh, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu dan sebagainya),
e.             Bekerja dengan kelas sederajat,
f.              Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya,
g.             Bekerja dengan sekolah di atasnya, dan
h.             Bekerja dengan masyarakat (Nurhadi, 2004: 49).

D.    Tinjauan Umum tentang Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam merupakan faktor yang paling esensial dalam kehidupan manusia. Keberadaan pendidikan agama Islam  mutlak diperlukan demi kelangsungan hidup manusia sehingga terwujud kebahagiaan baik di dunia dan akhirat.
Secara alamiah, manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi setingkat (Arifin, 2000:11).
Mengingat pentingnya pendidikan agama Islam bagi manusia, maka di bawah ini akan dipaparkan tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam.
1.  Pengertian Pendidikan Agama Islam
Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arab adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arab adalah “ta’lim” dengan kata kerjanya “allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya “tarbiyah wa ta’lim” sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah” (Daradjad, 1992: 25).
 Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (Ramayulis, 2002: 1).
Di dalam Undang-undang  Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN, 2003:3).
Menurut tim Dosen FIP IKIP Malang dalam Zuhairini dkk (1991:151) pendidikan dapat diartikan sebagai berikut:
a.        Aktivitas dan usaha manusia meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya rohani (pikir, rasa, karsa dan budi nurani) dengan jasmani (panca indera serta keterampilan-keterampilan).
b.     Lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi: keluarga, sekolah dan masyarakat (negara).
c.      Hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan dalam arti ini merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan.
Dari hal yang dikemukakan di atas, maka banyak pakar pendidikan memberikan arti pendidikan sebagai suatu proses dan berlangsung seumur hidup. Karenanya pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi di luar kelas. Pendidikan tidak hanya terbatas pada usaha mengembangan intelektualitas manusia saja, melainkan juga mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia untuk mencapai kehidupan yang sempurna.
Apabila pengertian-pengertian umum pendidikan yang telah dikemukakan itu dihubungkan dengan pengertian pendidikan agama Islam, maka akan nampak perbedaan dalam penekanan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, yaitu: kesempurnaan manusia, yang puncaknya adalah dekat kepada Allah dalam arti mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Untuk memahami pengertian Pendidikan Agama Islam secara mendalam, maka penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli tentang pendidikan Islam yaitu:
a.      Ahmad D. Marimba
“Pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmaniah dan rohaniah menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam” (Ramayulis, 2002: 3).
Yang dimaksud dengan kepribadian utama di sini adalah kepribadian muslim yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.



b.     M. Fadil Al-Djamaly
Pendidikan agama Islam adalah suatu proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya atau pengaruh dari luar (Arifin, 2000:17).

Esensi Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan umat Islam menurutnya adalah pendidikan yang dapat membentuk manusia berakhlak mulia, yang dipengaruhi oleh faktor luar lingkungan dan berdasarkan faktor dari dalam dirinya  atau yang kita kenal sesuai dengan fitrahnya masing-masing, pendapat tersebut di atas berdasarkan pada firman Allah di dalam surat An-Nahl: 78, yaitu:
                                              
         Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur” (Depag RI, 1989: 413).

Dalam surat Ar-Ruum: 30 juga telah disebutkan:
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Depag RI, 1989: 645).

c.      Omar Muhammad Al-Toumy al-Syaebani
Pendidikan Agama Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan (perubahan itu dilandasi nilai-nilai Islami). (H.M. Arifin, 2000 : 14).

Proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual, sosial serta hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada di dalam nilai-nilai Islami, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syari’ah dan akhlak al- karimah.
d.     Menurut hasil rumusan seminar Pendidikan Islam se Indonesia tahun 1960
Pendidikan agama Islam adalah sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam (H.M. Arifin, 2000: 14-15).

e.      Menurut Hasan Langgulung
Pendidikan agama Islam merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat (Langgulung, 1980: 94).
f.      Menurut Zakiah Daradjat
Pendidikan Islam adalah pendidikan individual dan masyarakat, karena di dalam ajaran Islam berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama serta lebih banyak menekankan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan sendiri maupun orang lain (Zakiah Daradjat, 1996:28).

Di sini pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad saw. Melalui proses dimana individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi sehingga ia mampu menunaikan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi, yang dalam kerangka lanjut mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan demikian pengertian pendidikan agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran religius, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteran hidup di dunia maupun di akhirat.

2.  Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sebagian aktivitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, tentunya pendidikan agama Islam memerlukan dasar/landasan kerja karena berguna untuk memberi arah bagi programnya. Dasar dan tujuan tidak dapat dipisahkan karena kedua-duanya saling terkait.
Untuk mempermudah dalam pemahaman dasar dan tujuan pendidikan agama Islam, maka akan dibahas sebagaimana diuraikan di bawah ini:
  1. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam merupakan sesuatu yang menjadi pangkal tolak atau landasan dilaksanakannya proses belajar mengajar pendidikan agama Islam.
Adapun dasar-dasar pendidikan agama Islam menurut Zuhairini (1983:21) itu dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu sebagai berikut:
1)     Dasar Yuridis
2)     Dasar Religius
3)     Dasar Sosial Psikologis
Ketiga dasar tersebut lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
1)     Dasar Yuridis atau Hukum
Yang dimaksud di sini adalah dasar-dasar yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama Islam baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan formal. Dasar tersebut meliputi:
a)     Dasar Ideal (Pancasila)
Dasar ideal Pendidikan Agama Islam adalah Pancasila, yaitu sila pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Makna dari sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah setiap warga negara Indonesia harus beragama dalam menjalankan syariat agamanya tersebut dengan baik dan benar. Bagi umat Islam Indonesia agar dapat mewujudkan makna sila pertama dari pancasila dalam kehidupan sehari-hari pasti membutuhkan pendidikan agama Islam.
b)     Dasar Struktural/Konstitusional
Adalah dasar yang berasal dari perundang-undangan yang berlaku, yakni UUD 1945 dalam bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
(1)                                             Negara berdasarkan atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
(2). Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu (UUD 1994:65).
c)     Dasar Operasional
Dasar operasional adalah dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama Islam di seluruh Indonesia mulai dari pra sekolah sampai pada perguruan tinggi.
Sebagaimana yang dicantumkan dalam GBHN RI 1999/2004, yaitu: “Meningkatkan kualitas pendidikan agama melalui penyempurnaan sistem pendidikan agama sehingga lebih terpadu dan integral dengan sistem pendidikan nasional dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai” (Tap MPR, 2002:27).

2)     Dasar Keagamaan (religius)
Dasar ini bersumber pada ajaran agama yang menunjukkan adanya perintah untuk melaksanakan pendidikan agama. Langgulung (1980:35) menjelaskan:
Dalam hal pendidikan Islam Al-Qur’an dan Sunnahlah yang mendapatkan sorotan lebih banyak, sebab keduanyalah sebagai dasar agama, sedangkan yang lainnya berpangkal ke situ. Dengan kata lain itu dikembalikan kepada sumber itu, kalau sesuai diterima kalau tidak maka ditolak.

Sebagaimana juga yang dijelaskan oleh Zuhairini dan Abdul Ghofir (2004: 11) bahwa dasar religius (keagamaan) adalah dasar-dasar yang bersumber dalam ajaran agama Islam yang tertera dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Rasulullah saw bersabda:

عَنْ مَالِك أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّه ِ(رواه مَالِك)

Artinya: “Dari Malik sesungguhnya dia berkata bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: Aku tinggalkan untuk kamu semuanya dua perkara yang mana kamu semua tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh padanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunah Nabi” (Kitab Muwaatho’ Ibnu Malik).

Berdasarkan pendapat serta sabda Rasulullah saw di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an dan Hadis adalah sebagai dasar religius tentang terlaksananya pendidikan agama Islam, sebab di dalam keduanya terdapat ajaran yang menganjurkan dan memerintahkan untuk dilaksanakannya proses belajar mengajar.
Dalam Al-Qur’an disebutkan dasar pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, antara lain dalam firman Allah Surat At-Taubah ayat 122 sebagaimana berikut:
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka itu telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (Depag RI, 1989: 301).

Ayat tersebut menjelaskan tentang kewajiban memperdalam agama dan kewajiban mengajarkannya kepada orang-orang yang ada di sekitarnya.
Dalam Surat Al-Imran: 104 yang berbunyi:
 
Artinya: “Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh berbuat baik dan mencegah dari perbuatan yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung” (Depag RI, 1989: 93).
Ayat ini mengandung ajakan kepada manusia agar ada segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan dan menyeru untuk meninggalkan kemunkaran.
Kemudian Surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur
 $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB
 tbrâsD÷sムÇÏÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (At-Tahrim: 6) (Depag RI, 1989: 951).

Ayat di atas menjelaskan hendaknya sebagian manusia mengajak sebagian yang lain agar dapat saling menyelamatkan diri dari api neraka. Selain itu juga disebutkan dalam Hadits Rasulullah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ   (رواه مسليم)                                                                   
Artinya: Dari Abu Hurairoh berkata: “Rasulullah Saw, bersabda: “Tidaklah  dilahirkan seorang anak (bayi) melainkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani (Kristen) dan Majusi” (H.R. Muslim)

3)     Dasar Sosial Psikologis
Setiap manusia hidupnya selalu membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut dengan agama.
Seseorang akan merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekatkan dan mengabdi kepada Allah SWT, sesuai dengan firman Allah dalam surat Ar-Ra’du: 28 yang berbunyi:
Artinya: “Orang-orang yang taubat yaitu mereka yang beriman hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah (dzikrullah) ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang” (Depag RI, 1989:373).
Oleh karena itu, pendidikan agama Islam mempunyai tugas untuk memberikan dorongan, rangsangan dan bimbingan agar peserta didik dapat menyerap nilai yang terkandung dalam ajaran Islam tersebut, sehingga mereka dapat membentuk dirinya sesuai dengan nilai agama yang diajarinya, dan dapat mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari secara baik dan sesuai dengan ketentuan Allah.

  1. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat penting, sebab tujuan merupakan sesuatu yang hendak dituju oleh pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan bukanlah suatu yang statis dan tetap, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, yang meliputi seluruh aspek berupa kehidupan.
Tujuan pendidikan agama Islam pada dasarnya sangat berkaitan dengan tujuan manusia hidup di dunia ini atau lebih tegasnya, tujuan pendidikan adalah untuk menjawab persoalan-pesoalan untuk apa kita hidup? Sebagaimana Islam telah memberi jawaban yang tegas dalam hal ini, seperti firman Allah dalam surat Adz-Dzariat: 56, yang berbunyi:
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Depag RI, 1989: 862).
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang tujuan pendidikan agama Islam dikemukakan pendapat para ahli pendidikan agama Islam sebagai berikut:
1)       Moh. Athiyah Al-Abrasyi dalam buku Zuhairini (1992:164) menyebutkan ada lima tujuan pokok pendidikan agama Islam, yaitu:
d)                 Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia
Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, “Innama buitstu li utammima makarimal akhlak”, mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan Islam yang sebenarnya.
b).  Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat
Pendidikan Islam tidak hanya memperhatikan segi keagamaan saja dan tidak keduniaan saja tetapi ia menaruh perhatian pada kedua-duanya, ia memandang persiapan untuk kedua kehidupan itu sebagai tujuan tertinggi dan terakhir bagi pendidikan.
c).  Persiapan mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan
Kesempurnaan manusia tidak akan tercapai kecuali dengan memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan atau menaruh perhatian pada segi spiritual, akhlak dan segi-segi kemanfaatan
d). Menumbuhkan semangat ilmiah dan memuaskan keinginan hati untuk mengetahui dan memungkinkan mengkaji ilmu pengetahuan.
e). Menyiapkan pelajar dari segi-segi profesional, teknis supaya dapat menguasai profesi, teknis tertentu agar dapat mencari rezeki dalam hidup dan hidup dengan mulia disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan
2). Ibnu Khaldun merumuskan tujuan Pendidikan Agama Islam dengan berpegang pada firman Allah dalam surat Al-Qashash: 77, yaitu:
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu lupa kebahagiaan (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Depag RI, 1989:623).

Berdasarkan firman Allah itu, beliau merumuskan tujuan pendidikan agama Islam terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a)     Tujuan yang berorientasi ukhrowi yang membentuk seorang hamba agar melakukan kewajiban pada Allah
b)     Tujuan yang berorientasi duniawi yaitu membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain (Muhaimin, Mujib, 1993:161).
3).  Menurut Abu Ahmadi (1976:132), tujuan pendidikan agama Islam adalah:
Membentuk manusia sosial yang berkepribadian muslim yang bertakwa kepada Allah atau dengan kata lain menanamkan takwa dan akhlak menegakkan kebenaran untuk membentuk manusia yang berakhlak dan berkepribadian luhur sesuai dengan ajaran Islam.
      
4).  Menurut Mahmud Yunus (1993:13), tujuan pendidikan agama Islam adalah:
Mendidik anak-anak, pemuda dan pemudi, dan orang dewasa supaya menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal shaleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.
5).  Menurut Al-Ghazali (dalam Arief, 2002: 22), tujuan pendidikan agama Islam adalah:
a)     Kesempatan manusia, yang puncaknya adalah  dekat kepada Allah
b)     Kesempurnaan manusia, yang puncaknya adalah kebahagiaan manusia agar   mampu mencapai tujuan-tujuan yang dirumuskan.
Berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:
a)       Mendidik manusia supaya menjadi manusia muslim sejati, beriman teguh dan beramal shaleh serta berakhlak mulia.
b)       Dengan pendidikan dapat menjadi anggota masyarakat yang sanggup mandiri, mengabdi kepada Allah, berjuang untuk kepentingan bangsa negara, agama dalam upaya menciptakan keadilan dan kemakmuran.

3.     Materi Pendidikan Agama Islam
Materi pendidikan agama Islam secara garis besar mempunyai ruang lingkup mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hubungan manusia dan dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu, agar pendidikan ini dapat berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan dan yang dicita-citakan, maka materi yang disampaikan haruslah disusun dengan sedemikian rupa sehingga mudah diterima dan ditangkap oleh peserta didik.
Islam memiliki tiga ajaran yang merupakan inti dasar dalam mengatur kehidupan, secara umum dasar ajaran Islam yang dijadikan materi pokok pendidikan agama Islam, yaitu:
a          Masalah keimanan (Aqidah)
Pendidikan yang utama dan pertama yang harus dilakukan adalah pembentukan keyakinan kepada Allah yang diharapkan melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian anak didik. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Surat Al-Luqman: 13 yang berbunyi:
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar” (Depag RI, 1989: 654).

  1. Masalah keislaman (syariah)
Syariah adalah semua aturan Tuhan dan hukum-hukum Tuhan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia dengan alam sekitar. Namun ada pengertian syariah yang lebih dekat kepada fiqih, yaitu tatanan, peraturan-peraturan, perundang-undangan dan hukum yang mengatur segala aspek kehidupan. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah:21 disebutkan:
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa” (Depag RI, 1989:11).
Materi syariah dalam pendidikan agama Islam diharapkan dapat menjadi hal yang fungsional dalam hidup manusia, dengan harapan manusia yang telah menerima pendidikan agama Islam paham akan bentuk dan juga aturan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan manusia dengan manusia serta manusia dengan alam sekitarnya dengan landasan nilai-nilai Islam. Dan juga agar out put dari pendidikan agama Islam mampu mengaplikasikan ajaran Islam secara murni dan baik, yang dilandasi pengetahuan yang sesuai dengan kaidah-kaidah hukum Islam.
  1. Masalah Ikhsan (akhlak)
Tujuan pendidikan agama Islam adalah terbentuknya pribadi muslim, dalam arti manusia yang berakhlak mulia sehingga segala aspek hidupnya sesuai dengan norma-norma agama dan masyarakat. Dimana akan tercapainya keharmonisan hubungan antar manusia, untuk menuju kebahagiaan hidup, baik dunia maupun akhirat.
Sedangkan tujuan pendidikan akhlak adalah mendorong manusia agar berbuat kebajikan dalam rangka membentuk manusia yang berakhlak mulia. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Luqman ayat 18 yang berbunyi:
Artinya: “Dan janganlah memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh sesungguhnya Allah tidak meyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”  (Depag RI, 1989:655).

Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa akhlak menduduki peranan yang penting bagi manusia. Menurut Barwa Umari : “Dengan akhlak manusia dapat mengetahui batas antara yang baik dengan yang buruk dan dapat menempatkan pada proporsi yang sebenarnya.

4.     Pentingnya Pendekatan Pembelajaran CTL bagi PAI
Pentingnya pendekatan pembelajaran CTL bagi mapel PAI didasarkan atas beberapa hal:
a.      PAI merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Karena itu PAI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam.
b.     Dari segi muatan pendidikannya, PAI merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang memiliki tujuan pembentukan moral kepribadian peserta didik yang baik. Oleh sebab itu semua mata pelajaran yang memiliki tujuan relevan dengan PAI harus seiring dan sejalan dalam pendekatan pembelajarannya.
c.      Tujuan diberikannya mata pelajaran PAI adalah terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt, berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam terutama sumber-sumber ajaran dan sendi-sendi lainnya, sehingga dapat dijadikan bekal untuk mempelajari berbagai bidang ilmu atau mata pelajaran tanpa harus terbawa oleh pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu dan mata pelajaran tersebut.
d.     Mata pelajaran PAI tidak hanya mengajarkan kepada peserta didik agar menguasai ilmu keislaman tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk mengamalkan ajaran Islam dalam keseharian.
e.      Prinsip dasar PAI didasarkan pada tiga kerangka dasar yaitu akidah (penjabaran dari konsep iman), syariah (penjabaran dari konsep Islam), akhlak (penjabaran dari konsep ihsan).
f.      Dilihat dari aspek tujuan, PAI bersifat integratif, yaitu menyangkut potensi intelektual (kognitif), potensi moral kepribadian (afektif) dan potensi keterampilan mekanik (psikomotorik). Oleh sebab itu pembelajaran PAI harus mampu mengembangkan semua potensi secara pararel tanpa menafikan potensi lain yang dimiliki oleh siswa.
Karakteristik yang dimiliki mata pelajaran PAI sangat kompleks, komprehensif dan memerlukan pengetahuan lintas sektor. Oleh sebab itu pola pendekatan dan strategi pembelajaran harus dilakukan secara dinamis dan inovatif agar cita-cita atau tujuan PAI dengan cepat dapat dicapai.
Atas dasar pertimbangan di atas maka menerapkan pendekatan CTL dalam pembelajaran mata pelajaran PAI menjadi sebuah keniscayaan. Karena dengan pendekatan CTL akan lebih mempercepat proses bimbingan dan pembinaan kualitas personel siswa baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (http://google./artikelCTL/.com).

E.    Tinjauan tentang Motivasi Belajar
  1. Pengertian Motivasi
Menurut Ngalim Purwanto (2000: 60) motif adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Apa saja yang diperbuat manusia, yang penting maupun yang kurang penting, yang berbahaya maupun yang tidak mengandung resiko, selalu ada motivasinya.
Seperti yang dikatakan Sartain dalam bukunya Psychology Understanding of Human Behavior: Motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang (Ngalim Purwanto, 2000: 60).
Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak (Sardiman, 2005: 73).
Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Ada tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat di amati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan: (a) bersungguh-sungguh, menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar, (b) berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut, dan (c) terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan (Muhaimin, 2001: 138).
Motivasi juga merupakan daya atau perbuatan yang mendorong seseorang; tindakan atau perbuatan merupakan gejala sebagai akibat dari adanya motivasi tersebut. Derajat usaha atau perjuangan di dalam melakukan usaha atau tindakan itu menunjukkan tinggi rendahnya derajat motivasi. Bila motivasi tinggi maka untuk merealisasikan motivasi tersebut dalam bentuk tindakan atau perbuatan akan dilaksanakan dengan usaha yang tinggi pula, atau penuh semangat. Sebaliknya, suatu tindakan yang dilaksanakan dengan sangat santai-santai saja merupakan gejala dari motivasi yang rendah. Dengan kata lain, motivasi adalah kekuatan pendorong yang ada dalam diri seoarang individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan (Masnur,1987: 41).
Menurut Siti Partini Sudirman (1991:96) motivasi bukanlah tingkah laku tetapi kondisi internal yang kompleks yang tidak dapat diamati secara langsung tetapi mempengaruhi tingkah laku, motivasi adalah dorongan dari dalam yang digambarkan sebagai harapan, keinginan dan sebagainya yang bersifat menggiatkan atau menggerakkan individu. Tanpa motivasi tidak akan ada tujuan tujuan, suatu tingkah laku yang terorganisasi. Motivasi itu sendiri berasal dari kata motif yang artinya dorongan, kehendak, alasan atau kemauan. Dari gambaran itu dapatlah dikatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam yang menimbulkan kekuatan individu untuk bertindak atau bertingkah laku guna memenuhi kebutuhan.
Menurut para ahli psikologi pendidikan motivasi adalah kekuatan yang mendorong terjadinya belajar, kekuatan itu bisa berupa semangat, keinginan, rasa ingin tahu, perhatian, kemauan, atau cita-cita (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 80).
Motivasi adalah sebagai pendorong siswa dalam belajar. Intensitas belajar siswa sudah barang tentu dipengaruhi oleh motivasi. Siswa yang ingin mengetahui sesuatu dari apa yang dipelajarinya adalah sebagai tujuan yang ingin siswa capai selama belajar. Karena siswa mempunyai tujuan ingin mengetahui sesuatu itulah akhirnya siswa terdorong untuk mempelajarinya. Oleh karena itulah motivasi tidak dapat dipisahkan dari aktivitas belajar siswa (Syaiful Bahri Djamarah, 1994: 27).   
Menurut Mc. Donald, (dalam Sardiman, 2005:73-74) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dan pengertian ini mengandung tiga unsur yang saling terkait yakni:
  1. Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem “neorophysiological” yang ada pada organisme manusia karena menyangkut perubahan energi manusia, misalnya adanya perubahan dalam sistem pencernaan akan menimbulkan motif lapar.
  2. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif. Suatu misal si A terlibat dalam suatu diskusi, oleh karena dia akan berbicara dengan kata-kata dan suara yang lancar dan cepat.
  3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi yakni tujuan, dalam hal ini tujuan merupakan kebutuhan manusia dalam hidupnya. Misalnya si A ingin mendapat hadiah, maka ia akan belajar, mengikuti ceramah, bertanya, membaca buku dan sebagainya
Jadi dari ketiga unsur di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan menyebabkan gejala kejiwaan, perasaan, dan emosi kemudian bertindak untuk melakukan semua. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan yang ingin dicapai (Sardiman, 2005: 74).
Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang (Sardiman, 2005: 75).
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri seseorang yang menjadi sebab suatu tujuan. Juga merupakan suatu rangsangan yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku sehingga akan menggugah dirinya bersemangat untuk meraih cita-citanya.
Motivasi dan kebutuhan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Kebutuhan yang ada pada seseorang menimbulkan dorongan dan menimbulkan kelakuan untuk mencapai tujuan. Kebutuhan timbul karena adanya motivasi pada diri seseorang.
Tujuan dapat menimbulkan timbulnya motivasi dalam diri seseorang. Karena dengan adanya tujuan yang jelas dan disadari akan mempengaruhi kebutuhan yang mendorong timbulnya motivasi. Misalnya seseorang siswa yang memiliki motivasi maka ia merasa butuh belajar giat untuk menjadi juara kelas. Dalam hal ini maka dengan motivasi siswa dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
  1. Jenis-jenis Motivasi
Berbicara tentang macam-macam atau jenis-jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian, motivasi atau motif-motif yang aktif itu sangat bervariasi.
  1. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
1)  Motif-motif bawaan
Yang dimaksud dengan motif-motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari, misalnya: dorongan untuk minum, bekerja, istirahat, dan lain-lain.
2)  Motif yang dipelajari
Motif yang dipelajari maksudnya motif yang timbul karena dipelajari, contohnya dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, motif untuk mengajar sesuatu dalam masyarakat. Motif-motif ini sering kali disebut dengan motif-motif yang diisyaratkan secara sosial.
Jenis-jenis  Motif ini antara lain:
a)     Cognitive Motives
Motif ini menunjukkan pada gejala intrinsik yakni menyangkut kepuasan individual. Kepuasan individual yang berada di dalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan produk mental. Jenis motif seperti ini adalah sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama yang  berkaitan dengan pengembangan intelektual.

b)     Self-expresion
Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia. Yang penting kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu ini terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu kejadian. Untuk ini memang diperlukan kreatifitas, penuh imajinasi. Jadi dalam hal ini seseorang memiliki keinginan untuk aktualisasi diri.
c)     Self- enhancement
Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri ini menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu. Dalam belajar dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat bagi anak didik untuk mencapai suatu prestasi (Sardiman, 2005: 87).
  1. Motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
1)     Motif atau kebutuhan organis
Yakni motif atau kebutuhan organis yakni motif yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan diri/tubuh/jasmaniah, misalnya kebutuhan akan minum, makan, dan lain-lain.
2)     Motif-motif darurat
Yakni motif darurat yakni motivasi yang timbul karena rangsangan dari luar. Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain: dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, berusaha, untuk memburu. Jelasnya motivasi ini timbul karena adanya rangsangan dari luar.
3)     Motif objektif
Yakni motif objektif yakni motif yang timbul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar secara efektif, misalnya kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, manipulasi, dan menaruh minat (Sardiman, 2005: 88).
  1. Motivasi dilihat dari dasar isi/persangkut pautannya
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah.
1)     Motif jasmaniah, yang termasuk motivasi jasmaniah misalnya reflek, instink otomatis, nafsu, hasrat, dan lain-lain.
2)     Motif rohaniah, yang termasuk motivasi rohaniah yakni kemauan. Kemauan terbentuk melalui empat momen yaitu:
a)                         Momen timbulnya alasan-alasan
            Misalnya seseorang sedang belajar di kamar karena alasan besok ujian, kemudian ibu menyuruhnya untuk mengantar tamu melihat pertunjukan wayang. Dari sini timbul alasan baru : mungkin keinginan untuk menghormati tamu, mungkin keinginan untuk tidak mengecewakan ibunya.


b)                         Momen pilih
Yaitu keadaan dimana ada alternatif-alternatif, yang mengakibatkan persaingan antara alasan-alasan itu. Kemudian seseorang menimbang-nimbang dari berbagai alternatif untuk kemudian menentukan pilihan alternatif yang akan dikerjakan.
c)                         Momen putusan
            Dalam persaingan antara berbagai alasan, sudah barang tentu akan berakhir dengan dipilihnya satu alternatif. Satu alternatif yang dipilih inilah yang menjadi putusan untuk dikerjakan.
d)                         Momen terbentuknya kemauan
            Jika seseorang sudah menetapkan satu putusan untuk dikerjakan, maka timbullah dorongan pada diri seseorang untuk bertindak melaksanakan putusan itu (Sumadi Suryabrata 1990: 72-73).
  1. Motivasi dilihat dari dasar pokoknya dibagi menjadi:
1)     Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang mendorongnya melakukan tindakan belajar (Muhibbin Syah, 1995: 136 – 137). Motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang berfungsinya tidak usah dirangsang dari luar, karena memang dalam diri individu sendiri telah ada dorongan itu (Sumadi Suryabrata 1990: 72). Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak terkait dengan aktivitas belajarnya. Termasuk dalam motivasi intrinsik adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca tidak usah ada orang yang menyuruhnya atau mendorongnya. Seseorang belajar memang benar-benar ingin mengetahui sesuatu atau bukan karena ingin pujian/ganjaran. 
2)     Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar (Muhibbin Syah, 1995:137). Misalnya seorang guru memberikan pujian atau hadiah bagi siswa yang mencapai dan menunjukkan usaha yang baik, memberikan angka tinggi terhadap prestasi yang dicapainya, tidak menyalahkan pekerjaan atau jawaban siswa secara terbuka sekalipun pekerjaan atau jawaban tersebut belum memuaskan, siswa belajar giat karena besok ada ujian dengan harapan mendapat nilai yang baik.
Kedua motivasi tersebut di atas dapat dipergunakan oleh seorang guru pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Siswa yang memiliki motivasi intrinsik, akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik yang berpengetahuan atau yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan untuk menuju ketujuan yang ingin dicapai ialah belajar, tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan. Akan tetapi disekolah sering kali digunakan motivasi ekstrinsik seperti pujian, angka, ijazah, hukuman, kenaikan pangkat dan lain-lain. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik (Sardiman, 2005: 90-91).

3.   Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak sinergi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2005: 75).
Dalam perilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi  belajar tersebut ada yang intristik atau ekstrinstik. Muatan motivasi-motivasi tersebut berada di tangan para guru/pendidik dan anggota masyarakat lain. Guru sebagai pendidik bertugas memperkuat motivasi belajar selama minimum sembilan tahun pada usia wajib belajar. Orang tua bertugas memeperkuat motivasi belajar sepanjang hayat. Ulama sebagai pendidik juga bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat (Dimyati, 1994: 94).
Seorang siswa dapat belajar dengan giat karena motivasi dari luar dirinya, misalnya adanya dorongan dari orang tua atau gurunya, janji-janji yang diberikan apabila ia berhasil dan sebagainya. Tetapi, akan lebih baik lagi apabila motivasi belajar itu datang dari dalam  dirinya itu, siswa akan mendorong secara terus-menerus, tidak tergantung pada situasi luar (Masnur, 1987: 42).
Motivasi belajar merupakan hasrat untuk belajar dari seseorang individu. Seorang siswa dapat belajar secara lebih efisien apabila ia berusaha untuk belajar secara maksimal, artinya siswa memotivasi dirinya sendiri untuk belajar.
Seorang individu akan belajar lebih efisien apabila ada motivasi di dalam dirinya. Atau dengan kata lain, seorang individu akan belajar lebih efisien apabila ia berusaha untuk belajar. Agar siswa dapat belajar secara efisien, maka siswa tersebut haruslah dalam keadaan bangun  dan memperhatikan lingkungannya secara wajar. Hal ini dimungkinkan apabila siswa tersebut memiliki motivasi untuk belajar.
Motivasi belajar dapat datang dari dalam diri siswa yang rajin membaca buku di perpustakaan atau sering mengunjungi toko buku karena adanya rasa ingin tahu terhadap suatu permasalahan. Ini berarti siswa tersebut dimotivasi oleh suatu kebutuhan yang datang dalam dirinya sendiri. Sebaliknya, jika seorang siswa berusaha sekuat tenaga untuk mencari nilai yang baik karena ingat pada janji orang tuanya akan membelikan sepeda motor apabila nilai rapornya baik, maka hal ini merupakan motivasi yang berasal dari luar diri siswa.
Apabila ditinjau dari segi kekuatan dan kemantapannya, maka motivasi yang timbul dalam diri seorang individu akan lebih stabil dan mantap apabila dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari pengaruh lingkungan. Dengan berubahnya lingkungan yang menimbulkan motivasi ini, maka motivasi belajarnya juga akan mengalami perubahan. Demikian pula apabila lingkungan yang mempengaruhi siswa tersebut lenyap, maka motivasi siswa ini pun akan ikut hilang pula. Namun demikian, suatu motivasi  yang berasal dari lingkungan luar dapat tertanam secara kuat dan mantap pada diri siswa, sehingga yang tadinya merupakan motivasi dari luar, akhirnya menjadi motivasi dari dalam (Masnur,1987 : 43).

4.     Fungsi Motivasi
Dalam belajar, motivasi memegang peranan penting. Motivasi adalah sebagai pendorong siswa dalam belajar. Intensitas belajar siswa sudah barang tentu dipengaruhi oleh motivasi. Siswa yang ingin mengetahui sesuatu dari apa yang dipelajarinya adalah sebagai tujuan yang ingin siswa capai selama belajar. Karena siswa mempunyai tujuan ingin mengetahui sesuatu itulah akhirnya siswa terdorong untuk mempelajarinya (Syaiful Bahari Djamarah, 1994 : 27).
Tentunya sebelum menerapkan pengetahuan mengenai motivasi ini dalam tugas sehari-hari, perlu kiranya diketahui pula mengenai  fungsi dari motivasi itu sendiri. Dengan mengetahui fungsi motivasi pada seorang individu maka penerapannya nanti akan terlaksana secara tepat (Masnur,1987 : 55).
Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi :
  1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
  2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan  rumusan tujuan.
  3. Menyeleksi perbuatan, menentukan perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang  siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan (Sardiman, 2005: 85).
Sedangkan dalam bukunya Oemar Hamalik (1992: 175) menyatakan bahwa, fungsi motivasi itu adalah:
a.      Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar.
b.     Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan.
c.      Sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

5.     Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Sebagai contoh, seorang guru memberikan pujian kepada seorang siswa maju ke depan kelas dan dapat mengerjakan hitungan matematika di papan tulis. Dengan pujian itu, dalam diri anak tersebut timbul rasa percaya pada diri sendiri, di samping itu timbul keberaniannya sehingga ia tidak takut dan malu lagi jika disuruh maju ke depan kelas (Ngalim Purwanto, 2000 73).

6.     Prinsip Motivasi
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran pendidikan agama berkenaan dengan prinsip motivasi, yaitu:
a.                          Memberikan dorongan (drive)
Tingkah laku seseorang akan terdorong ke arah suatu tujuan tertentu apabila ada kebutuhan. Kebutuhan ini menyebabkan timbulnya dorongan internal, yang selanjutnya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu untuk menuju tercapainya suatu tujuan. Setelah tujuan dapat dicapai biasanya intensitas dorongan semakin menurun.
b.        Memberikan insentif
Adanya karakteristik tujuan menyebabkan seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku tersebut disebut insentif. Setiap orang mengharapkan kesenangan dengan mendapatkan insentif yang bersifat positif. Begitu pula sebaliknya, orang akan menghindari insentif yang bersifat negatif. Dalam kegiatan pembelajaran PAI juga diperlukan insentif untuk lebih meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Insentif dalam pembelajaran pendidikan agama Islam tidak selalu berupa materi, tetapi bisa berupa nilai atau penghargaan sesuai kadar kemampuan yang dapat dicapai peserta didik. Bila perlu, insentif dapat diberikan kepada peserta didik secara bertahap sesuai tahap tingkatan yang dapat dicapainya.   
c.        Motivasi berprestasi
Karena itu, guru perlu mengetahui sejauh mana kebutuhan berprestasi peserta didik. Peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan menyelesaikan tugas atau makalah yang memberikan tantangan dan kepuasan secara lebih cepat.
d.        Motivasi kompetensi
Setiap peserta didik memiliki keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan berusaha menaklukkan lingkungannya. Motivasi belajar tidak bisa di lepaskan dari keinginannya untuk menunjukkan kemampuan dan penguasaannya kepada yang lain. Karena itu di perlukan: (1) keterampilan mengevaluasi diri, (2) nilai tugas bagi peserta didik, (3) harapan untuk sukses, (4) patokan keberhasilan, (5) kontrol belajar, dan (6) penguatan diri utnuk mencapai tujuan. 
e.        Motivasi kebutuhan
       Manusia memiliki kebutuhan yang bersifat hirarkis, yaitu yang meliputi kebutuhan fisiologis, keamanan, dicintai dan diakui kelompoknya, harga diri dan prestasi, serta aktualisasi diri (Muhaimin, 2001: 139).

7.     Cara Menumbuhkan Motivasi
Beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi adalah melalui cara mengajar yang bervariasi, misalnya  penggalangan informasi, memberikan stimulus baru, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik, memberi kesempatan peserta didik untuk menyalurkan keinginan belajarnya, menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian peserta didik, seperti gambar, foto, diagram, dan sebagainya. Secara umum peserta didik akan terangsang untuk belajar (terlibat aktif dalam pengajaran) apabila ia melihat bahwa situasi pengajaran cenderung memuaskan dirinya sesuai dengan kebutuhannya.
Memang, seorang individu akan terdorong melakukan sesuatu bila merasakan ada kebutuhan. Kebutuhan ini yang menimbulkan ketidak seimbangan, rasa ketegangan yang menuntut kepuasan supaya kembali pada keadaan keseimbangan (balancing). Ketidak seimbangan disebabkan rasa tidak puas (dissatisfaction): dissatisfaction in on assaetial element in motivation. Dan bila kebutuhan itu telah terpenuhi dan terpuaskan aktivitas  menjadi kurang atau lenyap (misalnya, bila  lisensi telah diperoleh) sampai muncul lagi kebutuhan-kebutuhan baru, misalnya lisensi atau kedudukan yang lebih tinggi.
Kebutuhan seseorang selalu berubah selama hidupnya. Sesuatu yang menarik dan diinginkannya pada suatu waktu, tidak akan lagi diacuhkannya pada waktu lain. Karena itu motif-motif (segala daya yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu) harus dipandang sebagai sesuatu yang dinamis.
Clifford T. Morgan (dalam Ahmad Rohani, 2004:12) memandang  bahwa anak (individu) memilih kebutuhan:
  1. Untuk berbuat sesuatu demi kegiatan itu sendiri; activity in it self is a pleasure;
  2. Untuk menyenangkan hati orang lain;
  3. Untuk berprestasi atau mencapai hasil (to achieve);
  4. Untuk mengatasi kesulitan. Sikap anak terhadap kesulitan banyak tergantung pada sikap lingkungannya.
Ada dua kemungkinan bagi peserta didik yang motivasi keterlibatannya dalam aktivitas pengajaran/belajar yaitu:
  1. Karena motivasi yang timbul dari dalam dirinya sendiri.
  2. Karena motivasi yang timbul dari luar dirinya (Ahmad Rohani, 2004:13).
Kebutuhan keterlibatan dalam pengajaran/belajar mendorong timbulnya motivasi dari dalam dirinya (motivasi intrinsik atau endogen), sedangkan stimulasi dari guru atau dari lingkungan belajar mendorong timbulnya motivasi dari luar (motivasi ekstrinsik-eksogen). Pada motivasi intrinsik, peserta didik belajar, karena belajar itu  sendiri (menambah pengetahuan, ketrampilan, dan sebagainya).  Pada motivasi ekstrinsik, peserta didik belajar bukan karena dapat memberikan makna baginya, melainkan karena yang baik, hadiah penghargaan, atau menghindari hukuman/ celaan. Tujuan yang ingin dicapai terletak di luar perbuatan belajar itu. Maka pujian terhadap seorang peserta didik yang menunjukkan prestasi didik yang menunjukkan prestasi belajar merupakan salah satu upaya menumbuhkan motivasi dari luar peserta didik.
S. Nasution (dalam Ahmad Rohani, 2004:13) mengatakan bahwa motif atau penyebab peserta didik belajar ada dua hal:
  1. Ia belajar karena didorong oleh keinginan untuk mengetahuinya. Dalam belajar terkandung tujuan untuk menambah pengetahuan; Intrinsic motivation are inherent in the learning situations and meet pupil needs and purpose.
  2. Ia belajar supaya mendapat angka yang baik, naik kelas, mendapat ijazah, tidak terkandung dalam perbuatan belajar. The goal is artificially introduced.  Tujuan itu bukan sesuatu yang wajar dalam kegiatan.
Motivasi ekstrinsik sangat berkaitan erat dengan konsep reinforcement  atau penguatan. Ada dua macam reinforcement.
  1. Reinforcement positif ; sesuatu yang memperkuat hubungan stimulus respon atau sesuatu yang dapat memperbesar kemungkinan timbulnya sesuatu respon.
  2. Reinforcement negatif ; sesuatu yang dapat memperlemah timbulnya respon atau memperkecil kemungkinan hubungan stimulus-respon (Ahmad Rohani, 2004:13-14).
Dan reinforcement itu sendiri erat hubungannya dengan hadiah, hukuman, dan sebagainya. Untuk memperbesar peranan peserta didik dalam aktivitas pengajaran/belajar, maka reinforcement (penguatan) yang diberikan dari seorang guru sangat diperlukan. Dan individu akan terus berupaya meningkatkan prestasinya, jika ia memperoleh motivasi dari luar yang berupa reinforcement positif (Ahmad Rohani, 2004:14).

F.     Tinjauan tentang Prestasi Belajar Siswa
Output pendidikan adalah hasil belajar (prestasi belajar) yang merefleksikan seberapa efektif proses belajar mengajar diselenggarakan. Artinya, prestasi belajar ditentukan oleh tingkat efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Prestasi belajar ditunjukkan oleh peningkatan kemampuan dasar dan kemampuan fungsional. Kemampuan dasar meliputi daya pikir, daya kalbu, dan daya raga yang diperlukan oleh siswa untuk terjun di masyarakat dan untuk mengembangkan dirinya. Daya pikir terdiri dari daya pikir deduktif, induktif, ilmiah, kritis, kreatif, eksploratif, diskoveri, nalar, lateral, dan berpikir sistem. Daya kalbu terdiri dari daya spiritual, emosional, moral, rasa kasih sayang, kesopanan, toleransi, kejujuran dan kebersihan, disiplin diri, harga diri, tanggungjawab, keberanian moral, kerajian, komitmen, estetika, dan etika. Daya raga meliputi kesehatan, kestaminaan, ketahanan, dan keterampilan (olah raga, keterampilan kejuruan, dan kesenian). Kemampuan fungsional antara lain meliputi kemampuan memanfaatkan teknologi dalam kehidupan, kemampuan mengelola sumberdaya (sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya yaitu uang, bahan, alat, bekal, dsb.), kemampuan kerjasama, kemampuan mamanfaatkan informasi, kemampuan menggunakan sistem dalam kehidupan, kemampuan berwirausaha, kemampuan kejuruan, kemampuan menjaga harmoni dengan lingkungan, kemampuan mengembangkan karir, dan kemampuan menyatukan bangsa berdasarkan Pancasila.
1.     Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama sesorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataan, untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan dan optimisme dirilah yang dapat membantu untuk mencapainya. Oleh karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu harus dengan jalan keuletan kerja (Syaiful Bahri Djamarah, 1994: 19-20).
 Menurut Poerwadarminta (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 1994: 20) bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Sedangkan Nasrun Harahap dan kawan-kawan (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 1994: 21) memberikan batasan, bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.
Dari beberapa pengertian prestasi yang dikemukakan para ahli di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama, yakni hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu dapat difahami, bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun kelompok dalam bidang kegiatan tertentu (Syaiful Bahri Djamarah, 1994:21).
Sedangkan mengenai pengertian belajar para ahli berbeda pendapat dalam memberikan definisi. Hal ini disebabkan karena adanya sudut pandang yang berbeda antara ahli dengan ahli yang lain, lagipula dasar-dasar yang dijadikan percobaan berbeda-beda sehingga hasilnya pun tidak persis sama.
  1. Menurut Morgan yang telah dikutip oleh Ngalim Purwanto (2000:84) dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengatakan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi dari hasil latihan pengalaman.
  2. H.M.Arifin (1978: 172)  mengatakan :
Belajar adalah sesuatu proses rangkaian kegiatan respon yang terjadi dalam sesuatu rangkaian belajar mengajar yang berakhir pada terjadinya perubahan tingkah laku, baik jasmaniah maupun rohaniah akibat dari pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh.

  1. Belajar menurut pendapat ahli psikologi antara lain:
1)     Skinner berpendapat, belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
2)     Chaplen berpendapat, belajar dibatasi oleh dua macam rumusan, yaitu:
(a)   Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.
(b)  Belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
3)     Hintzman berpendapat, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat memperoleh tingkah laku organisme tersebut.
4)     Witting mengatakan belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam / keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman (Muhibin Syah, 2003  : 90).
Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Hasil dari aktivitas belajar terjadilah perubahan dalam diri individu. Dengan demikian, belajar dikatakan berhasil bila telah terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya, bila tidak terjadi perubahan dalam diri individu, maka belajar dikatakan tidak berhasil (Syaiful Bahri Djamarah, 1994:21)
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat difahami mengenai makna kata “prestasi” dan “belajar”. Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas. Sedangkan belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang mengakibatkan Prestasi belajar adalah kata majemuk yang terdiri atas “prestasi” dan “belajar”. “Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)” (Poerwadarminta, 1987: 768).
Menurut Mas’ud Hasan Abdul Qohar (1983: 56) prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.
Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa yang dilakukan melalui tes prestasi hasil belajar yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa untuk menerapkan tingkat prestasi atau tingkat keberhasilan siswa terhadap suatu bahasan (Usman, 1999:9).
 Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam bentuk nilai atau skor yang merupakan penilaian pengetahuan dan pengalaman terhadap ilmu yang dipelajari. Hasil belajar tiap anak tentulah tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya, ada yang tinggi, sedang dan ada yang rendah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang pada garis besarnya dapat datang dari dalam dan dari luar yang sedang belajar. Dan prestasi belajar yang dicapai antara yang satu dengan yang lainnya tentu tidak sama, karena kemampuan dan kesempatan setiap orang adalah berbeda.
Prestasi belajar yang gemilang diperoleh seseorang sehingga dia menjadi nomor satu mengalahkan kawan-kawannya, dan juga bisa dicapai karena banyak faktor yang mendorong atau mendukung serta menunjang, sebagai contoh, usaha yang sungguh-sungguh tanpa kenal putus asa, maksudnya adalah tidak mudah merasa cepat puas dengan apa yang diperoleh tetapi terus memacu diri untuk selalu meningkatkan prestasinya.
Prestasi belajar yang sedang adalah banyak ditemui, dalam suatu kelas. Maksudnya dari sekian banyak siswa, prestasi belajar yang sedang menduduki posisi yang lebih banyak dibandingkan dengan yang berprestasi tinggi maupun kurang. Bisa banyak faktor yang mendukung seseorang untuk belajar dengan baik tetapi hasil yang dicapai biasa-biasa saja, maka bisa dikatakan itulah hasil kemampuan dan kecakapan yang dimiliki seseorang.
Prestasi belajar yang rendah, yang dicapai oleh seseorang sehingga tampak punya kekurangan dibanding dengan teman-temannya yang lain. Hal itu disebabkan oleh banyak faktor yang tidak menunjang karena kemalasan, keretakan rumah tangga orang tua, kondisi fisik yang lemah, tidak adanya kesempatan dan waktu belajar dengan baik dan lain sebagainya. 
 
2.     Faktor – faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang sangat komplek dan rumit, maksudnya semua orang mempunyai cara-cara tersendiri dalam melakukan belajar. Belajar juga sebagai proses yang aktif yang memerlukan dorongan dan bimbingan agar tercapainya tujuan yang dikehendaki yaitu berupa prestasi belajar.
Sebagaimana diketahui bahwa prestasi antara orang satu dengan orang lain sangat berbeda-beda walaupun semangat belajarnya sama. Hal ini disebabkan karena prestasi belajar itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Sehubungan dengan hal ini Slameto (2003:54) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian:
a). Faktor Interen
Yaitu faktor yang berasal dari individu, dalam arti hal ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu faktor jasmani, psikologi dan faktor kelelahan.
b). Faktor Ekstern
                 Yaitu faktor di luar individu, dalam hal ini dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.
Adapun macam-macam faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut:
a.     Faktor dari dalam yang bersifat jasmani
1)     Faktor Kesehatan
Kondisi fisik si anak pada umumnya melatar belakangi hasil akhir dari pada aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat, segar dan kuat berpengaruh baik terhadap prestasi belajar. Demikian juga sebaliknya apabila kondisi fisik kurang sehat atau mengalami gangguan akan mempengaruhi proses belajar yang mengakibatkan prestasi belajarnya kurang memuaskan. Oleh karena itu, agar siswa dapat belajar dengan baik untuk mencapai prestasi yang terbaik maka siswa harus memperhatikan kesehatan badannya dan mentaati aturan tentang waktunya jam belajar, istirahat, olahraga dan rekreasi secara baik dan teratur.
2)     Cacat Tubuh
Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga akan terganggu, dan prestasinya pun juga akan ikut terganggu (Slameto, 2003: 55).
b.     Faktor dari dalam yang bersifat psikologis
Dalam kaitannya dengan faktor psikologis ini ada enam faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, yaitu:
1)     Intelegensi
Menurut William Stren (dalam Purwanto, 1984:54), yang dimaksud dengan intelegensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat yang sesuai dengan tujuannya.
Dengan demikian maka intelegensi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, pengaruh ini dapat dilihat pada anak yang intelegensinya rendah maka prestasinya akan rendah. Namun demikian siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi tidak menjamin mutlak bahwa prestasinya akan tinggi, sebab siswa yang intelegensinya normal atau sedang bisa berhasil dengan baik dalam belajarnya selama ia belajar dengan baik, artinya menerapkan metode belajar dengan baik dan tercipta kondisi yang positif dari lingkungannya.
Intelegensi ini dikatakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap prestasi belajar karena mempunyai tiga aspek kemampuan yaitu:
a)     Kemampuan untuk menghasilkan hubungan-hubungan abstrak
b)     Kemampuan memanfaatkan pendidikan verbal dan teknik
c)     Kemampuan verbal dan kemampuan individu untuk bekerja dengan angka
d)       Kemampuan spesifik yang dapat disamakan dengan sel-sel struktur intelek (Slameto, 2003 :130).
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa dengan intelegensi, siswa dapat mengkaji, memahami dan menginterpretasikan pelajaran yang diterima dari guru mereka.
2)     Perhatian
Menurut Ghazali (dalam Slameto, 2003 :56) perhatian adalah aspek yang penting dalam proses belajar. Perhatian merupakan “keaktifan siswa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan obyek.
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak suka lagi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya (Slameto, 2003: 56).

3)     Minat
Minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat sangat erat hubungannya dengan perasaan individu, obyek, aktivitas dan situasi. Jadi jelaslah bahwa minat mempelajari sesuatu, maka hasil yang diharapkan lebih baik dari seseorang yang tidak berminat dalam mempelajari sesuatu tersebut. (Slameto, 2003: 57).
4)     Bakat
Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Dari uraian tersebut jelaslah bahwa bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan siswa belajar di sekolah yang sesuai dengan bakatnya (Slameto, 2003: 57-58).
5)     Motivasi
Menurut MC. Donald (dalam Sardiman A.M, 2005:73), definisi tentang motivasi sebagai berikut: “Sebagai perubahan energi dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Jadi, motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak/pendorongnya (Slameto, 2003: 58).
Orang yang termotivasi, membuat reaksi-reaksi yang mengarahkan dirinya kepada usaha untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh penambahan tenaga dalam dirinya. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan, sehingga kemungkinan sukses belajarnya lebih besar orang yang mempunyai motivasi daripada orang yang tidak mempunyai motivasi atau dorongan. Orang yang memiliki motivasi akan memiliki ciri-ciri giat berusaha, tampak gigih, tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalahnya. Sebaliknya orang yang motivasinya rendah akan bersikap acuh tak acuh, mudah putus asa, tidak menaruh perhatian pada pelajaran dan tidak memperdulikan prestasi belajarnya.
6)     Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Misalnya anak dengan kakinya sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari-jarinya sudah siap untuk menulis, dan lain-lain (Slameto, 2003: 58).
7)     Kesiapan
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik (Slameto, 2003: 59).
c.      Faktor dari dalam yang bersifat kelelahan
Kelelahan pada diri manusia dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani yang terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh, sehingga akan menyebabkan lemahnya fisik dan kecenderungan suka tidur. Sedangkan kelelahan kedua adalah kelelahan rohani, yang dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan. Hal ini terjadi karena jiwa terus menerus memikirkan sesuatu yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi sesuatu tanpa ada variasi, dan mengerjakan sesuatu yang dipaksakan. Kedua macam kelelahan ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar (Slameto, 2003: 59).
d.     Faktor dari luar yang berasal dari keluarga
Keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang mempunyai pengaruh terhadap prestasi siswa. Karena lingkungan keluargalah yang pertama-tama membentuk kepribadian siswa, apakah keluarga akan memberikan pengaruh positif atau negatif. Pengaruh ini terlihat dari cara orang tua mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, perhatian keluarga dan sebagainya (Slameto, 2003: 60).
e.     Faktor dari luar yang berasal dari sekolah
Untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik, maka faktor selanjutnya yang mempengaruhi adalah faktor sekolah. Siswa akan mempunyai prestasi yang baik apabila sekolah yang ditempati menggunakan metode belajar yang baik, kurikulum yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, adanya hubungan yang harmonis antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, terwujudnya disiplin sekolah, lengkapnya alat-alat belajar, serta tersedianya sarana dan prasarana untuk belajar (Slameto, 2003: 64).
f.      Faktor dari luar yang berasal dari masyarakat
Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa di tengah-tengah masyarakat, faktor dari masyarakat ini antara lain tentang kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat, yang semuanya mempengaruhi belajar siswa (Slameto, 2003: 69-70).

3.     Cara Menentukan Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan gambaran dari suatu tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Banyak faktor yang turut mempengaruhi sekaligus menentukan keberhasilan dalam belajar ini, yang antara lain telah dijelaskan di atas.
Guru yang sering memberikan latihan-latihan dalam rangka pemahaman materi akan menghasilkan siswa yang lebih baik bila dibandingkan dengan guru yang hanya sekedar menjelaskan dan tidak memberi tindak lanjut secara kontinyu. Dengan kata lain, prestasi belajar siswa sangat ditentukan oleh cara mengajar guru yang akan menciptakan kebiasaan belajar pada siswa (http:google/artikelmotivasi.com).
Berkaitan dengan prestasi belajar ada tiga tujuan penelitian dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a.      Pengambilan keputusan tentang hasil belajar.
b.     Pemahaman tentang peserta didik.
c.      Perbaikan dalam pengembangan program pengajaran (Sudirman A. Tabrani Rusyam Zainal Arifin, 1991:242).
Pengambilan keputusan tentang hasil belajar ini merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan oleh guru untuk menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar siswa. Di samping itu penilaian terhadap prestasi belajar siswa juga untuk memahami dan mengetahui tentang siap dan bagaimana peserta didik itu. Pemahaman tentang peserta didik ini untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan yang dimilikinya, agar mempermudah dan membantu guru dalam mengembangkan program pengajaran yang harus diberikan.
Sedangkan untuk menentukan nilai akhir dan mengukur prestasi belajar siswa, maka perlu evaluasi yang bisa berupa tes formatif maupun tes sumatif. Akan tetapi sebelum melakukan evaluasi perlu disusun standar penilaian terlebih dahulu untuk menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar siswa dengan harapan mendapat data sebagai bahan informasi guna mempermudah dalam melaksanakan evaluasi terhadap kegiatan pengajaran.
Oleh karena itu, dengan adanya evaluasi atau tes tersebut maka akan diketahui sejauh mana kemajuan siswa setelah menyelesaikan suatu aktivitas dan juga untuk memotivasi siswa agar lebih giat belajarnya atau dengan kata lain siswa akan mengetahui prestasi belajarnya dalam kurun waktu yang tertentu.

BAB III

METODE PENELITIAN



A.    Desain dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), dengan jenis kolaboratif partisipatoris.
 Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang bertujuan meningkatkan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, yang pada dasarnya melekat pada terlaksananya misi profesional pendidikan yang diemban guru.
Sedangkan jenis penelitian kolaboratif yaitu partisipasi antara guru-siswa dan mungkin asisten atau teknisi yang terkait membantu proses pembelajaran. Hal ini didasarkan pada adanya tujuan yang sama yang ingin dicapai (FX. Soedarsono, 2001: 3).
Dalam penelitian tindakan ini, peneliti melakukan suatu tindakan/intervensi, yang secara khusus diamati terus-menerus, dilihat plus-minusnya, kemudian diadakan pengubahan terkontrol sampai pada upaya maksimal dalam bentuk tindakan yang paling tepat (Suharsimi Arikunto, 2002:2).
Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah (Depdikbud, 1999: 1).
Secara singkat Classroom Action Research didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara profesional (Suyanto, 1996/1997: 4).
Hopkins (1993: 44) dalam Rochiati Wiriaatmaja (2005: 11) mengartikan penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inquiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.
Rapoport (1970) dalam Hopkins (1993) yang dikutip Rochiati Wiriaatmaja (2005: 11-12) mengartikan penelitian tindakan kelas untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dengan kerjasama dalam kerangka etika yang disepakati bersama.
Sedangkan menurut T. Raka Joni (1998) dalam FX. Soedarsono (2001: 2) penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta untuk memperbaiki kondisi-kondisi di mana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan.
Secara ringkas, penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu (Rochiati Wiriaatmaja, 2005: 13).
PTK memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan jenis penelitian yang lain. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.     Masalah penelitian diangkat dari permasalahan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi guru.
2.     Ada tidakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas.
3.     Ada perbedaan keadaan sebelum dilakukan PTK dan sesudah dilakukan tindakan-tindakan.
4.     Guru berperan sebagai peneliti, sedangkan peran pihak luar adalah kecil, atau guru sebagai  partner penelitian lain, misalnya dosen PGSD. Dalam hal yang disebutkan terakhir ini, PTK dilaksanakan secara kolaboratif (Kasihani, dkk, 1997: 4).
Sejalan dengan itu, Suyanto (1996/1997: 5-6) juga menyatakan bahwa karakteristik penting dari penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) adalah bahwasanya problema yang diangkat untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas (PTK) harus selalu berangkat dari persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru, dan karakteristik khas dari penelitian tindakan kelas (PTK) adalah adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas.
Sedangkan FX. Soedarsono (2001: 3-4) menyebutkan karakteristik dari PTK adalah:
1.     Situasional, artinya berkaitan langsung dengan permasalahan konkret yang dihadapi guru dan siswa.
2.     Kontekstual, artinya upaya pemecahan yang berupa model dan prosedur tindakan tidak lepas dari konteksnya, mungkin konteks budaya, sosial politik, dan ekonomi di mana proses pembelajaran berlangsung.
3.     Kolaboratif, partisipasi antara guru-siswa dan mungkin asisten atau teknisi yang terkait membantu proses pembelajaran. Hal ini didasarkan pada adanya tujuan yang sama yang ingin dicapai.
4.     Self-reflective dan self-evaluative. Pelaksana, pelaku tindakan, serta objek yang dikenai tindakan melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap hasil atau kemajuan yang dicapai. Modifikasi perubahan yang dilakukan didasarkan pada hasil refleksi dan evaluasi yang mereka lakukan.
5.     Fleksibel, dalam arti pemberian sedikit kelonggaran dalam pelaksanaan tanpa melanggar kaidah metodologi ilmiah. Misalnya, tidak perlu adanya prosedur sampling, alat pengumpul data yang lebih bersifat informal, sekalipun dimungkinkan dipakainya instrumen formal sebagaimana dalam penelitian eksperimental.
Ada dua tujuan utama yang dapat dicapai dalam penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu:
1.     Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik sebagai upaya pemecahan masalah.
2.     Menemukan model dan prosedur tindakan yang memberikan jaminan terhadap upaya pemecahan masalah yang mirip atau sama, dengan melakukan modifikasi dan penyesuaian seperlunya (FX. Soedarsono, 2001: 5).
Borg (1986) dalam Suyanto (1996/1997: 8) menyebutkan secara eksplisit bahwa tujuan utama dalam penelitian tindakan ialah pengembangan keterampilan guru berdasarkan pada persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru di kelasnya sendiri.
Manfaat dari penelitian tindakan kelas (PTK) yang terkait dengan komponen pembelajaran antara lain adalah:
1.     Dalam aspek inovasi pembelajaran, penelitian tindakan kelas (PTK) mampu melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelasnya.
2.     Dalam aspek pengembangan kurikulum, penelitian tindakan kelas (PTK) dapat membantu guru secara efektif  untuk mengembangkan kurikulum, karena guru kelas juga harus bertanggung jawab terhadap pengembangan kurikulum dalam level sekolah atau kelas.
3.     Dari aspek profesionalisme guru, penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu media yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas, dan kemudian meningkatkannya menuju ke arah perbaikan-perbaikan secara profesional, karena guru yang profesional tentu tidak enggan melakukan perubahan-perubahan dalam praktek pembelajarannya sesuai dengan kondisi kelasnya (Suyanto, 1996/1997: 9-10).
Rancangan atau desain penelitian tindakan kelas merupakan suatu rencana penelitian yang amat berbeda dari rancangan jenis penelitian yang lain. Dapat dikatakan bahwa rancangan PTK merupakan pengembangan dan atau penggabungan dari unsur-unsur tertentu dari berbagai jenis rancangan penelitian. Sebagaimana diketahui rancangan PTK mengandung ulangan dari serangkaian langkah yang dapat dirumuskan sebagai [R=T=O=E/R]1----[R=T=O=E/R]2---dst., di mana R adalah rencana, T adalah tindakan, O adalah observasi atau pengamatan, dan E/R adalah evaluasi/refleksi. Keempat langkah esensial PTK tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, dan harus ada dalam setiap PTK. Beberapa hal yang membedakan rancangan PTK dari rancangan-rancangan penelitian ‘formal-konvensional’ di antaranya adalah:
1.     Bertolak dari kebutuhan untuk meningkatkan kinerja dan hasilguna praktek pembelajaran di kelas.
2.     Adanya unsur T (tindakan) yang tidak ada pada jenis penelitian lain.
3.     Adanya pengulangan langkah-langkah penelitian (spiral of action) untuk mencapai tujuan penelitian secara tuntas.
4.     Kelenturan inner design atau micro design, yaitu ketakterbatasan pilihan rancangan impelementasi perlakuan atau tindakan, teknik pengumpulan data, dan analisis data.
5.     Kemungkinan perubahan macro design pada tahap manapun untuk meningkatkan dayaguna dan hasil guna penelitian
Dengan rancangan dasar yang memiliki sifat-sifat seperti di atas diharapkan PTK benar-benar dapat memberikan jawaban bagi permasalahan aktual yang dihadapi para guru di dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas (Kasihani, dkk, 1997: 5).
Dalam Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) atau PTK, desain dapat digambarkan sebagai berikut:


 








Gambar (I) Alur Kerja PTK (FX. Soedarsono, 2001: 18).
Pada gambar 1 di atas, pada tahap awal, peneliti melakukan penjajagan (assessment) untuk menentukan masalah hakiki yang dirasakan terhadap apa yang telah dilaksanakan selama ini. Pada tahap ini peneliti dapat menimbang dan mengidentifikasi masalah-masalah dalam praktek pembelajaran (memfokuskan masalah) kemudian melakukan analisis dan merumuskan masalah yang layak untuk penelitian tindakan. Pada tahap kedua, berdasarkan masalah yang dipilih, disusun rencana berupa skenario tindakan atau aksi untuk melakukan perbaikan, peningkatan dan atau perubahan ke arah yang lebih baik dari praktek pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai hasil yang optimal atau memuaskan. Pada tahap ketiga, dilakukan implementasi rencana atau skenario tindakan. Peneliti bersama-sama kolaborator atau partisipan (misalnya guru, peneliti yang lain, serta siswa) melaksanakan kegiatan sebagaimana yang ditulis dalam skenario. Pemantauan atau monitoring dilakukan segera setelah kegiatan dimulai (on going process monitoring). Rekaman semua kejadian dan perubahan yang terjadi perlu dilakukan dengan berbagai alat dan cara, sesuai dengan kondisi dan situasi kelas. Pada tahap keempat, berdasarkan hasil monitoring dilakukan analisis data yang dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk mengadakan evaluasi apakah tujuan yang dirumuskan telah tercapai. Jika belum memuaskan maka dilakukan revisi atau modifikasi dan perencanaan ulang untuk memperbaiki tindakan pada siklus sebelumnya. Proses daur ulang akan selesai jika peneliti merasa puas terhadap hasil dari tindakan yang dilakukan sesuai rencananya (FX. Soedarsono, 2001: 19).
Menurut model Kemmis & McTaggart, prinsip pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) mencakup empat langkah, yaitu:
1.     Merumuskan masalah dan merencanakan tindakan.
2.     Melaksanakan tindakan dan pengamatan/monitoring.
3.     Refleksi hasil pengamatan.
4.     Perubahan/revisi perencanaan untuk pengembangan selanjutnya (Depdikbud, 1999: 5).
Secara sederhana, prinsip pelaksanaan penelitian tindakan kelas menurut model Kemmis & McTaggart dilaksanakan berupa proses pengkajian berdaur yang terdiri dari empat (4) tahap dapat digambarkan sebagai berikut:


 







Gambar (2) Model Kemmis dan McTaggart (Depdikbud, 1999: 21).
Apabila dicermati, model yang dikemukakan oleh Kemmis & McTaggart pada hakekatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus pada kesempatan ini ialah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Pada gambar di atas tampak bahwa di dalamnya terdiri dari dua perangkat komponen yang dapat dikatakan sebagai dua siklus. Untuk pelaksanaan sesungguhnya jumlah siklus sangat bergantung pada permasalahan yang perlu dipecahkan. Apabila permasalahan terkait dengan materi dan tujuan pembelajaran dengan sendirinya jumlah siklus untuk setiap mata pelajaran tidak hanya terdiri dari dua siklus, tetapi jauh lebih banyak dari itu, barangkali lima atau enam siklus (Depdikbud, 1999: 21-22).
Jika model Kemmis dan Taggart tersebut diikuti, maka peneliti pada tahap pertama menyusun rencana skenario tentang apa yang telah dilakukan, dan perilaku apa yang diharapkan terjadi pada siswa sebagai reaksi atas tindakan yang akan dilakukan, dalam hal ini pengaplikasian pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dengan teknik Learning Community pada bidang studi PAI dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN Ketawanggede 1 Malang. Di dalam skenario tersebut disebutkan pula fasilitas yang diperlukan, sarana pendukung proses pembelajaran, alat, serta cara merekam perilaku selama proses berlangsung.
Pada tahap kedua, peneliti melaksanakan rencana tindakan sesuai skenario. Terkait dengan penelitian tindakan kelas  yang dilakukan oleh peneliti, maka rencana tindakan meliputi: perencanaan satuan pelajaran dan strategi pembelajaran, tes pengecekan kemampuan awal siswa, panduan evaluasi, panduan instrumen penelitian, pembentukan kelompok-kelompok  kecil yang didasarkan pada latar belakang akademi serta pedoman observasi.
Pelaksanaan tindakan meliputi pelaksanaan rencana yang telah disiapkan. Tindakan yang dilakukan adalah dengan teknik Learning Community yang terdiri dari penyajian materi dan belajar kelompok. Pada saat proses berlangsung, peneliti mengamati atau mengobservasi perubahan perilaku yang diduga sebagai reaksi atau tanggapan terhadap tindakan yang diberikan. Peneliti dalam hal ini harus mengamati dengan cermat perubahan perilaku sesuai situasi kelas.
Tahap ketiga dalam alur daur tersebut adalah monitoring/pemantauan. Pada tahap monitoring, yang dilakukan adalah mengobservasi proses pembelajaran dengan menggunakan alat check list observasi, observasi dilakukan pada motivasi dan prestasi belajar siswa. Observasi dilakukan oleh peneliti sendiri dengan membuat catatan (fieldnote) yang didasarkan pada pedoman observasi.
Tahap keempat adalah refleksi. Dengan refleksi ini peneliti dapat melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukannya. Hasil observasi dianalisis dan dipergunakan untuk evaluasi terhadap prosedur, proses, serta hasil tindakan. Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui apakah yang terjadi sesuai dengan rancangan skenario, apakah tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan prosedur, apakah prosesnya seperti yang dibayangkan dalam skenario, dan apakah hasilnya sudah memuaskan sebagaimana diharapkan. Jika ternyata belum memuaskan, maka perlu ada perancangan ulang yang diperbaiki, dimodifikasi, dan jika perlu, disusun skenario baru jika sama sekali tidak memuaskan. Dengan skenario yang telah diperbaiki tersebut dilakukan siklus atau daur berikutnya (FX. Soedarsono, 2001: 21-22).
Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan tersebut terkait dengan alur kerja PTK di atas dan dapat digambarkan sebagai berikut:

B.    Kehadiran Peneliti di Lapangan
Kehadiran peneliti di lapangan sebagai instrumen kunci penelitian mutlak diperlukan karena terkait dengan desain penelitian yang dipilih adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu dengan pendekatan kualitatif jenis kolaboratif-partisipatoris.
Selama penelitian tindakan ini dilakukan, peneliti bertindak sebagai observer, pengumpul data, penganalisis data, dan sekaligus pelopor hasil penelitian. Dalam penelitian ini, kedudukan peneliti adalah sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan akhirnya pelapor hasil penelitian (Moleong, 1989:95).
 
C.    Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IVa yang bertempat di SDN Ketawanggede 1 Malang. Penentuan SDN Ketawanggede 1 Malang sebagai tempat lokasi penelitian ini karena SDN Ketawanggede 1 Malang tersebut merupakan salah satu sekolah yang dekat dengan tempat tinggal (kost) peneliti, sehingga memudahkan di dalam pelaksanaan penelitian.
Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian akan disesuaikan dengan jam pelajaran PAI pada kelas yang digunakan sebagai obyek penelitian.

D.    Sumber Data dan Jenis Data
Terkait dengan penelitian ini yang akan dijadikan sebagai sumber data adalah siswa-siswi kelas IVa SDN Ketawanggede 1 Malang, dimana siswa-siswi tersebut tidak hanya diperlukan sebagai obyek yang dikenai tindakan, tetapi juga aktif dalam kegiatan yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik penelitian tindakan kelas yaitu a collaborative effort and or participatives (FX. Suedarsono, 2001: 2).
Data penelitian ini mencakup:
1.  Skor tes siswa dalam mengerjakan soal yang diberikan (pre test), hasil diskusi pada saat pelajaran berlangsung dan hasil tes yang dilakukan pada setiap akhir tindakan (post test).
2.   Hasil lembar observasi perilaku aktivitas siswa.
3.     Hasil observasi dan catatan lapangan yang berkaitan dengan aktivitas siswa pada pembelajaran PAI berlangsung.
Data penelitian ini berupa hasil pengamatan, kumpulan, pencatatan lapangan, dan dokumentasi dari setiap tindakan perbaikan penggunaan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dengan teknik Learning Community pada bidang studi PAI dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN Ketawanggede 1 Malang. Data yang diperoleh dari penelitian tindakan ini ada yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif diperoleh dari: (1) dokumentasi, (2) observasi, (3) interview, sedangkan data yang bersifat kuantitatif berasal dari evaluasi, pre test dan post tes
 
E.    Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini kehadiran peneliti di lapangan menjadi syarat utama, peneliti mengumpulkan data-data dalam latar alamiah, dimana peneliti bertindak sebagai instrumen kunci. Selain itu, peneliti juga berperan sebagai perencana dan pelaksana tindakan yang terlibat langsung dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas, pengumpul dan penganalisis data dan pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitian. Pencari tahu alamiah dalam pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul data. Instrumen pendukung lainnya adalah pedoman observasi dan hasil belajar (Margono, 2000: 38).

F.     Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa metode yang antara lain sebagai berikut:
a.     Metode Observasi
Metode observasi dapat diartikan sebagai pencatatan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki (Sutrisno Hadi, 2004: 151).
Dalam penelitian kualitatif, observasi (pengamatan) dimanfaatkan sebesar-besarnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2000: 125-126), yaitu: pertama, pengamatan didasarkan atas pengalaman secara langsung, kedua, pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya, ketiga, dapat mencatat peristiwa yang langsung, keempat, sering terjadi keraguan pada peneliti, kelima, memungkinkan peneliti memahami situasi-situasi yang rumit, dan keenam,  dalam kasus tertentu pengamatan lebih banyak manfaatnya.
Adapun jenis observasi yang peneliti gunakan adalah:
1)     Observasi Partisipatif              
Cara ini digunakan agar data yang diinginkan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh peneliti. Suatu observasi disebut observasi partisipan jika orang yang mengadakan observasi (disebut observer) turut ambil bagian dalam perikehidupan orang atau orang-orang yang diobservasi (disebut observees). Kata partisipan mempunyai arti yang penuh jika observer betul-betul turut partisipasi, bukan hanya berpura-pura. Observasi dengan partisipasi pura-pura disebut quasi participant observation. Jika unsur partisipasi sama sekali tidak terdapat di dalamnya maka observasi itu disebut nonparticipant observation (Sutrisno Hadi, 2004: 158).
Selain peneliti ikut ikut berpartisipasi dalam observasi, peneliti juga sekaligus sebagai fasilitator. Sehingga peneliti juga turut mengarahkan siswa yang diteliti untuk melaksanakan tindakan yang mengarah pada data yang diinginkan oleh peneliti.
Dengan menggunakan metode ini, penulis mengamati secara langsung terhadap obyek yang diselidiki. Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data tentang keadaan lokasi penelitian, kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa-siswa dan lain-lain.
2)     Observasi Aktivitas Kelas
Observasi aktivitas kelas merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya dalam pembelajaran, sehingga peneliti memperoleh gambaran suasana kelas dan peneliti dapat melihat secara langsung tingkah laku siswa, kerja sama, serta komunikasi di antara siswa dalam kelompok.

b.     Pengukuran test hasil belajar.
Pengukuran tes hasil belajar ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa. Tes tersebut juga sebagai salah satu rangkaian kegiatan dalam penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community.
Tes yang dimaksud meliputi tes awal/tes pengetahuan pra syarat, yang akan digunakan untuk mengetahui penguasaan konsep materi pelajaran sebelum pemberian tindakan. Selanjutnya tes pengetahuan pra syarat tersebut juga akan dijadikan acuan tambahan dalam mengelompokkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar, di samping menggunakan nilai rapor selanjutnya skor tes awal ini juga akan dijadikan sebagai skor awal bagi penentuan poin perkembangan individu siswa.
Selain tes awal juga dilakukan tes pada setiap akhir tindakan, hasil tes ini akan digunakan untuk mengetahui tingkat motivasi siswa terhadap materi pelajaran PAI melalui aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community.

c.      Metode Dokumenter
Metode dokumenter adalah metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan, transkrip, buku-buku, surat kabar, majalah, notulen, raport leger, agenda dan sebagainya (Hadi, 1991: 193).
Peneliti menggunakan metode ini untuk mengetahui sejarah berdirinya SDN Ketawanggede 1 Malang, absensi kelas untuk mengetahui data siswa yang mengikuti pembelajaran PAI dengan teknik Learning Community.

G.   Analisis Data
Data yang diperoleh dari tindakan yang dilakukan dianalisis untuk memastikan bahwa dengan mengaplikasikan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Data yang bersifat kualitatif yang terdiri dari hasil observasi dan dokumentasi dianalisis secara kualitatif. Menurut FX. Soedarsono (2001: 26), jika yang dikumpulkan berupa data kualitatif, maka analisis dilakukan secara kualitatif pula. Proses tersebut dilakukan melalui tahap: menyederhanakan, mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi (mengaitkan gejala) secara sistematis dan logis, serta membuat abstraksi atas kesimpulan makna hasil analisis.
Menurut Milles dan Hubberman (1992: 16) teknik analisis data terdiri dari tiga tahap pokok, yaitu reduksi data, paparan data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data merupakan proses pemilihan data yang relevan, penting, bermakna, dan data yang tidak berguna untuk menjelaskan tentang apa yang menjadi sasaran analisis. Langkah yang dilakukan adalah menyederhanakan dengan membuat jalan fokus, klasifikasi dan abstraksi data kasar menjadi data yang bermakna untuk dianalisis. Data yang telah direduksi selanjutnya disajikan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk paparan data yang memungkinkan untuk ditarik kesimpulan. Akhir dari kegiatan analisis adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan merupakan intisari dari analisis yang memberikan pernyataan tentang dampak dari penelitian tindakan kelas (FX. Soedarsono, 2001: 26).
Sedangkan data yang dikumpulkan berupa angka atau data kuantitatif, cukup dengan menggunakan  analisis deskriptif dan sajian visual. Sajian tersebut untuk menggambarkan bahwa dengan tindakan yang dilakukan dapat menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan, dan atau perubahan ke arah yang lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan sebelumnya (FX. Soedarsono, 2001: 25).
Untuk mengetahui perubahan hasil tindakan, jenis data yang bersifat kuntitatif yang didapatkan dari hasil evaluasi dianalisis menggunakan rumus:
           Post rate – Base rate
P =                                            x 100 %
                    Base rate

Keterangan:
P                      = Presentase Peningkatan
Post rate          = Nilai rata-rata sesudah tindakan
Base rate         = Nilai rata-rata sebelum tindakan (Gugus, 1999/2000).

H.    Pengecekan Keabsahan Data
Untuk pengecekan keabsahan data dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah cara pengecekan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu di luar data sebagai pembanding (Moleong, 1991: 178) misalnya konsultasi dengan guru wali kelas IVa, guru mata pelajaran, dan pengurus kurikulum.
Teknik trianngulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan sumber lainnya. Adapun pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan triangulasi sumber, yaitu yang berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi (Moleong, 1989: 178).
Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
I.      Tahapan Penelitian
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan. Tahap penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart, berupa suatu siklus spiral yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi yang membentuk siklus demi siklus sampai tuntas penelitian.
Tahapan penelitian mengacu pada Kemmis dan McTaggart
Observasi
 
Rencana Tindakan
 
d.     Populasi



Gambar (3) Alur Penelitian Tindakan Kelas (Hartatiek, dkk, 2002:12)
a.     Rencana Tindakan
Sebagai langkah awal penelitian, diperlukan berbagai macam perencanaan yaitu:
1)     Diskusi dengan guru pamong untuk memilih kelas yang akan diteliti.
2)     Diskusi dengan guru mata pelajaran, Dosen Pembimbing Lapangan serta beberapa teman sejawat tentang metode yang digunakan yaitu teknik Learning Community.
3)     Guru mata pelajaran membantu peneliti dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.
4)     Membuat perencanaan pembelajaran meliputi perencanaan satuan pelajaran dan analisis program diklat normatif adaptif.
5)     Menyusun materi yang akan disampaikan.
6)     Membentuk kelompok dengan pengelompokan heterogenitas berdasarkan latar belakang akademis dan kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti, serta kemampuan akademis.
7)     Membuat alat observasi, untuk mengetahui tingkat motivasi dan prestasi belajar siswa.
8)     Menyiapkan media.
9)     Menyusun langkah-langkah pembelajaran yang logis dan sistematis.
10) Menyusun alat evaluasi berupa tes kelompok dan tes individu.

b.     Pelaksanaan Tindakan
1)     Pendahuluan
a)     Sikap siswa siap memulai pelajaran lalu mengucapkan salam.
b)     Proses pembelajaran dimulai dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek .
c)     Guru memberikan motivasi, seperti memancing emosional murid melalui beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
d)     Pada awal pembelajaran dilakukan pembahasan tentang rencana pembelajaran dan mendiskusikan tentang topik pelajaran yang dikaitkan dengan kontek kehidupan siswa sehari-hari.
2)   Kegiataan inti
a)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing terdiri empat atau lima anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
b)     Guru membagikan satu buah gambar yang berkaitan dengan materi pada hari itu kepada setiap kelompok.
c)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.
(1)  Mengilustrasikan gambar yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
(2)  Saling membantu menguasai bahan ajar atau materi yang diberi oleh guru melalui sharing  antar sesama anggota kelompok
(3)  Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
(4)  Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
(5)  Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
(6)  Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
(7)  Melakukan sharing antar kelompok.
d)     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
e)     Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.
3)     Refleksi
(1)  Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
(2)  Guru memberikan kesempatan siswa untuk mengungkapkan pengalaamn spiritual siswa terkait dengan topik pelajaran.
(3)  Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
4)     Penilaian
Data kemajuan motivasi dan prestasi siswa diperoleh melalui:
a)     Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok.
b)     Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan.
c)     Antusias siswa dalam KBM
d)     Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi
e)     Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f)      Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar yang berkaitan dengan materi hari itu dalam kondisi riil di kehidupan sehari-hari.

c.      Observasi
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan pengambilan data berupa hasil pengamatan dan hasil belajar siswa. Hasil pengamatan dicatat pada lembar pengamatan. Hal-hal yang dicatat antara lain: (1) tingkat motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, (2) hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai hasil pre test dan nilai pos test.

d.     Evaluasi/Refleksi
Tahap evaluasi/refleksi sejajar tetapi tidak tepat sama dengan tahap analisis data dalam penelitian formal. Dikatakan sejajar karena pada tahap ini tim peneliti mencermati, membermaknakan dan mengevaluasi keseluruhan informasi yang dikumpulkan dalam tahap observasi. Di dalam penelitian tindakan kelas evaluasi/refleksi dilakukan secara kontinyu sejalan dengan kemajuan penerapan tindakan, menggunakan berbagai metode yang dipandang paling tepat yang dapat diubah setiap saat, dan umumnya ditujukan untuk mengembangkan rekomendasi-rekomendasi untuk perencanaan siklus penelitian berikutnya.
Di dalam tahap evaluasi/refleksi ini peneliti dapat menganalisis dampak tindakan dan hasil implementasi suatu tahap penelitian dengan acuan grand theory atau temuan-temuan dari penelitian yang lain.   
Data hasil pengamatan observasi dan hasil belajar siswa, digunakan untuk menyusun refleksi. Refleksi merupakan kegiatan sintesis analisis, integrasi, interpretasi, dan eksplanasi terhadap semua informasi yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan.
 
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN

Uraian berikut ini adalah salah satu upaya untuk mendeskripsikan keberadaan lokasi penelitian dan mendeskripsikan hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Dari beberapa hal di atas tersebut, nantinya kita akan mengetahui apakah metode pengajaran dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Penelitian mulai dilaksanakan pada tanggal 05 Desember 2005 sampai 7 Januari 2006 selama delapan kali pertemuan, yaitu pertemuan pertama pada tanggal 12  Desember 2005, dan pertemuan terakhir tanggal 04 Januari 2006.  
A.    Latar Belakang Obyek Penelitian
  1. Sejarah Singkat Berdirinya SDN Ketawanggede I Malang
Pada saat itu di wilayah Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru Kota Malang merupakan daerah persawahan yang penduduknya bermata pencaharian bertani. SDN Ketawanggede I dibangun atas swadaya masyarakat Ketawanggede, dengan tujuan generasi Ketawanggede dapat menempuh pendidikan dasar dengan baik di tempat yang dekat. Karena pada waktu itu program Keluarga Berencana (KB) belum dikatakan berhasil, sehingga penduduk Ketawanggede I tidak dapat menampung siswa yang lebih dari 200 siswa. Oleh karena itu, pemerintah bersama masyarakat membangun SDN Ketawanggede II berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 1975. Dari tahun ke tahun pendidikan masyarakat Ketawanggede semakin tinggi, dan kesadaran akan Keluarga Berencana (KB) sudah nampak. Terbukti mulai tahun 1998 jumlah siswa baik di SDN Ketawanggede I maupun SDN Ketawanggede II mulai menurun, sehingga diadakan penggabungan antara SDN Ketawanggede I dengan SDN Ketawanggede II. 

  1. Lokasi SDN Ketawanggede 1 Malang
SDN Ketawanggede I Malang terletak di  Jl. Kerto Pamuji No. 62, Kelurahan Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Kabupaten Malang. Secara rinci letak geografis SDN Ketawanggede I Malang adalah:
Sebelah Barat             : Jl. Kerto Raharjo
Sebelah Timur                        : Jl. Watu Mujur
Sebelah Utara             : Jl. Kerto Sentono
Sebelah Selatan          : Jl. Kerto Laksono

  1. Sarana yang ada di SDN Ketawanggede 1 Malang
No
Jenis Ruangan
Jumlah
1.
Ruangan Kelas
7
2.
Ruangan Kepala Sekolah
1
3.
Ruangan Guru
1
4.
Ruangan Perpustakaan
1
5.
Ruangan Laboratorium
1
6.
Ruangan UKS
1
7.
Ruangan Serba Guna
1
8.
Ruangan Olahraga
1
9.
Musholla
1
10.
Kantin
1
11.
Kakus/WC
4
12.
Ruangan Dapur
1
13.
Gudang
1
14.
Rumah Dinas Kepala Sekolah
1
15.
Rumah Dinas Guru
4

Jumlah
27

  1. Data Guru dan Karyawan Tahun 2005/2006 di  SDN Ketawanggede 1 Malang
Data guru dan karyawan adalah data tentang guru-guru dan karyawan yang ada di SDN Ketawanggede 1 Malang. Adapun data tersebut sebagaimana terlampir pada lampiran 4.

  1. Data Jumlah Siswa Tahun 2005/2006 di  SDN Ketawanggede 1 Malang
Kelas
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
17
21
38
2
17
15
32
3
11
26
37
4.a
6
18
24
4.b
11
10
21
5
16
24
40
6
12
12
24
Jumlah
90
126
216

  1. Struktur Organisasi SDN Ketawanggede 1 Malang
Struktur organisasi adalah susunan kepengurusan yang terdapat pada sebuah organisasi, baik itu organisasi sekolah ataupun yang lainnya. Adapun struktur organisasi yang terdapat di SDN Ketawanggede 1 Malang adalah sebagaimana yang terdapat pada lampiran 2.

  1. Denah Lokasi SDN Ketawanggede 1 Malang
Denah merupakan gambaran letak suatu daerah atau tempat. Adapun denah SDN Ketawanggede 1 Malang adalah sebagaimana terlampir pada lampiran 3.

B.    Paparan Data Sebelum Tindakan
1.     Observasi
Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mengadakan pertemuan pada hari senin tanggal 05 Desember 2005 dengan kepala sekolah dan guru PAI SDN Ketawanggede I Malang. Dalam pertemuan itu peneliti menyampaikan tujuan untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. Kepala sekolah dan waka kurikulum serta guru PAI memberikan izin pelaksanaan penelitian. Kemudian peneliti dan guru PAI berdiskusi mengenai rencana penelitian yang akan dilaksanakan, dan disepakati bahwa kelas IVa yang dijadikan sumber data penelitian. Dengan pertimbangan bahwa kelas IVa termasuk kelas yang mempunyai kemampuan yang heterogen dan juga merupakan kelas yang baik dalam disiplin dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa yang diamanatkan oleh setiap guru.
Sebenarnya peneliti mengharapkan kelas V yang akan menjadi sumber data penelitian, akan tetapi dari pihak sekolah memutuskan kelas IVa yang menjadi sumber data penelitian dengan alasan kelas V termasuk kelas yang lumayan kurang dalam disiplin, susah diatur dan terkenal dengan kenakalannya.
Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti terlebih dahulu berdiskusi dengan wali kelas IVa, peneliti meminta data tentang kelas IVa, yaitu data tentang kemampuan belajar siswa, sebagai tolak ukur dalam pengelompokan belajar dengan tekni Learning Community yang akan dilaksanakan di kelas IVa.

2.     Pre Test
Sebelum tindakan dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti mengadakan pre tes. Pre tes dilaksanakan  pada hari Rabu tanggal 07 Desember 2005 dengan menggunakan pembelajaran tradisional, yaitu dengan metode ceramah.

3.     Hasil Pre Test
Pada pelaksanaan pre test, siswa terlihat kurang antusias terhadap pelajaran, mereka terlihat kurang dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik. Hal itu diketahui dari kurangnya rasa ingin tahu mereka terhadap materi yang akan diberikan. Kebanyakan dari mereka kelihatannya jenuh terhadap pelajaran. Karena motivasi siswa terhadap pelajaran kurang, maka prestasi belajar mereka juga kurang maksimal. Dari hasil evaluasi pada saat pre test, didapatkan rata-rata kelas sebesar 6,60.

C.    Siklus I
1.     Rencana Tindakan Siklus  I
Pada rencana tindakan siklus pertama peneliti menerapkan pembelajaran kontekstual dengan teknik learning community, dengan model pembelajaran ini peneliti berusaha untuk membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan peribadinya, sosialnya dan budayanya. Siklus I dilaksanakan sebanyak tiga (3) kali pertemuan. Sebelum siklus pertama dilaksanakan peneliti melakukan beberapa tahap persiapaan, antara lain:
a.      Membuat perencanaan pembelajaran
b.     Membagi materi Kisah Rasul-Rasul Allah menjadi tiga bagian:
1)     Kisah Nabi Ibrahim a.s.
a)     Nabi Ibrahim a.s. mencari Tuhan
b)     Nabi Ibrahim a.s. menghancurkan Berhala
c)     Nabi Ibrahim a.s. dibakar
2)     Kisah Nabi Ismail a.s.
a)     Nabi Ismail a.s. disembelih
b)     Mata air Zam-Zam
3)     Kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Membangun Ka¢bah. 
c.      Membagi siswa yang berjumlah 24 orang menjadi enam kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan empat orang dengan memperhatikan kriteria nilai atau prestasi anak di dalam kelas.
d.     Mempersiapkan instrumen penelitian yang digunakan untuk meneliti peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa.
e.      Membuat langkah-langkah pembelajaran pada siklus I meliputi:
1)     Pendahuluan (10 menit)
a)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
b)     Sikap siswa siap memulai pelajaran.
c)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dengan materi yang akan disampaikan.
d)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu.
2)     Kegiatan Inti (70 menit)
a)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
b)     Guru membagikan gambar yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan saat itu kepada setiap kelompok.
c)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
(1)  Mengilustrasikan gambar yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
(2)  Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
(3)  Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
(4)  Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
(5)  Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
(6)  Melakukan sharing antar kelompok.
d)     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
3)     Penutup pembelajaran (refleksi pengalaman belajar 10 menit)
a)   Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
b)   Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan materi saat itu.
c)   Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

2.     Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 12 Desember 2005. Pada pertemuan pertama peneliti terlebih dahulu melakukan pre-test. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang silabus. Pada siklus pertama diadakan tiga kali pertemuan yaitu pada tanggal 12, 14 dan 19 Desember 2005. Pembelajarannya berlangsung selama 2 X 45 menit untuk setiap pertemuan. Adapun langkah-langkah pembelajaraan sebagaimana yang telah direncanakan dalam rencana penelitian yaitu sebagai berikut:
Pada pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 2005 dengan skenario yang telah ditetapkan dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.     Pendahuluan
1)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2)     Sikap siswa siap memulai pelajaran.
3)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang kisah Nabi Ibrahim a.s.
b.     Kegiatan Inti
1)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)     Guru membagikan satu buah gambar tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. kepada setiap kelompok.
3)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
a)     Mengilustrasikan gambar tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
b)     Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
c)     Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
d)     Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
e)     Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)      Melakukan sharing antar kelompok.
4.     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
c.      Penutup/Refleksi
1)     Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)     Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan kisah Nabi Ibrahim a.s seperti beriman kepada Nabi dan Rasul, mencontoh keteladanan Nabi dan Rasul.
3)     Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, seperti ta'at pada perintah agama, sabar dalam menerima coba'an, dst.
Sedangkan pengambilan nilai dalam pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.      Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
b.     Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.      Antusias siswa dalam KBM.
d.     Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.      Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f.      Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dalam kondisi riil di kehidupan sehari-hari.
Kemudian pada pertemuan kedua, dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2005 dengan pelaksanaan skenario yang diterapkan dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.     Pendahuluan
1)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2)     Sikap siswa siap memulai pelajaran.
3)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang kisah Nabi Ismail a.s.
b.     Kegiatan Inti
1)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)     Guru membagikan satu buah gambar tentang kisah Nabi Ismail a.s. kepada setiap kelompok.
3)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
a)     Mengilustrasikan gambar tentang kisah Nabi Ismail a.s. yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
b)     Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
c)     Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
d)     Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
e)     Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)      Melakukan sharing antar kelompok.
4.     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
c.      Penutup/Refleksi
1)    Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)    Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan kisah Nabi Ismail a.s.
3)    Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, seperti taat pada perintah agama, sabar dalam menerima cobaan, rela berkorban, dan seterusnya.
Sedangkan pengambilan nilai dalam pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.      Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
b.     Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.      Antusias siswa dalam KBM.
d.     Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.      Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f.      Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar tentang kisah Nabi Ismail a.s. dalam kondisi riil di kehidupan sehari-hari.
Kemudian pada pertemuan ketiga, dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2005 dengan pelaksanaan skenario yang diterapkan dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.     Pendahuluan
1)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2)     Sikap siswa siap memulai pelajaran.
3)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. membangun Ka'bah.
b.     Kegiatan Inti
1)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)     Guru membagikan satu buah gambar tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dan putranya Nabi Ismail a.s. membangun Ka'bah kepada setiap kelompok.
3)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
a)     Mengilustrasikan gambar tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
b)     Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
c)     Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
d)     Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
e)     Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)      Melakukan sharing antar kelompok.
4)     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
c.      Penutup/Refleksi
1)     Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)     Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s.
3)     Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, seperti taat pada perintah agama, sabar dalam menerima cobaan, rela berkorban, dan seterusnya..
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.      Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok .
b.     Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.      Antusias siswa dalam KBM.
d.     Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.      Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f.      Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s.membangun Ka'bah dalam kondisi riil di kehidupan sehari-hari.

3.     Observasi Siklus I
Pada siklus I ini, selama pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan teknik Learning Community, terlihat bahwasanya para siswa mulai antusias dan merespon positif. Mulai adanya peningkatan motivasi belajar dibandingkan pada saat pre test. Hal ini terlihat dari aktivitas bertanya siswa yang pada saat pre test mereka masih malu-malu dan takut salah, pada siklus I ini mereka sudah mulai berani bertanya meskipun bobot pertanyaannya mereka masih belum mencapai seperti yang diharapkan. Pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, para siswa tampak gembira dan senang, hal ini dapat dilihat dari roman muka mereka yang tampak memancarkan semangat dan antusias untuk belajar meskipun masih ada beberapa siswa yang belum terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti.
Selama pelaksanaan pembelajaran, peneliti bertindak sebagai guru sekaligus sebagai observer yang mencatat lembar pengamatan pada pedoman observasi. Hasil pengamatan pada tahap pendahuluan, terdapat peningkatan motivasi, hal ini dikarenakan siswa merasa mendapatkan penyegaran dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga mereka berusaha memusatkan perhatian selama pembelajaran berlangsung. Akan tetapi, memasuki kegiatan penjelasan materi secara global, aktivitas siswa dalam mengajukan pertanyaan masih kurang. Hal ini dikarenakan siswa masih belum terbiasa untuk mengajukan pertanyaan. Sebaliknya, mereka lebih suka menjawab pertanyaan.
Memasuki tahap kegiatan inti, peneliti membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya). Kemudian peneliti memberi tugas kepada masing-masing kelompok untuk saling membantu dalam menguasai bahan ajar, yaitu memahami kisah Rasul-Rasul Allah. Dalam pembelajaran ini, peneliti melatih siswa untuk bekerjasama dengan teman dalam kelompok.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa motivasi belajar siswa masih belum seperti yang diharapkan atau bisa dikatakan masih rendah. Ini dapat dilihat dari lembar observasi siswa yang menunjukkan bahwa aktivitas kerjasama siswa belum mencapai apa yang diharapkan. Kegiatan kelompok ini masih didominasi oleh para siswa yang aktif, sedangkan mereka yang pasif cenderung mengikuti hasil yang telah dikerjakan kelompok. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan individual pada masing-masing siswa. Mereka yang aktif adalah mayoritas yang memiliki prestasi di kelas, dan mereka yang pasif adalah yang berprestasi kurang atau sedang dan mereka cenderung kurang percaya diri pada kemampuannya.
Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa terhadap materi PAI, peneliti memberi tugas mengilustrsikan gambar yang berkaitan dengan Kisah Rasul-Rasul Allah dengan dibatasi waktu sekitar 30 menit, sehingga siswa termotivasi untuk berlomba menyelesaikan tugas yang cepat dan tepat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dengan tugas seperti ini siswa cukup termotivasi untuk mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Seluruh siswa cukup antusias dan tertarik untuk berlomba menyelesaikan tugas. Bahkan prestasi mereka juga mulai bertambah, hal ini terlihat dari hasil belajar mereka yang menunjukkan peningkatan.
Pada akhir pembelajaran, siswa diberikan evaluasi berupa kuis. Pertanyaan-pertanyaan untuk setiap kelompok telah peneliti persiapkan dalam lembaran. Mereka berlomba menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan dari materi yang telah dipelajari. Tidak terlihat dari wajah mereka rasa jenuh atau putus asa, bahkan mereka terlihat menikmati setiap pertanyaan-pertanyaan yang peneliti berikan. Dalam hal ini peneliti ingin melihat seberapa motivasi dan prestasi belajar yang dimiliki siswa antar anggota kelompok.
Indikator peningkatan motivasi belajar siswa tercermin dalam semangat, antusias dan rasa ingin tahu siswa dalam KBM. Sedangkan indikator peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari hasil belajar siswa. 
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan terdapat sedikit peningkatan motivvasi siswa yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 20 meningkat menjadi 24 atau sekitar 20 %.
Dan peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 6,60 meningkat menjadi 6,84 atau sekitar 4 %.

4.     Refleksi Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI. Pada waktu pertama kali pertemuan dengan diadakan pembelajaran dengan teknik Learning Community para siswa masih bingung dan merasa canggung, apalagi pada waktu mengerjakan soal awal yaitu mengilustrasikan gambar tentang Nabi Ibrahim a.s. para siswa masih ada yang tidak senang dengan teman kelompoknya, dengan demikian tugas yang dikerjakan secara kelompok masih satu atau dua orang saja yang mengerjakan karena mereka tidak senang dengan teman kelompoknya. Apalagi pada waktu guru memberikan tugas untuk mengaitkan ilustrasi gambar dengan kehidupan sehari-hari mereka kelihatan bingung dan berusaha tidak menerimanya, dan akhirnya dengan pengarahan guru mereka dapat menerimanya. Learning Community merupakan belajar yang berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator, peran guru dalam Learning Community sangatlah sederhana.
            Kembali pada tujuan peneliti menerapkan pendidikan dengan pendekatan kontekstual dengan teknik Learning Community adalah untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap materi PAI melalui pembelajaran yang melibatkn siswa secara aktif, maka peneliti menyimpulkan bahwa pada siklus I ini penerapan pendidikan dengan teknik Learning Community, mampu menunjukkan peningkatan motivasi, namun hasil yang dapat diperoleh sangat minim sekali.  Hal ini dapat dilihat dari:
a.      Kegiatan diskusi kelompok kurang bisa membawa siswa untuk aktif berbicara mengemukakan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan,
b.     Sebagian siswa mengandalkan kemampuan menjawab pertanyaan guru bukan pada kemampuan menyikapi atau memecahkan persoalan, sehingga motivasi belajar siswa adalah untuk mempelajari materi secara keseluruhan (sebatas materi/bahan ajar) bukan untuk mensinkronkan materi dengan kehidupan nyata,
c.      Motivasi belajar siswa terhadap materi PAI hanya dimiliki mereka yang sebagian besar memiliki prestasi di kelas, sedangkan mereka yang berprestasi rendah/kurang cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan siswa dalam proses belajar yang dialami sebelumnya.
            Berdasarkan hasil analisis dan refliksi dari siklus I, maka peneliti akan melanjutkan pembelajaran pada siklus II dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:


a.      Guru lebih banyak memberikan dorongan tentang manfaat materi pelajaran yang dipelajari, terutama pada kelompok yang pasif dan kurang bersemangat dalam proses pembelajaran.
b.     Memotivasi siswa agar lebih berani mengungkapkan gagasannya.
c.      Memberi pengertian akan pentingnya kerjasama dalam kelompok.
d.     Pada pembelajaran tindakan sebaiknya dominasi guru agak dikurangi sehingga proses belajar mengajar lebih tampak proses belajar yang berpusat pada siswa sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa pada bidang studi MPAI.
e.      Memacu siswa untuk lebih banyak membaca buku, baik di perpustakaan atau buku pendukung lainnya.

D.    Siklus II
1.     Rencana Tindakan Siklus  II
Pada rencana tindakan siklus II peneliti tetap menerapkan teknik learning community pada mata pelajaran pendidikan agama Islam, dengan model pembelajaran ini diharapkan dapat lebih membantu untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.
Menindak lanjuti hasil analisis dan refleksi pada siklus I, maka peneliti berupaya untuk melakukan improvisasi pada proses pembelajaran, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Siswa dibiasakan dengan teknik Learning Community sehingga diharapkan dapat mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
b.     Memaksimaklan kerjasama dan komunikasi kelompok.
Sebelum siklus II dilaksanakan peneliti melakukan beberapa tahap persiapaan, antara lain:
a.      Membuat perencanaan pembelajaran
b.     Membagi siswa menjadi enam kelompok
c.      Membagi materi ketentuan shalat menjadi tiga bagian:
1)     Rukun-rukun shalat
2)     Sunah-sunah shalat
a)     Sunah shalat berupa bacaan
b)     Sunah shalat berupa perbuatan
3)     Syarat sah shalat serta yang membatalkannya.
d.     Mempersiapkan instrumen penelitian yang digunakan untuk meneliti peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa.
e.      Membuat langkah-langkah pembelajaran pada siklus II meliputi:
1)     Membuka pelajaran (pendahuluan 10 menit)
a)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
b)     Sikap siswa siap memulai pelajaran.
c)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
d)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu.
2)     Pengembangan pembelajaran (70 menit)
a)     Guru membagi murid menjadi enam (6) kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
b)     Guru membagikan gambar yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan saat itu kepada setiap kelompok.
c)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
(1)  Mengilustrasikan gambar yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
(2)  Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
(3)  Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
(4)  Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
(5)  Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
(6)  Melakukan sharing antar kelompok.
d)     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
e)     Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.
3)     Penutup pembelajaran (refleksi pengalaman belajar 10 menit)
a)     Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
b)     Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan materi saat itu.
c)     Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

2.     Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Sebagaimana dalam siklus I, pelaksanaan siklus II diadakan tiga kali pertemuan, yaitu tanggal 21, 26, dan 28 Desember 2005. Pembelajarannya berlangsung selama 2 X 45 menit untuk setiap pertemuan. pada pelaksanaan siklus II ini, langkah-langkah pembelajaran dilakukan sebagaimana skenario pembelajaran yang terdapat dalam rencana pembelajaran yaitu sebagai berikut:
Pada pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 21 Desember 2005 dengan skenario yang telah diterapkan dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.     Pendahuluan
1)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2)     Sikap siswa siap memulai pelajaran.
3)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang rukun-rukun shalat.
b.     Kegiatan Inti
1)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)     Guru membagikan gambar yang berkaitan dengan shalat kepada setiap kelompok.
3)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
a)     Mengilustrasikan gambar yang berkaitan dengan shalat yang telah dibagikan kepada setiap kelompok.
b)     Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
c)     Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
d)     Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
e)     Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)      Melakukan sharing antar kelompok.
4)     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
5)     Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.
c.      Penutup/Refleksi
1)     Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)     Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan rukun-rukun shalat.
3)     Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, seperti melaksanakan shalat lima waktu sesuai dengan rukun-rukun shalat yang telah ditentukan.
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.      Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok .
b.     Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.      Antusias siswa dalam KBM.
d.     Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.      Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f.      Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dan dalam kondisi riil di kehidupan sehari-hari.
Kemudian pada pertemuan kedua, dilaksanakan pada tanggal 26 Desember 2005 dengan pelaksanaan skenario yang diterapkan dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.     Pendahuluan
1)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2)     Sikap siswa siap memulai pelajaran
3)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang sunah-sunah shalat.
b.     Kegiatan Inti
1)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)     Guru membagikan gambar tentang gerakan-gerakan sunah shalat beserta bacaannya kepada setiap kelompok.
3)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
a)     Mengilustrasikan gambar tentang gerakan-gerakan sunah shalat beserta bacaannya yang telah dibagikan kepada setiap kelompok.
b)     Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
c)     Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
d)     Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
e)     Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)      Melakukan sharing antar kelompok.
4)     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
5)     Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.
c.      Penutup/Refleksi
1)     Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)     Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan sunah-sunah shalat.
3)     Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, seperti melaksanakan shalat lima waktu sesuai dengan rukun dan sunah shalat yang telah ditentukan.
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.      Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok .
b.     Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.      Antusias siswa dalam KBM.
d.     Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.      Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f.      Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar.
Kemudian pada pertemuan ketiga, dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2005 dengan pelaksanaan skenario yang ditetapkan dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.     Pendahuluan
1)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2)     Sikap siswa siap memulai pelajaran
3)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang syarat sah dan syarat wajib shalat serta yang membatalkannya.
b.     Kegiatan Inti
1)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)     Guru membagikan gambar-gambar yang berkaitan dengan syarat sah dan syarat wajib shalat serta yang membatalkannya.
3)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
a)     Mengilustrasikan gambar-gambar yang berkaitan dengan syarat sah dan syarat wajib shalat serta yang membatalkannya, yang telah dibagikan kepada setiap kelompok.
b)     Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
c)     Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
d)     Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
e)     Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)      Melakukan sharing antar kelompok.
4)     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
5)     Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.
6)     Mengadakan praktek shalat di Mushala sekolah.
c.      Penutup/Refleksi
1)     Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)     Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan syarat sah dan syarat wajib shalat serta yang membatalkannya.
3)     Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.      Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok .
b.     Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.      Antusias siswa dalam KBM.
d.     Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.      Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f.      Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar.
g.     Kemampuan siswa dalam mempraktekkan gerakan dan bacaan shalat.

3.     Observasi Siklus II
Pada siklus II ini, hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan motivasi dan prestasi belajar yang cukup tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, siswa mulai terbiasa bertanya dan mengemukakan pendapat apabila peneliti memberikan permasalahan.
Memasuki kegiatan inti, hasil pengamatan menunjukkan siswa begitu antusias untuk berlomba mencapai hasil yang lebih baik antar sesama anggota kelompok. Ketika peneliti memberi tugas/pembagian materi pada masing-masing kelompok, siswa menerima tugas dengan senang hati dan atas anjuran peneliti mereka berusaha untuk saling membantu memahami materi yang dibebankan pada masing-masing kelompok. Sering kali peneliti mendengar pertanyaan-pertanyaan berbobot dari sesama anggota kelompok untuk mencapai hasil diskusi yang memuaskan. Sudah mulai ada komunikasi dan kerjasama yang cukup baik pada diskusi antar sesama anggota kelompok, karena masing-masing siswa sudah mulai bisa menghilangkan beban rasa malu dan takut salah dalam mengajukan pendapat. Mayoritas dari mereka sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang peneliti terapkan di kelas IVa ini. Ditambah lagi pada siklus II ini, peneliti berusaha memberikan pujian pada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih, dengan itu maka akan menjadi penyemangat bagi kelompok lain yang belum pernah mendapatkan pujian dari peneliti.
Pada akhir pembelajaran, peneliti mencoba mengadakan praktek gerakan-gerakan dan bacaan-bacaan shalat, mayoritas mereka dapat melaksanakan dengan baik. Mereka dapat membedakan antara rukun dan sunah-sunah shalat. Mereka juga hafal bacaan-bacaan dalam shalat, baik yang wajib maupun yang sunnah. Mereka terlihat sangat antusias dan gembira melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh peneliti. Pada saat salah satu siswa mempraktekkan shalat di depan, yang lainnya memperhatikan dengan cermat dan serius.
Indikator peningkatan motivasi belajar siswa tercermin dalam bertambahnya semangat, antusias dan rasa ingin tahu siswa dalam KBM. Sedangkan indikator peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari peningkatan hasil belajar siswa. 
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan terdapat peningkatan motivasi yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 20 meningkat menjadi 31 atau sekitar 55%. Dan peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari rata-rata kelas yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 6,60 meningkat menjadi 7,75 atau sekitar 17%.
Sedangkan peningkatan motivasi belajar siswa antara siklus I dengan siklus II adalah pada siklus I nilai rata-rata kelas sebesar 24 meningkat menjadi 31 atau sekitar 29%, dan peningkatan prestasi belajar siswa antara siklus I dengan siklus II adalah pada siklus I nilai rata-rata kelas sebesar 6,84 meningkat menjadi 7,75 atau sekitar 13 %.

4.     Refleksi Siklus II
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini tetap sama dengan siklus I, yaitu bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI. Pada siklus II ini, siswa sudah mulai mengerti dengan model pembelajaran yang diterapkan peneliti. Bahkan mayoritas dari mereka sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang peneliti terapkan di kelas IVa ini. Pada waktu mengerjakan soal para siswa sudah mulai bisa menerima teman kelompoknya, dengan demikian tugas yang dikerjakan secara kelompok sudah mulai mereka kerjakan bersama-sama dan dengan roman muka yang kelihatan gembira.
            Kembali pada tujuan, peneliti menerapkan pendidikan dengan pendekatan kontekstual dengan teknik Learning Community adalah untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap materi PAI melalui pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, maka peneliti menyimpulkan bahwa pada siklus II ini penerapan pendidikan dengan teknik Learning Community, dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa yang cukup tinggi,  hal ini dapat dilihat dari:
a.      Kegiatan diskusi kelompok yang sudah dapat membawa siswa untuk aktif berbicara mengemukakan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan,
b.     Sebagian siswa sudah dapat mengandalkan kemampuan menyikapi atau memecahkan persoalan, untuk mensinkronkan materi dengan kehidupan nyata,
c.      Motivasi belajar siswa terhadap materi PAI dimiliki hampir semua siswa kelas IVa, jadi bukan hanya mereka yang memiliki prestasi di kelas, tetapi juga mereka yang berprestasi rendah/kurang.
d.     Hasil dari praktek shalat yang hampir semua siswa mendapatkan nilai A dan B, itu menunjukkan bahwa motivasi belajar dapat membuat mereka benar-benar memahami apa yang mereka pelajari.
            Berdasarkan hasil analisis dan refliksi dari siklus II, maka peneliti akan melanjutkan pembelajaran pada siklus III dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Guru tetap memberikan dorongan tentang manfaat materi pelajaran yang dipelajari, terutama pada kelompok yang masih pasif dan kurang bersemangat dalam proses pembelajaran.
b.     Memotivasi siswa agar lebih berani mengungkapkan gagasannya.
c.      Memberi pengertian akan pentingnya kerjasama dalam kelompok.
d.     Memacu siswa untuk lebih banyak membaca buku, baik di perpustakaan atau buku pendukung lainnya.

E.    Siklus III
1.     Rencana Tindakan Siklus  III
Berbeda dengan siklus I dan II, pada siklus III pertemuan hanya dilakukan dua (2) kali pertemuan, yaitu pada tanggal 2 dan 4 Januari 2006.  Pada rencana tindakan siklus III peneliti tetap menerapkan teknik learning community pada mata pelajaran pendidikan agama Islam, dengan model pembelajaran ini diharapkan dapat membantu untuk lebih meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Sama halnya dengan siklus sebelumnya, sebelum siklus III dilaksanakan, peneliti melakukan beberapa tahap persiapaan, antara lain:
a.      Membuat perencanaan pembelajaran
b.     Membagi siswa menjadi enam kelompok
c.      Membagi materi menjadi dua bagian
1)     Adzan
2)     Ikamah
d.     Mempersiapkan instrumen penelitian yang digunakan untuk meneliti peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa.
e.      Membuat langkah-langkah pembelajaran pada siklus III meliputi:
1)     Membuka pelajaran (pendahuluan 10 menit)
a)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
b)     Sikap siswa siap memulai pelajaran.
c)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
d)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu.
2)     Pengembangan pembelajaran (70 menit)
a)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
b)     Guru membagikan gambar yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan saat itu kepada setiap kelompok.
c)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
(1)  Mengilustrasikan gambar yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
(2)  Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
(3)  Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
(4)  Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
(5)  Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
(6)  Melakukan sharing antar kelompok.
d)     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
e)     Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.

3)     Penutup pembelajaran (refleksi pengalaman belajar 10 menit)
a)     Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
b)     Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan materi saat itu.
c)     Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

2.     Pelaksanaan Tindakan Siklus III
Pada siklus III diadakan dua kali pertemuan yaitu pada tanggal 2 dan 4 Januari 2006. Pembelajarannya berlangsung selama 2 X 45 menit untuk setiap pertemuan. Adapun langkah-langkah pembelajaraan sebagaimana yang telah direncanakan dalam rencana penelitian yaitu sebagai berikut:
Pada pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 2 Januari 2006 dengan skenario yang telah ditetapkan dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.     Pendahuluan
1)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2)     Sikap siswa siap memulai pelajaran
3)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang Azan.
b.     Kegiatan Inti
1)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)     Guru membagikan gambar-gambar yang berkaitan dengan Azan kepada setiap kelompok.
3)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
a)     Mengilustrasikan gambar-gambar yang berkaitan dengan Azan yang telah dibagikan kepada setiap kelompok.
b)     Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
c)     Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
d)     Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
e)     Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)      Melakukan sharing antar kelompok.
4)     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
5)     Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.
c.      Penutup/Refleksi
1)     Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)     Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan Azan.
3)     Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, seperti menerapkan Azan sebelum Shalat secara benar.
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.      Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok .
b.     Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.      Antusias siswa dalam KBM.
d.     Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.      Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f.      Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar.
Kemudian pada pertemuan kedua, dilaksanakan pada tanggal 4 Januari 2006 dengan pelaksanaan skenario yang diterapkan dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.     Pendahuluan
1)     Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2)     Sikap siswa siap memulai pelajaran
3)     Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)     Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang Ikamah.
b.     Kegiatan Inti
1)     Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)     Guru membagikan gambar-gambar yang berkaitan dengan Ikamah kepada setiap kelompok.
3)     Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru, yaitu:
a.      Mengilustrasikan gambar-gambar yang berkaitan dengan Ikamah, yang telah dibagikan kepada setiap kelompok.
b.     Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
c.      Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
d.     Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok  di depan kelas.
e.      Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f.      Melakukan sharing antar kelompok.
4)     Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
5)     Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.
c.      Penutup/Refleksi
1)     Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)     Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan Ikamah.
3)     Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, seperti menerapkan Ikamah setiap sebelum shalat dengan baik dan benar.
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam pelaksanaan tindakan ini tetap seperti tindakan sebelumnya, yaitu digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.      Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok .
b.     Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.      Antusias siswa dalam KBM.
d.     Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.      Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f.      Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar.

3.     Observasi Siklus III
Pada siklus III ini, hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan motivasi belajar yang cukup menggembirakan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, siswa sudah terbiasa bertanya dan mengemukakan pendapat apabila peneliti memberikan permasalahan. Dan tidak hanya motivasi belajar siswa yang mengalami peningkatan, akan tetapi prestasi atau hasil belajar mereka juga mengalami peningkatan yang begitu menggembirakan.
Pada tahap pendahuluan, kegiatan siswa cukup bagus. Hal ini dapat dilihat dari:
a.      Siswa sangat antusias mengikuti kegiatan belajar mengajar.
b.     Pada saat penjelasan materi secara global siswa juga berani mengajukan pertanyaan dan pendapat.
Memasuki kegiatan inti, ketika guru membentuk kelompok, masing-masing kelompok diberi materi untuk dipelajari dan dikuasai. Ketika peneliti memberi tugas/pembagian materi pada masing-masing kelompok, siswa menerima tugas dengan senang hati dan atas anjuran peneliti mereka berusaha untuk saling membantu memahami materi yang dibebankan pada masing-masing kelompok. Kemudian siswa mengilustrasikan materi/gambar dengan kehidupan sehari-hari. Mereka tampak bersemangat dalam mengerjakan tugas, mereka saling membantu memahami materi yang diberikan. Mereka saling melontarkan pertanyaan demi tercapainya hasil belajar yang memuasakan serta terus berdiskusi dalam waktu yang ditentukan, serta menampakkan rasa gembira dan senang selama mengikuti pembelajaran. Tidak tampak rasa letih dari roman muka mereka, bahkan ketika peneliti memberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dengan serentak para siswa berebut bertanya kepada guru.
Peneliti menangkap komunikasi dan kerjasama yang sudah sangat baik bahkan dapat dikatakan begitu dinamis dan sempurna pada diskusi antar sesama anggota kelompok, karena masing-masing siswa merasa tidak ada beban rasa malu dan takut salah dalam mengajukan pendapat. Selain itu hampir 95% dari mereka sudah sangat terbiasa dan menyatu dengan model pembelajaran yang peneliti terapkan di kelas IVa ini, bahkan mereka mengharapkan agar teknik ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran.
Indikator peningkatan motivasi belajar siswa tercermin dalam bertambahnya semangat, antusias dan rasa ingin tahu siswa dalam KBM. Sedangkan indikator peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari meningkatnya hasil belajar siswa. 
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan terdapat peningkatan motivasi yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 20 meningkat menjadi 45 atau sekitar 125%. Dan peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari nilai rata-rata kelas yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 6,60 meningkat menjadi 8,90 atau sekitar 35 %.
Sedangkan peningkatan motivasi antara siklus III dengan siklus I adalah pada siklus I nilai rata-rata kelas sebesar 24 meningkat menjadi 45 atau sekitar  87%. Dan peningkatan prestasi belajar antara siklus III dengan siklus I adalah pada siklus I nilai rata-rata kelas sebesar 6,84 meningkat menjadi 8,90 atau sekitar  30%.
Peningkatan motivasi antara siklus III dengan siklus II adalah pada siklus II nilai rata-rata kelas sebesar 31 meningkat menjadi 45 atau sekitar  45%. Dan peningkatan prestasi belajar antara siklus III dengan siklus II adalah pada siklus II nilai rata-rata kelas sebesar 7,75 meningkat menjadi 8,90 atau sekitar 15%.

4.     Refleksi Siklus III
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus III ini tetap sama dengan siklus-siklus sebelumnya yaitu bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI. Pada siklus III ini, 95 % dari siswa sudah sangat mengerti dan cocok dengan model pembelajaran yang diterapkan peneliti. Bahkan mayoritas dari mereka sudah sangat terbiasa dengan model pembelajaran yang peneliti terapkan di kelas IVa ini. Pada waktu mengerjakan soal para siswa sudah merasa nyaman berdiskusi dengan teman kelompoknya, dengan demikian tugas yang dikerjakan secara kelompok sudah mereka kerjakan bersama-sama, dan sudah tidak ada lagi dominasi dari siswa yang lebih unggul. Mereka mengerjakan tugas dengan roman muka yang gembira, dan tidak terlihat letih ataupun bermalas-malasan.
            Seperti disebutkan di atas, bahwa tujuan peneliti menerapkan pendidikan dengan pendekatan kontekstual dengan teknik Learning Community adalah untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap materi PAI melalui pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, maka peneliti menyimpulkan bahwa pada siklus III ini penerapan pendidikan dengan teknik Learning Community, dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa yang sangat menggembirakan,  hal ini dapat dilihat dari:
a.      Kegiatan diskusi kelompok yang dapat membawa semua siswa untuk aktif berbicara mengemukakan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan,
b.     Siswa sudah dapat mengandalkan kemampuan menyikapi atau memecahkan persoalan, dan mensinkronkan materi dengan kehidupan nyata.
c.      Motivasi belajar siswa terhadap materi PAI yang pada siklus I dan II hanya dimiliki sebagian siswa, sekarang sudah hampir 95% dimiliki siswa kelas IVa.

F.     Pembahasan
Dalam penelitian ini dilakukan sebanyak tiga siklus, yaitu siklus I dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan yaitu pada tanggal 12, 14 dan 19 Desember 2005, siklus II dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan yaitu pada tanggal 21, 26 dan 28 Desember 2005, dan siklus III dilaksanakan dengan dua kali pertemuan yaitu pada tanggal 2 dan 4 Januari 2006.
Pada siklus I, materi diberikan selama tiga kali pertemuan, dengan perincian pada pertemuan pertama diberikan materi tentang kisah Nabi Ibrahim a.s, yang meliputi tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. mencari tuhan, menghancurkan berhala dan Nabi Ibrahim a.s. dibakar.  Pada pertemuan kedua diberikan materi tentang kisah Nabi Ismail a.s. yang meliputi kisah Nabi Ismail a.s. disembelih, dan kisah tentang mata air Zam-zam. Pertemuan ketiga diberikan materi tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. membangun Ka'bah.
Pada siklus I ini sebelum siswa diberikan tugas-tugas kelompok, guru melakukan pembahasan materi tentang rencana pembelajaran dan mendiskusikan tentang topik pelajaran yang dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari. Hal ini diasumsikan dapat menarik perhatian siswa terhadap pelajaran yang diberikan guru sebab semakin jelas apa yang ingin dicapai guru bersama siswa semakin mudah dia dapat mencapainya dan semakin mudah pula dia dapat menyimpulkan apakah ia sudah mencapai tujuan atau belum, dan tentunya juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.
Pada siklus I ini peneliti menggunakan pembelajaran dengan teknik Learning Community dimaksudkan agar siswa  termotivasi dalam belajar materi PAI dan tentunya agar prestasi belajar siswa juga meningkat. Selain itu, metode ini memang dipandang sebagai yang paling sederhana dari pendekatan pembelajaran kontekstual.
Dengan teknik Learning Community ini, langkah pertama yang dilakukan adalah membentuk kelompok belajar menjadi enam kelompok, yang masing-masing terdiri dari empat orang anggota kelompok. Langkah kedua tiap kelompok melaksanakan tugas yang yang diberikan oleh guru yaitu saling membantu menguasai bahan ajar atau materi melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Kemudian secara bergiliran masing-masing kelompok memberikan pengalaman belajar (hasil diskusi) di depan kelas, dan memberi kesempatan pada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya. Forum tanya jawab ini dilakukan untuk membiasakan siswa agar cepat merespon segala permasalahan yang ada disekelilingnya.
Pada pertemuan pertama, siswa terlihat kurang dapat mengikuti KBM dengan baik. Hal ini dapat diketahui dari kurangnya rasa ingin tahu mereka terhadap materi yang akan diberikan serta minimnya pertanyaan yang diajukan. Mereka terlihat kebingungan dengan apa yang akan mereka pertanyakan. Akan tetapi antusias mereka terhadap tugas yang diberikan cukup baik. Hal ini ditunjukkan dari semangat dan kegembiraan mereka selama mengikuti pembelajaran.
Pada pertemuan kedua, siswa tampak mulai menunjukkan rasa ingin tahu yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari munculnya pertanyaan-pertanyaan dari siswa ketika guru membuka pertanyaan. Di awal pembelajaran siswa pun tampak bersemangat dalam mengerjakan tugas dan berusaha mengerjakannya dalam waktu yang ditentukan, meskipun hasil diskusi belum sesuai dengan yang diharapkan. Model pembelajaran sudah mulai tampak bisa diterima oleh siswa meskipun masih ada beberapa siswa yang pasif dan lamban menerimanya, namun suasana kelas sudah mulai tampak hidup dan bergairah.
Pada pertemuan ketiga, peneliti berusaha menjaga agar siswa tetap antusias dalam KBM. Pada kesempatan ini siswa diberikan materi tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dibakar. Dalam pembelajaran ini, peneliti berusaha memotivasi siswa agar bekerja sama dalam kelompok.
Secara umum hasil penelitian siklus I menunjukkan bahwa motivasi siswa dalam mengikuti KBM cukup berhasil. Hal ini dapat ditunjukkan dari mulai aktifnya siswa ketika mengikuti pelajaran dibandingkan pada saat pre test. Peneliti melihat adanya penerimaan yang positif dari siswa kelas IVa terhadap penerapan pendidikan kontekstual dengan teknik Learning Community dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap materi PAI. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil observasi yang telah dilaksanakan terdapat peningkatan motivasi yang semula nilai rata-rata dari pre test sebesar 20 pada siklus I ini meningkat menjadi 24 atau sekitar 20%. Dan peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata dari pre test sebesar 6,60 pada siklus I ini meningkat menjadi 6,84 atau sekitar 4%.
Berdasarkan data tes, observasi dan refleksi akhir maka untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa serta mengatasi masalah-masalah yang muncul pada siklus I peneliti mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1)     Memotivasi siswa agar lebih berani mengungkapkan gagasannya.
2)     Memberi pengertian akan pentingnya komunikasi dan kerjasama dalam kelompok melalui pengarahan umum di awal pelajaran berikutnya.
3)     Memotivasi siswa untuk membiasakan siswa aktif dalam segala permasalahan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
4)     Aktualisasi materi kisah Rasul-rasul Allah dalam kehidupan sehari-hari melalui mencontoh sifat dan keteladanannya.
Kemudian pada siklus II, sebagaimana dengan siklus I pada siklus ini materi juga diberikan selama tiga kali pertemuan, dengan perincian pada pertemuan pertama diberikan materi tentang ketentuan shalat, yang meliputi pengertian dan rukun-rukun shalat.  Pada pertemuan kedua diberikan materi tentang sunah-sunah shalat yang meliputi sunah-sunah yang berupa perbuatan dan sunah shalat yang berupa bacaan, pertemuan ketiga diberikan materi tentang syarat sah shalat dan yang membatalkannya.
      Seperti pada siklus I, pada siklus II ini sebelum siswa diberikan tugas-tugas kelompok, guru melakukan pembahasan materi tentang rencana pembelajaran dan mendiskusikan tentang topik pelajaran yang dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari.           Selanjutnya, pada siklus II ini peneliti tetap melanjutkan pembelajaran dengan teknik Learning Community dimaksudkan agar siswa lebih termotivasi dalam belajar materi PAI dan tentunya agar prestasi belajar siswa juga semakin meningkat.
      Ternyata, pada siklus II ini melalui pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community  siswa semakin menunjukkan rasa ingin tahu yang cukup besar. Mereka terlihat semakin antusias dalam mengikuti KBM. Merekapun sudah mulai terbiasa mengajukan pertanyaan kepada guru jika ada materi yang belum jelas. Selama kegiatan berlangsung, mereka tampak riang dan gembira. Hal ini dapat dilihat dari roman muka mereka yang tampak bersemangat selama mengikuti KBM.
      Meningkatkan motivasi dan prestasi belajar terhadap materi PAI melalui pendekatan kontekstual dengan teknik Learning Community diharapkan dapat menciptakan kondisi persaingan positif antar kelompok. Karena pada umumnya situasi persaingan akan mendorong siswa untuk berlomba mencapai tujuan dalam belajar. Siswa akan terdorong untuk belajar dengan cepat.
            Secara umum, hasil penelitian siklus II menunjukkan peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede terhadap materi PAI. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan terhadap peningkatan motivasi yang semula nilai rata-rata dari pre test sebesar 20 pada siklus II ini meningkat menjadi 31 atau sekitar 55%. Dan peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai pre test sebesar 6,60 pada siklus II ini meningkat menjadi 7,75 atau sekitar 17%.
      Berdasarkan data dari tes, observasi dan refleksi akhir maka peneliti berupaya untuk mempertahankan dan lebih meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)     Menjaga agar motivasi dan prestasi belajar siswa tetap terjaga.
2)     Untuk lebih meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap materi PAI perlu dilakukan tindakan-tindakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif melalui diskusi-diskusi kelompok dengan tetap menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik Learning Community.
Selanjutnya, pada siklus III dilaksanakan dua kali pertemuan. Dengan menggunakan teknik Learning Community seperti pada siklus sebelumnya. Mereka terlihat tidak merasa jenuh dengan teknik tersebut, bahkan mereka merasa lebih dapat mengembangkan pemikiran dan gagasannya. Pada pertemuan pertama, materi yang diberikan adalah materi tentang Adzan yang menjelaskan tentang pengertian dan lafaz-lafaz adzan. Sedangkan pada pertemuan kedua yaitu materi tentang ikamah.
Seperti halnya pada siklus sebelumnya, sebelum siswa diberikan tugas kelompok, guru melakukan pembahasan materi tentang rencana pembelajaran dan mendiskusikan tentang topik pelajaran yang dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari serta menulis tujuan yang ingin dicapai sebagai hasil belajar sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya.
Masing-masing kelompok saling membantu memahami materi, atau bahan ajar antar sesama anggota kelompok, selanjutnya secara bergilir salah satu dari anggota kelompok maju ke depan kelas untuk menjelaskan hasil diskusi kepada seluruh siswa. Pada siklus III ini, peneliti melihat adanya peningkatan motivasi dan prestasi belajar yang begitu menggembirakan. Hal ini tampak pada antusias siswa yang begitu besar selama pembelajaran. Mereka cukup bersemangat dalam mengerjakan tugas dalam waktu yang ditentukan, serta gembira dan senang selama mengikuti pembelajaran, dan juga dapat dilihat dari hasil yang mereka dapatkan dari tugas-tugas yang diberikan. Tidak tampak rasa letih dari roman muka mereka, bahkan ketika peneliti memberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dengan serentak para siswa berebut bertanya kepada guru.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan terdapat peningkatan motivasi yang semula nilai rata-rata dari pre test sebesar 20 pada siklus III ini meningkat menjadi 45 atau sekitar 125%. Dan peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata pre test sebesar 6,60 pada siklus III ini meningkat menjadi 8,90 atau sekitar 35%.
Maka secara keseluruhan, peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap materi PAI melalui pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community adalah sebagai berikut, peningkatan motivasi siklus I dengan siklus II sekitar 29%, siklus II dengan siklus III sekitar 45%, dan siklus I dengan siklus III sekitar 87%. Dan peningkatan prestasi belajar siklus I dengan siklus II sekitar 13%, siklus II dengan siklus III sekitar 15%, dan siklus I dengan siklus III sekitar 30%.
Dengan data-data hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka terbukti bahwa aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede Malang terhadap materi PAI.
Adapun pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan trianggulasi dengan sumber, yaitu yang berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
Pengecekan keabsahan data dilakukan dalam beberapa tahapan:
1.     Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2.     Hal ini penulis lakukan dengan membandingkan lembar hasil observasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap materi PAI dengan indikator keberhasilan:
1.     Siswa semakin aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2.     Siswa terlatih untuk bekerjasama dalam kelompok dan berani mengungkapkan pendapat serta menghargai pendapat orang lain.
3.     Hasil (nilai) yang mereka dapatkan lebih baik atau meningkat dari hasil yang mereka dapatkan sebelumnya.
4.     Dengan penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community siswa mendapatkan pengalaman untuk menyelesaikan masalah dengan masyarakat dan lingkungan, ini merupakan aktualisasi dari kecakapan berfikir rasional.
5.     Selama pembelajaran berlangsung siswa tampak senang dan gembira, hal ini dapat dilihat dari roman muka mereka yang selalu tampak berseri-seri dalam mengerjakan tugas.
 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1.     Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede 1 Malang terhadap materi PAI. Indikator peningkatan motivasi belajar siswa terlihat dari bertambahnya semangat dan antusias siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, tidak tampak adanya rasa malas dan letih dari roman muka siswa, mereka selalu menampakkan rasa gembira dan senang selama mengikuti pelajaran, selalu berusaha menyelesaikan tugas-tugas dalam waktu yang telah ditentukan, serta besarnya rasa ingin tahu  mereka yang diaplikasikan dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan apabila ada materi yang kurang dipahami oleh mereka. Peningkatan motivasi terlihat dari yang semula  nilai rata-rata pre test 20 meningkat menjadi 24 atau sekitar 20 % pada siklus I, pada siklus II lebih meningkat menjadi 31 atau sekitar 29 %, dan pada siklus III semakin meningkat menjadi 45 atau sekitar 45 %. Dengan meningkatnya motivasi belajar siswa, maka prestasi belajar merekapun juga meningkat, yang semula nilai rata-rata pre test 6,60 meningkat menjadi 6,84 atau sekitar 4 % pada siklus I, pada siklus II lebih meningkat lagi menjadi 7,75 atau sekitar 13 %, dan pada siklus III semakin meningkat menjadi 8,80 atau sekitar 30 %.
2.     Aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SDN ketawanggede 1 Malang adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip penerapan pembelajaran kontekstual dan teknik Learning Community secara konsisten. Prinsip kontekstual yaitu pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa, membentuk kelompok belajar yang saling tergantung, menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri, mempertimbangkan keragaman siswa, menggunakan teknik-teknik bertanya, dan menerapkan penilaian autentik. Sedangkan prinsip penerapan teknik Learning Community yaitu dengan menciptakan masyarakat belajar, yaitu belajar dalam kelompok-kelompok, hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Langkah pertama yang dilakukan adalah membentuk kelompok belajar menjadi enam kelompok, langkah kedua tiap kelompok melaksanakan tugas yang yang diberikan oleh guru yaitu saling membantu menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok, kemudian secara bergiliran masing-masing kelompok memberikan pengalaman belajar (hasil diskusi) di depan kelas, dan memberi kesempatan pada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya. Sedangkan tugas guru dalam pembelajaran ini adalah memberikan dorongan tentang manfaat materi pelajaran yang dipelajari, terutama pada kelompok yang pasif, memotivasi siswa agar lebih berani mengungkapkan gagasannya, memacu siswa agar lebih banyak membaca buku, dll.

B.    Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang membuktikan adanya hubungan yang positif antara teknik Learning Community dengan peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:
1.     Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi beberapa pihak, antara lain:
a.      Kepala Lembaga Pendidikan/Kepala Sekolah
Alangkah baiknya jika hasil penelitian ini dijadikan pedoman oleh lembaga pendidikan untuk selalu meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa, sebab untuk mencapai prestasi belajar siswa secara maksimal perlu adanya motivasi yang tinggi dari siswa itu sendiri.
b.     Bagi Guru
Evaluasi terhadap pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community  seperti yang disebutkan di atas perlu diterapkan secara berkesinambungan, agar guru senantiasa melakukan upaya-upaya perbaikan dalam tindakan pengajarannya sehingga akan terjadi peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa.

c.      Bagi Siswa
1)     Agar siswa selalu antusias dalam KBM, lebih berani mengungkapkan gagasannya, berkomunikasi dan berkerjasama dengan teman kelompoknya, membiasakan aktif dalam segala permasalahan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari,  mengaktualisasikan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, karena itu merupakan jalan untuk mendapatkan motivasi dan prestasi belajar yang lebih baik.
2)     Agar siswa lebih meningkatkan motivasi belajar, sebab terbukti bahwa siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik adalah siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi.
2.     Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan pengaruh pendidikan kontekstual dengan teknik Learning Community terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa dengan desain eksperimen yang menggunakan kelompok kontrol, sehingga dapat menghasilkan penelitian yang lebih akurat, valid dan reliable.
 
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Prasetya, Joko Tri. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
A.M, Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Anynomous. Teknik Pengajaran dan Pembelajaran, (Online) http://Members.tripod.com/Bobezani/teknik.htm, diakses 25 Desember 2005).
Arifin, H.M. 1978. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga. Jakarta: Bulan Bintang.
                          2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosuder Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Darajat, Zakiah, dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
DEPAG RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Gema Risalah Press.
DEPDIKNAS. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah edisi keempat. Malang: Universitas Negeri Malang.
                          Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Gunarso, Singgih D. 1990. Psikologi Perkembangan. Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia.
Hadi, Nur. Dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Hadi, Sutrisno. 1993. Metode Resech II.  Yogyakarta: Andi Offset.
Hamalik, Dr. Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
                                    2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamdani, A. Saepul. Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Pembelajaran PAI. Surabaya: NIZAMIA Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Hartatik, dkk, 2002. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Malang: Universitas Negeri Malang.
Kasihani, dkk. 2003. Pembelajaran Berbasis CTL. Makalah Disampaikan pada Sarasehan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL) di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.  
                             1997. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah disajikan dalam Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas dosen-dosen PGSD IKIP Malang, IKIP PGRI Malang, dan Guru SD di Kotamadya Malang tanggal 5-6 Agustus 1997. Malang: Depdikbud.
Kusrini, Siti. Motivasi Belajar. Malang: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang.                
Makmun, H. Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Masnur, dkk. 1987. Dasar-dasar interaksi Belajar Mengajar Mengajar. Malang: Jemmars.
Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia (UI – Press).
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muchith, M, Saekhan. CTL dalam PAI,  (Online), (http://googel./artikel/.com, diakses 13 Desember 2005).
Muhaimin, dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: CV Citra Media.
Muhaimin, 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhammad, Abu Bakar. 1997. Hadits Tarbawi III.  Surabaya: Karya Abditama.
Mulyasa, 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nizar, samsul M.A. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
N.K., Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwadarminta, W.J.S,  1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
                            1983. Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.
Purwanto. M. Ngalim. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Qohar, Mas’ud Hasan Abdul. 1983. Kamus Ilmu Populer. Bintang Pelajar.
Ramayulis, 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sabri, H. M. Alisut. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
Sidi, Indra Djati. 2003. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta: Paramadina dan Logos.
Slamet.  MBS, Life Skill, KBK, CTL, dan salingketerkaitannya, (Online), http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmb.htm., diakses 12 Februari 2006).
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor – faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soedarsono, FX. 2001. Aplikasi Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suardiman, Siti Partini. 1983. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Percetakan Studing.
Sudjana, Nana. 1991. Dasar-dasar Proses Balajar Mengajar.  Bandung: Sinar Baru.
Sukardi, Dewa Ketut. 1983. Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.
Suparno, 2003. “Pembelajaran Berbasis CTL Makalah Disampaikan pada Sarasehan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL) di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.    
Surachmad, Winarno. 1986. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Perss.
Suryoto, Arif. 2003. SLTP 3, Pilot Project Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual, (Online), (Jawa Tengah, Suara Merdeka: no. 0309/04. Kamis, 4 September 2003). http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/04/dar6.htm, diakses 17 November 2005).
Susilo, H, 2001. Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa. Makalah Disampaikan pada Seminar Pembelajaran dengan Filosofi Konstruktivisme, Jombang.
Suyanto. 1996/1997 Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos.
                             2003. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003. SISDIKNAS. Bandung: Citra Umbara.
Wiriaatmadja, Dr. Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
W.S. Wingkel. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Grasindo.  
Zuhairini, dkk. 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional.
                         2004. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kerjasama Bumi Aksara dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG.
                         1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kerjasama Bumi Aksara dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG.
 
APLIKASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SDN KETAWANGGEDE 1 MALANG


SKRIPSI


Oleh:

  Nama: Resna Yunanti

Nim   : 01310096p/S-1









JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG
MEI 2006


APLIKASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR
 SISWA SDN KETAWANGGEDE 1 MALANG

SKRIPSI


Diajukan Kepada:
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pdi)


Oleh:


Resna Yunanti

Nim   : 01310096p/S-1







JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG
MEI 2006

APLIKASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR
SISWA SDN KETAWANGGEDE 1 MALANG

SKRIPSI

Oleh:

Resna Yunanti

Nim: 01310096p/S-1



Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing



Imron Rossidy, M. Th, M. Ed
NIP. 150303046


Tanggal, 08 Mei 2006


Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam



Drs. M. Padil. M. Ag
NIP. 150267235


APLIKASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR
SISWA SDN KETAWANGGEDE 1 MALANG

SKRIPSI


Oleh

Resna Yunanti
NIM : 01310096p/S-1

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji
dan Dinyatakan Diterima sebagai Salah Satu Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pdi)
Tanggal : 27 April 2006


              DEWAN PENGUJI                                                 TANDA TANGAN


1. H. Imron Rossidy, M. Th, M. Ed
NIP. 150 303 046



(Ketua Penguji/Pembimbing)

2. Drs. Suaib H. Muhammad, M. Ag
NIP. 150 227 506



(Penguji Utama)

3. Dra. Hj. Sulalah, M. Ag
NIP. 150 267 279




(Sekretaris)

Mengesahkan
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang


Dr. H.M. Djunaidi Ghony
NIP. 150 042 031

MOTTO


  n?tã(#qçRur$yès? 3Ÿwur ( uqø)­G9$#urÎhŽÉ9ø9$#n?tã #qçRur$yès?ur
ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$#
 ßƒÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ

…dan tolong-menolonglah kamu dalam
 (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
 (Al-Maidah, Ayat 2).

(Al-Qur’an Depag, 1989: 157)





PERSEMBAHANKU



Dengan Segenap Jiwa dan Ketulusan Hati
Ku Persembahkan Buah Karya ini Kepada:

Allah Yang Maha Esa dan Maha Segalanya, Pencipta Alam Raya dan Yang Menguasai Seluruh Makhluk Ciptaan-Nya

Ayah dan Ibundaku Tercinta (Fakhruddin & Mariyani),
 serta Seluruh Keluargaku
yang Senantiasa Tiada Putus-putusnya untuk Mengasihiku Setulus Hati,
yang Selalu Membantu Baik Moril, Material dan Spiritual sehingga Aku Mampu Menatap dan Menyongsong Masa Depan

Semua Guru-guru dan Dosen-dosenku yang Memberikan Secercah Cahaya
Berupa Ilmu Hingga Aku Dapat Mewujudkan Harapan,
Angan dan Cita-citaku untuk Masa Depan


Maret  2006



ABSTRAK
Yunanti, Resna. 2006. Aplikasi Pembelajaran Kontekstual pada Bidang Studi Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa SDN Ketawanggede 1 Malang. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang. Pembimbing: Imron Rossidy, M. Th, M. Ed

Kata Kunci:  Pembelajaran Kontekstual, Learning Community, PAI, Motivasi,
                       Prestasi.

Pendidikan Agama Islam di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasalahan. Seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Mayoritas metode pembelajaran agama Islam yang selama ini lebih ditekankan pada hafalan, akibatnya siswa kurang memahami kegunaan dan manfaat dari apa yang telah dipelajari dalam materi PAI yang menyebabkan tidak adanya motivasi siswa untuk belajar materi PAI. Melihat kenyataan yang ada di lapangan, sebagian besar teknik dan suasana pengajaran di sekolah-sekolah yang digunakan para guru kita cenderung monoton dan membosankan. Sehingga menurunkan motivasi belajar siswa. Kondisi ini pada gilirannya berdampak pada prestasi belajar.  Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut perlu diterapkan suatu cara alternatif mempelajari PAI yang kondusif dengan suasana yang cenderung rekreatif sehingga memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi kreativitasnya. Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah dengan penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community. Dengan penggunaan teknik ini diharapkan agar materi pelajaran PAI dapat mudah dipahami dan dapat meningkatkan motivasi serta prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI.

Berangkat dari permasalahan di atas maka secara umum permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu apakah aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede 1 Malang pada bidang studi PAI? Bagaimana aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede 1 Malang pada bidang studi PAI?

Penelitian ini dilaksanakan di kota Malang, tepatnya di SDN Ketawanggede 1 Malang. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research ) dengan jenis kolaboratif. Tahap penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart, yaitu berupa suatu siklus spiral yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: (1) observasi; (2) pengukuran tes hasil belajar; dan (3) dokumentasi. Data yang diperoleh dari tindakan kemudian  dianalisis. Data yang bersifat kualitatif yang terdiri dari hasil observasi dan dokumentasi dianalisis secara kualitatif, sedangkan data yang dikumpulkan berupa angka atau data kuantitatif, cukup dengan menggunakan  analisis deskriptif dan sajian visual.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede Malang pada bidang studi PAI. Indikator peningkatan motivasi belajar siswa terlihat dari bertambahnya semangat dan antusias siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, tidak tampak adanya rasa malas dan letih dari roman muka siswa, mereka selalu menampakkan rasa gembira dan senang selama mengikuti pelajaran, serta besarnya rasa ingin tahu  mereka yang diaplikasikan dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan apabila ada materi yang kurang dipahami oleh mereka. Dari data di lapangan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan motivasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata pre-test sebesar 20 meningkat menjadi 24 atau sekitar 20% pada siklus I, pada siklus II lebih meningkat menjadi 31 atau sekitar 55%, dan pada siklus III semakin meningkat menjadi 45 atau sekitar 125%. Tingkat peningkatan antara siklus I dengan siklus II sekitar 29%, antara siklus II dengan siklus III sekitar 45%, antara siklus III dengan siklus I sekitar 87%. Dengan meningkatnya motivasi belajar siswa, maka prestasi belajar merekapun juga meningkat, yang semula nilai rata-rata pre test 6,60 meningkat menjadi 6,84 atau sekitar 4% pada siklus I, pada siklus II lebih meningkat lagi menjadi 7,75 atau sekitar 17%, dan pada siklus III semakin meningkat menjadi 8,80 atau sekitar 35%. Tingkat peningkatan antara siklus I dengan siklus II sekitar 13%, antara siklus II dengan siklus III sekitar 15%, antara siklus III dengan siklus I sekitar 30%.
Dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan bagi beberapa pihak, antara lain bagi guru, pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community perlu diterapkan pada bidang studi PAI, agar guru senantiasa melakukan upaya-upaya perbaikan dalam tindakan pengajarannya guna meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan pengaruh pendidikan kontekstual dengan teknik Learning Community terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa desain eksperimen dengan menggunakan kelompok kontrol, sehingga dapat menghasilkan penelitian yang lebih akurat, valid dan releable.







KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
            Alhamdulillah, tiada kata-kata yang pantas dan patut penulis ucapkan selain ungkapan rasa syukur kehadirat-Mu Ya Allah, dengan taufik, hidayah dan limpahan rahmat-Mulah serta ridha-Mu penulis dapat menyelesaikan karya tulis dalam bentuk skripsi ini dengan judul “Aplikasi Pembelajaran Kontekstual pada Bidang Studi PAI dalam Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa di SDN Ketawanggede 1 Malang”.
Sholawat dan salam senantiasa tetap tercurah dan terlimpahkan kepada tauladan seluruh umat manusia, pemimpin umat Islam beliaulah Nabi Muhammad Saw beserta keluarganya dan sahabat-sahabatnya, karena beliaulah sampai saat ini kita dapat menikmati tentramnya iman dan indahnya Islam.
            Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari semua pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
  1. Bapak dan Ibuku (Fakhruddin & Mariyani) tercinta, yang telah mendidik, mengarahkan dan membesarkan ananda dengan limpahan kasih sayang.
  2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor UIN Malang
  3. Bapak Dr. H. M Djunaidi Ghony, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Tarbiyah
  4. Bapak Drs. M. Padil, M. Ag., selaku Kepala Jurusan (Kajur) Fakultas Tarbiyah beserta segenap dosen Fakultas Tarbiyah UIN Malang
  5. Bapak Imron Rossidy, M. Th, M. Ed, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan konstribusi tenaga dan fikiran, guna memberikan bimbingan dan petunjuk serta pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.
  6. Bapak Marwoto, S. Pd, selaku Kepala Sekolah SDN Ketawanggede 1 Malang, Kabupaten Malang, beserta guru-guru dan karyawan yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian di SDN Ketawanggede 1 Malang.
  7. Ibu Wahyu, selaku guru Pendidikan Agama Islam di SDN Ketawanggede 1 Malang, yang senantiasa membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dari awal sampai selesai di SDN Ketawanggede 1 Malang
  8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa pemikiran-pemikiran maupun motivasi kepada penulis  untuk terselesaikannya penulisan skripsi ini.
Penulis hanya bisa berdo’a semoga amal baik Bapak/Ibu akan diberikan balasan  yang setimpal oleh Allah SWT.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan dan kekeliruan, sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi perbaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan semoga Allah SWT melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga dapat mengemban tugas untuk melaksanakan pendidikan.

Malang, Maret 2006
               
Penulis

 




 











DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii
HALAMAN MOTTO........................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN......................................................................... v     
KATA PENGANTAR........................................................................................ vi
DAFTAR ISI...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii
ABSTRAK......................................................................................................... xiii

 

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang..................................................................................... 1
B.    Rumusan Masalah................................................................................ 5
C.    Tujuan Penelitian................................................................................. 5
D.    Kegunaan Penelitian............................................................................. 6
E.     Penegasan Istilah.................................................................................. 6
F.     Ruang Lingkup Pembahasan................................................................ 8
G.    Sistematika Pembahasan...................................................................... 9
    

BAB II KAJIAN TEORI

A.    Pembahasan tentang Pembelajaran Kontekstual................................. 12
1.     Pengertian Pembelajaran Kontekstual........................................... 13
2.     Latar Belakang Lahirnya Pembelajaran Kontekstual.................... 16
3.     Prinsip Penerapan .......................................................................... Pembelajaran Kontekstual....................................................... 18
4.     Karakteristik Pembelajaran Kontekstual....................................... 21
5.     Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual.................... 26
6.     Keunggulan Pembelajaran Kontekstual......................................... 29
7.     Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran
                                    Tradisional..................................................................................... 30
B.    Tinjauan tentang Teknik Pembelajaran............................................... 31
1.     Pengertian Teknik Pembelajaran................................................... 31
2.     Tujuan Teknik Pembelajaran......................................................... 32
C.    Teknik Learning Community............................................................... 35
1.     Pengertian Teknik Learning Community....................................... 35
2.     Kerangka Penerapan Teknik Learning Community....................... 37
D.    Tinjauan tentang Pendidikan Agama Islam......................................... 40
1.   Pengertian Pendidikan Agama Islam............................................. 40
2.   Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam.................................. 45
3.   Materi Pendidikan Agama Islam................................................... 55
4.     Pentingnya Pendekatan Pembelajaran CTL bagi PAI................... 58
E.   Tinjauan tentang Motivasi Belajar...................................................... 60
1.   Pengertian Motivasi....................................................................... 60
2.   Jenis-jenis Motivasi....................................................................... 65
               3.   Motivasi Belajar............................................................................. 70
4.   Fungsi Motivasi............................................................................. 72
5.   Tujuan Motivasi............................................................................. 73
6.   Prinsip Motivasi............................................................................. 74
7.   Cara Menumbuhkan Motivasi....................................................... 76
F.   Tinjauan tentang Prestasi Belajar Siswa............................................. 79
1.   Pengertian Prestasi Belajar............................................................ 80
2.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa........... 84
3.      Cara Menentukan Prestasi Belajar................................................. 91

BAB III METODE PENELITIAN

A.    Desain dan Jenis Penelitian................................................................. 94
B.    Kehadiran Peneliti di Lapangan........................................................... 108
C.    Lokasi Penelitian.................................................................................. 108
D.    Sumber Data dan Jenis Data................................................................ 109
E.     Instrumen Penelitian............................................................................ 110
F.     Teknik Pengumpulan Data................................................................... 110
G.    Analisa Data......................................................................................... 113
H.    Pengecekan Keabsahan Data................................................................ 115
I.       Tahapan Penelitian............................................................................... 116

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Latar Belakang Obyek Penelitian.......................................................... 122
B.  Paparan Data Sebelum Penelitian......................................................... 125
C.  Siklus I................................................................................................... 127
D.    Siklus II................................................................................................ 143
E.     Siklus III............................................................................................... 158
F.  Pembahasan........................................................................................... 170

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................................... 179
B.  Saran...................................................................................................... 181

DAFTAR PUSTAKA























DAFTAR TABEL

TABEL I        :     Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan
Tradisional........................................................................... 30
TABEL II       :     Sarana yang ada di SDN Ketawanggede 1 Malang............. 123
TABEL III      :     Data Jumlah Siswa Tahun 2005/2006................................. 124
TABEL IV      :     Struktur Organisasi............................................................. 190
TABEL V       :      Data Guru dan Karyawan Tahun 2005/2006...................... 192




























DAFTAR LAMPIRAN


1.     Gambar Foto Kegiatan di SDN Ketawanggede 1 Malang.......................... 188
2.     Struktur Organisasi SDN Ketawanggede 1 Malang.................................... 190
3.     Denah Lokasi SDN Ketawanggede 1Malang.............................................. 191
4.     Data Guru dan Karyawan di SDN Ketawanggede 1 Malang...................... 192
5.     Grafik Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa SDN
Ketawanggede 1 Malang............................................................................. 193
6.     Instrumen Observasi.................................................................................... 194
7.     Instrumen Dokumentasi............................................................................... 195
8.     Data Observasi Motivasi............................................................................. 196
9.     Data Evaluasi............................................................................................... 200
10.  Silabus.......................................................................................................... 204
11.  Modul........................................................................................................... 207
12.  Bukti Konsultasi.......................................................................................... 208
13.  Bimbingan Skripsi....................................................................................... 209
14.  Surat Penelitian............................................................................................ 210
15.  Surat Keterangan dari Kepala SDN Ketawanggede 1 Malang.................... 211















     











Tidak ada komentar:

Posting Komentar