BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlakukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Itulah tujuan
pendidikan agama Islam yang dicantumkan dalam pasal Undang-undang RI No. 20
tentang SISDIKNAS.
Sedangkan Pendidikan Islam adalah pendidikan
individual dan masyarakat, karena di dalam ajaran Islam berisi tentang sikap
dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan
bersama serta lebih banyak menekankan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud
dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan sendiri maupun orang lain (Zakiah Daradjat,
1996:28).
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah atau di
madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan yang
kurang menyenangkan. Seperti halnya
proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah saat ini masih
sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Hanya
sedikit yang arahnya pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri
siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru masih
dominan ceramah. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi ketika
nilai-nilai tertentu sudah dipahami oleh siswa. Artinya, metode ceramah yang
digunakan guru ketika mengajar PAI berpeluang besar gagalnya proses
internalisasi nilai-nilai agama Islam pada diri siswa, hal ini disebabkan siswa
kurang termotivasi untuk belajar materi PAI (Saepul Hamdani, 2003: 1).
Begitu juga selama ini banyak berbagai kritik terhadap
pelaksanaan pendidikan agama yang sedang berlangsung di sekolah, bahwa PAI di
sekolah lebih bersifat verbalistik dan formalis atau merupakan tempelan saja.
Metodologi pendidikan agama tidak kunjung berubah sejak dulu hingga sekarang,
padahal masyarakat yang dihadapi sudah banyak mengalami perubahan. Pendekatan
PAI cenderung normatif tanpa dibarengi ilustrasi konteks sosial budaya,
sehingga siswa kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup
dalam keseharian.
Seperti halnya metode pembelajaran agama Islam yang
selama ini lebih ditekankan pada hafalan (padahal Islam penuh dengan
nilai-nilai yang harus dipraktekkan dalam perilaku keseharian), akibatnya siswa
kurang memahami kegunaan dan manfaat dari apa yang telah dipelajari dalam
materi PAI yang menyebabkan tidak adanya motivasi siswa untuk belajar materi
PAI.
Dalam upaya untuk merealisasikan pelaksanaan
pendidikan agama Islam, guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang memadai
dan teknik-teknik mengajar yang baik agar ia mampu menciptakan suasana
pengajaran yang efektif dan efisien atau dapat mencapai hasil yang sesuai
dengan tujuan yang diharapkan (Saepul Hamdani, 2003: 1).
Melihat kenyataan yang ada di lapangan, sebagian besar teknik
dan suasana pengajaran di sekolah-sekolah yang digunakan para guru kita
tampaknya lebih banyak menghambat untuk memotivasi potensi otak. Sebagai
contoh, seorang peserta didik hanya disiapkan sebagai seorang anak yang harus
mau mendengarkan, mau menerima seluruh informasi dan mentaati segala perlakuan
gurunya. Dan yang lebih parah lagi adalah fakta bahwa semua yang dipelajari di
bangku sekolah itu ternyata tidak integratif dengan kehidupan sehari-hari.
Bahkan tak jarang realitas sehari-hari yang mereka saksikan bertolak belakang
dengan pelajaran di sekolah. Budaya dan mental semacam ini pada gilirannya
membuat siswa tidak mampu mengaktivasi kemampuan otaknya. Sehingga mereka tidak
memiliki keberanian menyampaikan pendapat, lemah penalaran dan tergantung pada
orang lain (Indra Djati, 2003: 24).
Untuk memilih metode dan teknik yang digunakan memang
memerlukan keahlian tersendiri. Seorang pendidik harus pandai memilih metode
dan teknik yang akan dipergunakan, dan teknik tersebut harus dapat memotivasi
serta memberikan kepuasan bagi anak didiknya seperti hasil atau prestasi
belajar siswa yang semakin meningkat.
Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut perlu diterapkan
suatu cara alternatif guna mempelajari PAI yang kondusif dengan suasana yang
cenderung rekreatif sehingga memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi
kreativitasnya. Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah dengan
penerapan suatu paradigma baru dalam pembelajaran di kelas yaitu dengan metode
pembelajaran kontekstual, dikarenakan ada kecenderungan dewasa ini untuk
kembali pada pemikiran bahwa anak akan lebih baik jika lingkungannya diciptakan
alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak-anak “mengalami” apa yang dipelajarinya,
bukan “mengetahui”-nya.
Salah satu alternatif yang bisa dilakukan dalam menumbuhkan
motivasi belajar siswa pada materi PAI yaitu dengan penerapan teknik Learning Community. Teknik Learning Community adalah salah satu
dari tujuh komponen yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual. Teknik Learning Community merupakan suatu
teknik belajar dengan bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran
yang lebih baik dibanding dengan belajar sendiri (Nurhadi, 2004: 47).
Maka dengan penggunaan teknik Learning Community ini
diharapkan agar materi pelajaran PAI dapat mudah dipahami dan dapat
meningkatkan motivasi serta prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI.
Hal ini sejalan dengan pernyataan yang menyatakan bahwa salah satu cara menggerakkan motivasi belajar
adalah dengan pelaksanaan kelompok belajar (Oemar Hamalik, 2001:167).
Oleh karena itulah maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian yang berhubungan dengan metode pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual khususnya teknik Learning
Community. Maka penulis berinisiatif untuk
mengambil judul “Aplikasi
Pembelajaran Kontekstual pada Bidang Study PAI dalam Meningkatkan Motivasi dan
Prestasi Belajar Siswa di SDN Ketawanggede 1 Malang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Apakah aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN Ketawanggede 1 Malang pada bidang studi PAI?
2. Bagaimana aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN ketawanggede 1 Malang pada bidang studi PAI?
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana
rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini yaitu:
1.
Mengetahui apakah aplikasi pembelajaran kontekstual dengan
teknik Learning Community dapat
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN Ketawanggede
1 Malang.pada bidang studi PAI.
2.
Mengetahui aplikasi pembelajaran kontekstual dengan
teknik Learning Community yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar siswa kelas IVa di SDN Ketawanggede 1 Malang pada bidang studi PAI.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama:
1. Sekolah
Sebagai
sumbangan pemikiran dan bahan masukan dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran PAI.
2.
Guru Pendidikan Agama Islam
Sebagai
bahan pertimbangan bagi guru-guru di sekolah dalam pemilihan metode dan teknik
untuk meningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran
PAI.
3.
Penulis
Mendapatkan
wawasan dan pengalaman praktis di bidang penelitian. Selain itu hasil
penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bekal bila sudah menjadi tenaga
pendidik.
E. Penegasan Istilah
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah penulisan
skripsi ini ada baiknya penulis menjelaskan terlebih dahulu kata kunci yang
terdapat dalam pembahasan ini.
1.
Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pegetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Nurhadi, dkk, 2004: 13).
2.
Teknik
Teknik adalah cara yang digunakan oleh guru atau instruktur dalam
menyajikan pelajaran, atau bisa diartikan sebagai teknik penyajian yang
dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di
dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan
oleh siswa dengan baik (Roestiyah 2001: 1).
3.
Learning
Community (Masyarakat Belajar)
Learning Community (masyarakat
belajar) pada dasarnya mengandung arti adanya kelompok belajar yang
berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan pengalaman, ada kerja sama untuk
memecahkan masalah (Nurhadi dkk, 2004:47).
4.
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan Islam adalah pendidikan individual dan masyarakat, karena di
dalam ajaran Islam berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat,
menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama serta lebih banyak menekankan
kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik
bagi keperluan sendiri maupun orang lain (Zakiah Daradjat, 1996:28).
5.
Motivasi Belajar
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak
melakukan sesuatu (Ngalim Purwanto, 2000: 60).
Adapun yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2003: 2).
Jadi motivasi belajar adalah suatu kegiatan guru yang mengandung arti
membangkitkan, memberi kekuatan, dan mengarahkan tingkah laku yang diinginkan
serta dianggap serta dianggap efektif jika dapat memberikan unsur emosi dalam
belajar (Siti Kusrini, 1983: 2).
6.
Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam
belajar (Syaiful Bahri, 1994: 23).
F. Ruang Lingkup Pembahasan
Pembahasan penelitian tidak lepas dari ruang lingkup
pembahasan. Hal ini untuk menghindari kekaburan dan kesimpangsiuran dalam
pembahasan, sehingga dapat mengarah kepada pokok bahasan yang ingin dicapai.
Adapun ruang lingkup pembahasan skripsi ini adalah:
1.
Penelitian ini hanya membahas tentang pembelajaran
kontekstual dengan teknik Learning
Community yang diterapkan pada bidang studi PAI di SDN Ketawanggede 1 Malang.
2.
Upaya peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa
terhadap pelajaran PAI melalui penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik
Learning
Community.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang
isi skripsi ini, secara singkat dapat dilihat dalam sistematika pembahasan di bawah
ini, dimana dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab, antara lain:
BAB I :
Pendahuluan.
Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,
ruang lingkup pembahasan, dan sistematika pembahasan.
BAB II :
Kajian Teori.
Dalam bab ini berisi tentang kajian teori yaitu pembahasan tentang
pembelajaran kontekstual yang meliputi pengertian, latar belakang, prinsip
penerapan, karakteristik, tujuh komponen utama, dan keunggulan pembelajaran
kontekstual serta perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran
tradisional. Tinjauan umun tentanng teknik yang meliputi pengertian dan tujuan
teknik. Tinjauan umum tentang Learning
Community yang meliputi pengertian dan kerangka penerapan teknik Learning Community. Tinjauan tentang PAI
yang meliputi pengertian, dasar dan tujuan, materi PAI, serta pentingnya
pendekatan pembelajaran CTL bagi PAI. Tinjauan umum tentang motivasi belajar
siswa yang meliput pengertian, jenis – jenis motivasi, motivasi belajar, fungsi
motivasi dan cara-cara menumbuhkan
motivasi belajar. Serta tinjauan tentang prestasi belajar siswa yang meliputi
pengertian prestasi belajar, faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar, serta cara menentukan prestasi belajar.
BAB
III : Metode Penelitian.
Dalam
bab ini berisi tentang desain dan jenis penelitian, kehadiran peneliti di
lapangan, lokasi penelitian, sumber data dan jenis data, instrumen penelitian,
teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahapan
penelitian.
BAB
IV : Paparan Data dan Temuan
Penelitian
Dalam
bab ini berisi tentang latar belakang obyek penelitian, paparan data yang
meliputi observasi sebelum tindakan, Pre Test, dan hasil pre test. Siklus I
sampai siklus III yang meliputi rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi
tindakan, serta refleksi. Bab ini diakhiri dengan pembahasan.
BAB V :
Kesimpulan dan Saran
Bab
ini merupakan akhir dari pembahasan yang berisi tentang kesimpulan terhadap
pembahasan data-data yang telah dianalisis dan saran-saran sebagai bahan
pertimbangan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembahasan tentang Pembelajaran dengan
Pendekatan Kontekstual
Pada
dasarnya konsep pembelajaran kontekstual dengan prinsip-prinsipnya bukan
merupakan konsep baru. Konsep dasar pendekatan ini diperkenalkan pertama kali
pada tahun 1916 oleh John Dewey yang menganjurkan agar kurikulum dan metodologi
pengajaran dipertautkan dengan pengalaman dan minat siswa. Proses belajar akan
sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan pengalaman atau
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya (Kasihani, 2003: 1).
Dewasa ini
pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai
nama. Di negara Belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistic
Mathematics Education (RME) yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika
harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika berkembang apa yang
disebut Contextual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu
guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi
siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka
(Depdiknas, 2002: 3-4).
Di
Indonesia, dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, Departemen Pendidikan
Nasional melalui Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (PLP), mulai tahun
pelajaran 2003/2004 memberlakukan pendidikan keterampilan hidup (life skill education-LSE) dan
pembelajaran serta pengajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning-CTL) di setiap jenjang lanjutan pertama
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/04/dar6.htm).
Esensi pendekatan CTL adalah membantu
siswa mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan konteks
kehidupan/situasi dunia nyata mereka sehari-hari sebagai individu, anggota
keluarga, anggota masyarakat, dan anggota bangsa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Dengan pendekatan CTL, proses belajar mengajar
akan lebih konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih
menyenangkan, dan lebih bermakna (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
1.
Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi yang
membantu guru mengkaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata.
Pembelajaran ini memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang
diperoleh di kelas dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota
keluarga, sebagai warga masyarakat dan nantinya sebagai tenaga kerja. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan
dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil
(Kasihani, 2003: 1).
CTL merupakan
suatu pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai individu, anggota (keluarga, masyarakat, dan bangsa)
(http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu
siswa mencapai tujuannya. Maksudnya,
guru lebih banyak berusaha dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas
guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari
menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang
berbasis CTL (Kasihani, 2003: 4).
CTL hanya
sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain,
CTL di kembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan
bermakna. CTL dapat di jalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang
ada (Kasihani, 2003: 4-5).
Ada
beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang pembelajaran
kontekstual, yaitu antara lain:
- Johnson (2002: 25) dalam Nurhadi, dkk (2004: 12)
Sistem CTL
merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna
dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan
pribadinya, sosialnya, dan budayanya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL akan
menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama CTL: melakukan hubungan yang
bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri,
bekerja sama, berfikir kritis dan kreatif, memelihara atau merawat pribadi
siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan asesmen autentik.
- US Departement of Education (2001) dalam Kasihani (2003: 2)
Contextual Teaching and Learning adalah
suatu konsep mengajar dan belajar yang membantu guru menghubungkan kegiatan dan
bahan ajar mata pelajarannya dengan situasi nyata dan memotivasi siswa untuk
dapat menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari
siswa sebagai anggota keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat di mana
dia hidup.
- The Washington (2001: 3-4) dalam Nurhadi, dkk (2004: 12)
Pengajaran
kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas,
dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar
sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam
dunia nyata.
Pembelajaran
kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan.
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan berfikir tingkat tinggi,
transfer pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan
mensintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang.
- Menurut para penulis NWREL
Menurut para
penulis NWREL dalam Nurhadi, dkk (2004: 12)
ada tujuh atribut yang mencirikan konsep CTL, yaitu: kebermaknaan (meaningfulness),
penerapan ilmu (application of knowledge), berfikir tingkat tinggi (higher
order thinking), kurikulum yang digunakan harus standar (standards-based
curricula), berfokus pada budaya (cultures focused), keterlibatan
siswa secara aktif (active engagement), dan asesmen autentik (authentic
assessmen).
- TEACHNET dalam Nurhadi, dkk (2004: 12)
Proyek yang
dilakukan oleh Center on Education and Work at the University of
Wisconsin-Madison, yang disebut TEACHNET, mengeluarkan
pernyataan tentang CTL bahwasanya pengajaran dan pembelajaran kontekstual
adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi
pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat
hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa
sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta
ketekunan belajar (Nurhadi, 2004: 12).
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual dilakukan
dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang diatur sendiri, berlaku
dalam berbagai macam konteks, memperkuat pengajaran dalam berbagai macam
konteks kehidupan siswa, menggunakan penilaian autentik, dan menggunakan pola
kelompok belajar yang bebas.
2.
Latar Belakang Lahirnya Pembelajaran Kontekstual
Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat
bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori
kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan
minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progresivisme
John Dewey (Suparno, 2003: 2).
Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa
yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta
proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di
sekolah. Pokok pandangan progresivisme adalah antara lain:
a.
Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif
dapat mengkonstruksikan sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan
oleh guru.
b. Anak harus bebas agar bisa berkembang
wajar.
c. Penumbuh minat melalui pengalaman langsung
untuk merangsang belajar.
d.
Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
e. Harus ada kerja sama antara sekolah dan
masyarakat.
f.
Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk
melakukan eksperimen (Nurhadi, 2004: 8).
Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif melatarbelakangi pula filosofi
pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka
terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk
menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka
ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Belajar dipandang sebagai usaha atau
kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten melalui
kegiatan introspeksi (Nurhadi, 2004: 8-9).
Berpijak
pada dua pandangan itu, filosofi konstruktivisme berkembang. Dasarnya,
pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan
sedikit demi sedikit. Siswa yang harus mengkonstruksikan sendiri
pengetahuannya. Melalui landasan filosofi
konstruktivisme, Contextual
Teaching and Learning ‘dipromosikan’ menjadi alternatif strategi belajar
yang baru. Melalui strategi Contextual
Teaching and Learning siswa diharapkan belajar melalui ‘mengalami’, bukan
‘menghafal’ (Nurhadi, 2004: 9).
3.
Prinsip Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Dalam bukunya Nurhadi (2004: 20-21) yang berkaitan
dengan faktor kebutuhan individu siswa, untuk menerapkan pembelajaran
kontekstual guru perlu memegang prinsip pembelajaran berikut ini:
a.
Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran
perkembangan mental (depelopmentally appropriate) siswa.
Hubungan antara isi kurikulum dan metodologi yang
digunakan untuk mengajar harus didasarkan kepada kondisi sosial, emosional dan
perkembangan intelektual siswa. Jadi, usia siswa dan karakteristik individual
lainnya serta kondisi sosial dan lingkungan budaya siswa haruslah menjadi
perhatian di dalam merencanakan pembelajaran. Contohnya, apa yang telah
dipelajari dan dilakukan oleh siswa SLTP tentunya berbeda dengan apa yang
dipelajari dan dikerjakan oleh siswa SMU (Kilmer, 2001: 9).
b. Membentuk kelompok belajar
yang saling tergantung (independent learning groups).
Siswa saling belajar dari sesamanya di dalam
kelompok-kelompok kecil dan belajar bekerja sama dalam tim lebih besar (kelas).
Kemampuan itu merupakan bentuk kerja sama yang diperlukan oleh orang dewasa di
tempat kerja dan konteks lain. Jadi, siswa diharapkan untuk berperan aktif.
c. Menyediakan lingkungan
yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated learning).
Lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri
memiliki tiga karakteristik umum, yaitu kesadaran berfikir penggunaan strategi
dan motivasi yang berkelanjutan. Berdasarkan penelitian, siswa usia 5-16 tahun
secara bertahap mengalami perkembangan kesadaran terhadap; (i) keadaan pengetahuan
yang dimilikinya, (ii) karakteristik tugas-tugas yang mempengaruhi
pembelajarannya secara individual, dan (iii) strategi belajarnya (Brown,
Bransford, Ferrara dan Campione, 1993; Flavell, 1978 dalam Paris dan Winograd,
1998).
d. Mempertimbangkan keragaman
siswa (disversity of students).
Di kelas guru harus mengajar siswa dengan berbagai
keragamannya, misalnya latar belakang suku bangsa, status sosial-ekonomi,
bahasa utama yang dipakai di rumah, dan berbagai kekurangan yang mungkin mereka
miliki. Dengan demikian, diharapkan guru dapat membantu siswa untuk mencapai
tujuan pembelajarannya.
e. Memperhatikan
multi-intelegensi (multiple intelligences) siswa.
Dalam menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual,
maka cara siswa berpartisipasi di dalam kelas harus memperhatikan kebutuhan dan
delapan orientasi pembelajarannya (spasi-verbal, linguistic-verbal,
inter-presonal, musical-ritmik, naturalis, badan-kinestetika, intrapersonal dan
logismatematis) (Gardner,
1993).
f. Menggunakan teknik-teknik
bertanya (Questioning) untuk meningkatkan pembelajaran siswa,
perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berfikir tingkat tinggi.
Agar pembelajaran kontekstual mencapai tujuannya, maka
jenis dan tingkat pertanyaan yang tepat harus diungkapkan/ditanyakan.
Pertanyaan harus secara hati-hati direncanakan untuk menghasilkan tingkat
berfikir, tanggapan, dan tindakan yang diperlukan siswa dan seluruh peserta di
dalam proses pembelajaran kontekstual (Frazee, 2001).
g. Menerapkan penilaian
autentik (authentic assessment).
Penilaian autentik
mengevaluasi penerapan pengetahuan dan berfikir kompleks seorang siswa, dari
pada hanya sekedar hafalan informasi aktual. Kondisi alamiah pembelajaran
kontekstual memerlukan penilaian interdisiplin yang dapat mengukur pengetahuan
dan keterampilan lebih dalam dan dengan cara yang bervariasi dibandingkan
dengan penilaian satu disiplin (Ananda, 2001).
4.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Dalam
bagian berikut akan disampaikan beberapa karakteristik pembelajaran kontekstual
yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Johnson (2002: 24) dalam Nurhadi,
(2004: 14), ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual,
seperti dalam rincian berikut:
a.
Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful
connections)
Dalam pembelajaran ini seharusnya siswa dapat mengatur
dirinya sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan
minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam
kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).
b.
Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing
significant work)
Dalam pembelajaran ini siswa membuat hubungan-hubungan
antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai
pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
c.
Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)
Dalam pembelajaran ini siswa melakukan pekerjaan yang
signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya
dengan penentuan pilihan dan ada produknya/hasilnya yang sifatnya nyata.
d.
Bekerja sama (collaborating)
Dalam pembelajaran ini siswa dapat menggunakan tingkat
berfikir yang lebih secara kritis dapat menganalisis, membuat sintetis,
memecahkan masalah, membuat keputusan dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
e.
Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative)
Dalam pembelajaran ini siswa dapat menggunakan tingkat
berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif dapat menganalisis,
membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan dan menggunakan logika
dan bukti-bukti.
f.
Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing
the individual)
Siswa memelihara pribadinya yaitu mengetahui, memberi
perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri
sendiri. Siswa tidak dapat berhasil
tanpa dukungan orang dewasa, siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa.
g. Mencapai standar yang
tinggi (reaching high standards)
Dalam pembelajaran ini siswa mengenal standar yang
tinggi, mengidentifikasi tujuan dan motivasi siswa untuk mencapainya. Guru
memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”.
h. Menggunakan penilaian
autentik (using authentic assessment)
Dalam pembelajaran ini siswa menggunakan pengetahuan
akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya
siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari dalam
pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan pelajaran bahasa
Inggris dengan mendesain sebuah mobil, merencanakan menu sekolah / membuat
penyajian perihal emosi manusia.
The Northwest Regional Education Laboratory USA mengidentifikasi
adanya enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual yaitu:
a.
Pembelajaran bermakna (meaningful Learning):
pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan
siswa dalam mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran ini terkait dengan
kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran, jika mereka
merasakan berkepentingan untuk belajar demi kehidupannya di masa mendatang.
b.
Penerapan pengetahuan: adalah kemampuan siswa untuk
memahami apa yang dipelajari di sekolah dapat diterapkan dalam tatanan
kehidupan di masa sekarang dan di masa depan. Bahkan dengan pengetahuan dan
keterampilan tersebut, kehidupannya pada masa kini dan masa yang akan datang
dapat menjadi lebih baik.
c.
Berpikir tingkat tinggi: siswa diwajibkan memanfaatkan
berfikir tingkat kritis, berfikir analisis, dan berfikir kreatif dalam
pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan suatu masalah.
d.
Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: isi
pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, propinsi, nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.
e.
Responsif terhadap budaya: guru harus menghargai dan
memahami nilai, kepercayaan dan kebiasaan siswa, teman pendidik dan masyarakat
tempat ia mendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok serta hubungan
antar budaya tersebut akan mempengaruhi pembelajaran dan sekaligus akan
berpengaruh terhadap cara mengajar guru.
f.
Penilaian autentik: menggunakan berbagai
strategi penilaian (misalnya penilaian proyek atau tugas terstruktur, kegiatan
siswa, penggunaan portofolio, rubric, daftar cek, pedoman observasi dan
sebagainya) akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya secara komprehensif
(Depdiknas, 2002:11-12).
Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa
dengan pengetahuan secara fleksibel dan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
Dalam pembelajaran kontekstual siswa ditempatkan di dalam konteks bermakna yang
menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan
sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran guru. Sehubungan dengan itu menurut Rochmadi
(2002: 13) pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal
sebagai berikut:
a.
Belajar berbasis masalah (problem based learning)
yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi
dari materi pelajaran.
b.
Pengajaran autentik (authentic instruction),
yaitu pendekatan pengajaran yang menekankan siswa untuk mempelajari konteks
bermakna. Ia mengembangkan keterampilan berfikir dan pemecahan masalah yang
penting dalam kehidupan nyata.
c.
Belajar berbasis inquiri (inquiry based learning),
yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains yang
menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
d.
Belajar berbasis proyek atau tugas terstruktur (project
based learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif
dimana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan
penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu
topik mata pelajaran.
e.
Belajar berbasis kerja (work based learning)
yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan
konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan
bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja.
f.
Belajar jasa layanan (service learning) yang
memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan
masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa
layanan tersebut.
g.
Belajar kooperatif (cooperative learning) yang
memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.
Dengan penekanan di atas, siswa belajar benar-benar
diawali dengan pengetahuan, pengalaman, dan konteks keseharian di kelas dan
selanjutnya diimplementasikan dalam kehidupan keseharian mereka.
5.
Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual
Ada
tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran
kontekstual di kelas. Menurut Nurhadi, dkk, (2002:31) ketujuh komponen
utama itu adalah:
a.
Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran
kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan
tidak sekonyong-konyong. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata, yang intinya bahwa pengetahuan
seseorang itu hanya dapat dibangun oleh dirinya sendiri dan bukannya diberikan
oleh orang lain yang siap diambil dan diingat (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
b. Bertanya (Questioning)
Bertanya adalah induk dari strategi pembelajaran
kontekstual, awal dari pengetahuan, jantung dari pengetahuan, dan aspek penting
dari pembelajaran. Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif
oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Pertanyaan-pertanyaan spontan yang
diajukan siswa dapat digunakan untuk merangsang siswa berfikir, berdiskusi dan
berspekulasi.
c. Menemukan (Inquiry)
Inkuiri pada dasrnya adalah suatu ide yang kompleks, yang berarti
banyak hal, bagi banyak orang, dalam banyak konteks. Inkuiri menekankan bahwa
mempelajari sesuatu itu dapat dilakukan lebih efektif melalui tahapan inkuiri
sebagai berikut, yaitu: mengamati, menemukan dan merumuskan masalah, mengajukan
dugaan jawaban (hipotesis), mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat
kesimpulan (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
d. Masyarakat Belajar (Learning
Community)
Masyarakat belajar, yang esensinya bahwa belajar itu
dapat diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerja kelompok, diskusi
kelompok, dan pengerjaan proyek secara berkelompok adalah contoh membangun
masyarakat belajar (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
e.
Pemodelan (Modeling)
Komponen
pembelajaran kontekstual selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa
ditiru. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep
atau aktivitas belajar. Pemodelan, adalah pembelajaran yang dilakukan dengan
memberikan model/contoh. Model bisa berupa benda, cara, metoda kerja,
cara/prosedur kerja, atau yang lain, yang bisa ditiru oleh siswa (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
f.
Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau
pengetahuan yang baru saja diterima. Refleksi merupakan respon terhadap
kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi, adalah cara
berpikir tentang apa yang dipelajari sebelumnya kemudian direnungkan apakah
yang telah dipelajari selama ini benar dan jika salah perlu direvisi. Hasil
revisi inilah yang akan merupakan pengayaan dari pengetahuan sebelumnya (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
g.
Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
Authentic
assessment adalah prosedur penilaian pada pembelajaran kontekstual. Assessmen adalah proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Penilaian otentik adalah penilaian
yang sebenarnya terhadap perkembangan belajar siswa sehingga penilaian tidak
bisa dilakukan hanya dengan satu cara akan tetapi menggunakan ragam cara,
misalnya kombinasi dari ulangan harian, pekerjaan rumah, karya siswa, laporan,
hasil tes tertulis, hasil diskusi, karya tulis, demonstrasi, dsb (http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmbs.htm).
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan
kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.
Dan, untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. Pembelajaran kontekstual dapat
diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang
bagaimanapun keadaannya.
6.
Keunggulan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual saat ini telah diupayakan
pengaplikasiannya, karena banyak hal yang belum tersentuh pada pembelajaran
sebelumnya, misalnya pelaksanaan pembelajaran yang masih sangat teoritis dan
kurang menekankan pada pemecahan masalah, sistem penilaiannya yang pada umumnya
terfokus pada produk, tujuan akhir yang hendak dicapai adalah dapat meraih
nilai tinggi, yang masih mengesampingkan asesmen kinerjanya sehingga siswa
kurang siap menghadapi permasalahan sehari-hari.
Sehubungan dengan hal tersebut menurut Corebima
(2002:41) pembelajaran kontekstual memiliki keunggulan dibandingkan dengan
pembelajaran lainnya yaitu bahwa pembelajaran kontekstual mendorong proses
pembelajaran berlangsung atas dasar permasalahan riil dunia, sehingga lebih
bermakna dan memungkinkan perkembangan pemikiran tingkat tinggi.
7. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan
Pendekatan Tradisional
No. PENDEKATAN KONTEKSTUAL
1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses belajar
mengajar.
2. Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok,
diskusi, saling mengoreksi.
3. Pembelajaran
dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan.
4. Perilaku
dibangun atas kesadaran sendiri.
5. Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan
diri.
6. Bahasa
diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa
dalam konteks nyata.
7. Siswa
menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan
terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing
kedalam proses pembelajaran.
8.
Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri.
Manusia menciptakan atau membangun
pengetahuan dengan cara memberi arti atau memahami pengalamannya.
9. Karena ilmu pengetahuan itu di kembangkan
oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka
pengetahuan itu tidak pernah stabil (selalu berkembang).
10. Siswa
diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka
masing-masing.
PENDEKATAN TRADISIONAL
Siswa adalah
penerima informasi.
Siswa
belajar secara individual.
Pembelajaran
sangat abstrak dan teoritis.
Perilaku
dibangun atas kebiasaan.
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau
nilai (angka) rapor.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural: diterangkan
sampai paham kemudian dilatihkan.
Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah
(membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal), tanpa memberikan kontribusi ide
dalam proses pembelajaran.
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap
serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia.
Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan
bersifat final.
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
11. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara:
proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes.
12. Pembelajaran terjadi diberbagai tempat,
konteks dan setting.
13. Penyesalan
adalah hukuman dari perilaku jelek.
14. Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik.
15. Seseorang berperilaku baik karena dia
yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.
.
Hasil
belajar hanya diukur dengan tes.
Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
Sangsi adalah hukuman dari perilaku jelek.
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
Seseorang berperilaku baik karena sudah terbiasa melakukan begitu.
Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.
(Sumber: Adopsi dari Nurhadi,
2004: 35)
B.
Tinjauan tentang Teknik
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki
strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efesien, mengena pada tujuan
yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus
menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar.
1.
Pengertian Teknik
Ada
beberapa pengertian teknik, antara lain yang diungkapkan tokoh-tokoh di bawah
ini, yaitu:
a.
Menurut Kamus Dewan (edisi ketiga), teknik adalah
kaedah mencipta sesuatu hasil seni seperti muzik, karang-mengarang dan
sebagainya.
b.
Menurut Edward M. Anthony mendefinisikan teknik adalah
satu muslihat atau strategi atau taktik yang digunakan oleh guru yang mencapai
hasil segera yang maksimum pada waktu mengajar sesuatu bahagian bahasa
tertentu.
c. Mengikut Kamaruddin Hj. Husin & Siti
Hajar Hj. Abdul Aziz dalam bukunya Pengajian
Melayu III : Komunikasi Bahasa, teknik boleh didefinisikan sebagai pengendalian
suatu organisasi yang benar-benar berlaku di dalam bilik darjah di mana ia
digunakan untuk mencapai sesuatu objektif.
d. Teknik merupakan suatu alat yang digunakan
oleh guru bahasa bagi menyampaikan bahan-bahan pengajaran yang telah dipilih
untuk pelajar-pelajarnya. Teknik yang dipilih haruslah sejajar dengan kaedah
yang digunakan dan seirama dengan pendekatan yang dianuti
(http://Members.tripod.com/Bobezani/teknik.htm).
Dalam
bukunya Roestiyah (2001: 1) teknik pengajaran adalah cara yang digunakan oleh
guru atau instruktur dalam menyajikan pelajaran, pengertian lain ialah sebagai
teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan
pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap,
dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.
2.
Tujuan Teknik
Adapun tujuan dari teknik adalah:
a.
Menarik Minat murid
b.
Mengekalkan perhatian
c.
Membangkitkan rasa ingin tahu
(http://Members.tripod.com/Bobezani/teknik.htm).
Setiap jenis teknik penyajian harus sesuai atau tepat
dengan tujuan yang akan dicapai. Jadi untuk tujuan yang berbeda, guru harus
menggunakan teknik penyajian yang berbeda pula sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai, atau bila guru menyiapkan beberapa tujuan, ia harus mampu pula
menggunakan beberapa teknik penyajian sekaligus untuk mencapai tujuannya
tersebut. Oleh karena itu, guru harus mengenal, mempelajari dan menguasai
banyak teknik penyajian, agar dapat menggunakan dengan variasinya, sehingga
guru mampu menimbulkan proses belajar mengajar yang berhasilguna dan
berdayaguna (Roestiyah, 2001: 2).
Ada bermacam-macam teknik mengajar, dari yang
"tradisional", yang telah digunakan sejak dahulu kala, dan ada juga
yang "modern" yang digunakan baru akhir-akhir ini saja.
Rumusan tujuan atau kompetensi dasar yang dibuat guru
tidak selalu hanya satu tujuan, kadang-kadang banyak atau mungkin bahkan
beberapa tujuan. Untuk mencapai tujuan yang beberapa itu, maka guru memerlukan
beberapa teknik penyajian pula yang digunakan agar ada variasi. Dalam mencapai
tujuan teknik penyajian dipandang sebagai suatu alat atau sebagai suatu cara
yang harus digunakan oleh guru agar tujuan dari pelajaran itu tercapai. Sudah
sewajarnya pula bila setiap teknik mengajar hanya dapat digunakan di dalam
situasi dan tujuan tertentu, kalau situasi dan tujuan berubah, maka cara
mengajarnya juga harus lain. Karena itulah seorang guru harus menguasai
beberapa macam teknik pengajaran dengan baik, sehingga ia mampu memilih teknik
yang paling efektif untuk mencapai suatu tujuan tersebut, tanpa terasa mengubah
situasi pengajaran (Roestiyah, 2001: 3).
Bila guru memerlukan beberapa tujuan untuk dicapainya,
maka ia perlu mengenal dan menguasai dengan baik sifat-sifat dari setiap teknik
penyajian sehingga ia mampu pula mengkombinasikan penggunaan beberapa teknik penyajian
tersebut sekaligus, untuk mencapai beberapa tujuan yang telah dirumuskannya
itu, dan tidak terasa kaku antara perubahan dari teknik yang satu pada teknik
yang lain (Roestiyah, 2001: 3).
Seorang guru harus mengenal sifat-sifat yang khas pada
setiap teknik penyajian, hal itu sangat perlu untuk penguasaan setiap teknik
penyajian, agar ia mampu mengetahui, memahami dan terampil menggunakannya,
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai (Roestiyah, 2001: 3)
Walau setiap teknik penyajian mempunyai ciri khas,
berbeda yang satu dengan yang lainnya, namun kita perlu memiliki suatu pola
atau standar untuk mempelajari suatu teknik itu dan bisa saling melengkapi.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai standar
memahami setiap teknik penyajian ialah:
- Adanya pengertian apa yang dimaksud dengan teknik penyajian.
- Harus merumuskan tujuan-tujuan apa yang dapat dicapai dengan teknik penyajian yang digunakan itu.
- Bila teknik penyajian itu dapat digunakan secara efisien dan efektif atau tidak.
- Apakah teknik penyajian itu memiliki keunggulan dan kelemahan.
- Dalam penggunaan teknik penyajian itu apa dan bagaimana peranan guru/instruktur.
- Pelaksanaan teknik penyajian itu apa dan bagaimana peranan siswa.
- Harus menempuh langkah-langkah yang bagaimana, sehingga penggunaan teknik penyajian itu dapat berhasilguna dan berdayaguna (Roestiyah, 2001:4).
C.
Teknik Learning Community
1.
Pengertian Learning Community (Masyarakat
Belajar)
Teknik Learning Community adalah teknik dimana
situasi belajar yang diciptakan berdasarkan konsep CTL, dimana proses dan hasil
pembelajaran diperoleh dari bekerja sama dan berkolaborasi dengan orang
lain.
Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang
belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar ini dan juga yang ada di
luar sana,
semua adalah anggota masyarakat belajar (Sardiman, 2005: 225).
Kata kunci dari learning
community (masyarakat belajar) adalah berbicara dan berbagi pengalaman
dengan orang lain, bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan
pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri (Nurhadi,
2004: 47).
Learning
Community atau masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses
komunikasi dua arah. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar
kelompok, dan antara yang sudah tahu ke yang belum tahu. Dua kelompok atau
lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Di dalam
masyarakat belajar ini setiap orang harus bersedia untuk berbicara dan berbagi
pendapat, mendengarkan pendapat orang lain dan berkolaborasi membangun
pengetahuan dengan orang lain dalam kelompoknya (Susilo, 2001: 4).
Dalam bukunya Nurhadi (2004:47-48), Learning Community atau masyarakat
belajar itu mengandung arti sebagai berikut:
a) Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi
untuk berbagai gagasan dan pengalaman.
b)
Ada
kerjasama untuk memecahkan masalah.
c)
Pada umumnya hasil kerja kelompok lebih baik hasilnya
daripada kerja secara individual.
d)
Ada
rasa tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam kelompok mempunyai tanggung
jawab yang sama.
e)
Upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum
mampu dapat diadakan.
f)
Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan
seorang anak belajar dengan anak lainnya.
g)
Ada
rasa tanggung jawab dan kerja sama antar anggota kelompok untuk saling memberi
dan menerima.
h)
Ada
fasilitator/guru yang memandu proses belajar dalam kelompok.
i)
Harus
ada komunikasi dua arah atau multi arah.
j)
Ada
kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik.
k)
Ada
kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain.
l)
Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja.
m)
Dominasi siswa-siswa yang pintar perlu diperhatikan
agar yang lambat/lemah bisa pula berperan.
n)
Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah
mengandung arti learning community.
2.
Kerangka Penerapan Teknik Learning Community
Pembelajaran di dalam kelas dengan teknik learning community, kegiatan
pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar: siswa yang pandai
mengajari yang lemah dan yang tahu memberi tahu yang belum tahu. Masyarakat
belajar bisa tercipta apabila ada komunikasi dua arah. Dalam masyarakat
belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran dapat
saling belajar. Siswa yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi
informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang
diperlukan dari teman bicaranya (Nurhadi, 2002: 48).
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak
ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan
untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau
saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki
pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari
(Nurhadi, 2004: 49).
Konsep learning
community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama
dengan orang lain. Contoh: ketika seorang anak baru belajar meraut pensil
dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya “bagaimana caranya?
Tolong bantuin, aku!” Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara
mengoprasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk
masyarakat-belajar (learning community) (Nurhadi, 2002: 48).
Hasil belajar diperoleh dari sharing antara
teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruangan ini,
di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah
anggota masyarakat belajar.
Di dalam kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual
(CTL), guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok
belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang heterogen. Yang pandai
mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat
menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi
usul dan seterusnya. Inilah beberapa hal yang sebenarnya terkait dengan cooperative learning (Sardiman, 2005:
225).
Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik
keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru
melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ‘ahli’ ke kelas. Misalnya
tukang sablon, petani jagung, peternak susu, teknisi komputer, tukang cat
mobil, tukang reparasi kunci, kiyai, dan sebagainya (Nurhadi, 2004: 48).
Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka
setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang
akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan
teknik learning community ini sangat membantu proses pembelajaran di
kelas.
Pengembangan teknik learning community, akan senantiasa
mendorong terjadinya proses komunikasi multi arah. Masing-masing pihak yang
melakukan kegiatan belajar dapat menjadi sumber belajar. Bagaimana praktek
penerapan learning community di
kelas? Beberapa hal yang dapat diwujudkan untuk mengembangkan learning community di kelas antara lain
adalah prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam:
a.
Bekerja dalam pasangan,
b.
Pembentukan kelompok kecil,
c.
Pembentukan kelompok besar,
d.
Mendatangkan ‘ahli’ ke kelas (tokoh, dokter, perawat,
petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu dan sebagainya),
e.
Bekerja dengan kelas sederajat,
f.
Bekerja
kelompok dengan kelas di atasnya,
g.
Bekerja
dengan sekolah di atasnya, dan
h.
Bekerja dengan masyarakat (Nurhadi, 2004: 49).
D.
Tinjauan Umum tentang Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam merupakan faktor yang paling
esensial dalam kehidupan manusia. Keberadaan pendidikan agama Islam mutlak diperlukan demi kelangsungan hidup
manusia sehingga terwujud kebahagiaan baik di dunia dan akhirat.
Secara
alamiah, manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal,
mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini
diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi setingkat (Arifin, 2000:11).
Mengingat pentingnya pendidikan agama Islam bagi
manusia, maka di bawah ini akan dipaparkan tentang berbagai aspek yang
berkaitan dengan pendidikan agama Islam.
1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi
bahasa, maka kita harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu
diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang,
dalam bahasa Arab adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata
“pengajaran” dalam bahasa Arab adalah “ta’lim” dengan kata kerjanya “allama”.
Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya “tarbiyah wa ta’lim” sedangkan
“pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah” (Daradjad,
1992: 25).
Istilah pendidikan berasal dari kata “didik”
dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan”
(Ramayulis, 2002: 1).
Di dalam
Undang-undang Nomor 2 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (UUSPN, 2003:3).
Menurut tim
Dosen FIP IKIP Malang dalam Zuhairini dkk (1991:151) pendidikan dapat diartikan
sebagai berikut:
a.
Aktivitas
dan usaha manusia meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina
potensi-potensi pribadinya rohani (pikir, rasa, karsa dan budi nurani) dengan
jasmani (panca indera serta keterampilan-keterampilan).
b. Lembaga yang bertanggung jawab menetapkan
cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan.
Lembaga-lembaga ini meliputi: keluarga, sekolah dan masyarakat (negara).
c. Hasil atau prestasi yang dicapai oleh
perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai
tujuannya. Pendidikan dalam arti ini merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan
kebudayaan sebagai satu kesatuan.
Dari hal yang dikemukakan di atas, maka banyak pakar
pendidikan memberikan arti pendidikan sebagai suatu proses dan berlangsung
seumur hidup. Karenanya pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas,
tetapi di luar kelas. Pendidikan tidak hanya terbatas pada usaha mengembangan
intelektualitas manusia saja, melainkan juga mengembangkan seluruh aspek
kepribadian manusia untuk mencapai kehidupan yang sempurna.
Apabila
pengertian-pengertian umum pendidikan yang telah dikemukakan itu dihubungkan
dengan pengertian pendidikan agama Islam, maka akan nampak perbedaan dalam
penekanan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, yaitu: kesempurnaan manusia,
yang puncaknya adalah dekat kepada Allah dalam arti mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Untuk memahami pengertian Pendidikan Agama Islam
secara mendalam, maka penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli tentang
pendidikan Islam yaitu:
a.
Ahmad D. Marimba
“Pendidikan
agama Islam adalah bimbingan jasmaniah dan rohaniah menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam” (Ramayulis, 2002: 3).
Yang dimaksud dengan kepribadian utama di sini adalah
kepribadian muslim yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam,
memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan
bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
b.
M. Fadil Al-Djamaly
Pendidikan agama
Islam adalah suatu proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik
dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar
(fitrah) dan kemampuan ajarannya atau pengaruh dari luar (Arifin, 2000:17).
Esensi Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan umat
Islam menurutnya adalah pendidikan yang dapat membentuk manusia berakhlak
mulia, yang dipengaruhi oleh faktor luar lingkungan dan berdasarkan faktor dari
dalam dirinya atau yang kita kenal
sesuai dengan fitrahnya masing-masing, pendapat tersebut di atas berdasarkan
pada firman Allah di dalam surat An-Nahl: 78, yaitu:
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati agar kamu bersyukur” (Depag RI, 1989: 413).
Dalam surat
Ar-Ruum: 30 juga telah disebutkan:
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah). (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Depag RI, 1989: 645).
c.
Omar Muhammad Al-Toumy al-Syaebani
Pendidikan
Agama Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan
pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya
melalui proses kependidikan (perubahan itu dilandasi nilai-nilai Islami). (H.M.
Arifin, 2000 : 14).
Proses pendidikan merupakan rangkaian usaha
membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan
dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan
pribadinya sebagai makhluk individual, sosial serta hubungannya dengan alam
sekitar di mana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada di dalam
nilai-nilai Islami, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syari’ah dan
akhlak al- karimah.
d.
Menurut hasil rumusan seminar Pendidikan Islam se Indonesia tahun
1960
Pendidikan
agama Islam adalah sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani
menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh
dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam (H.M. Arifin, 2000: 14-15).
e.
Menurut Hasan Langgulung
Pendidikan agama
Islam merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat (Langgulung,
1980: 94).
f.
Menurut Zakiah Daradjat
Pendidikan
Islam adalah pendidikan individual dan masyarakat, karena di dalam ajaran Islam
berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan
hidup perorangan dan bersama serta lebih banyak menekankan kepada perbaikan
sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan
sendiri maupun orang lain (Zakiah Daradjat, 1996:28).
Di sini pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan
individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT. Kepada Nabi
Muhammad saw. Melalui proses dimana individu dibentuk agar dapat mencapai
derajat yang tinggi sehingga ia mampu menunaikan tugasnya sebagai khalifah di
muka bumi, yang dalam kerangka lanjut mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan demikian pengertian pendidikan agama Islam
adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran religius, yaitu berupa bimbingan dan
asuhan terhadap peserta didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia
dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang
diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu
pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteran hidup di dunia maupun di
akhirat.
2. Dasar
dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sebagian aktivitas yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan pembinaan kepribadian, tentunya pendidikan agama Islam
memerlukan dasar/landasan kerja karena berguna untuk memberi arah bagi
programnya. Dasar dan tujuan tidak dapat dipisahkan karena kedua-duanya saling
terkait.
Untuk mempermudah dalam pemahaman dasar dan tujuan
pendidikan agama Islam, maka akan dibahas sebagaimana diuraikan di bawah ini:
- Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar-dasar
Pendidikan Agama Islam merupakan sesuatu yang menjadi pangkal tolak atau
landasan dilaksanakannya proses belajar mengajar pendidikan agama Islam.
Adapun dasar-dasar pendidikan agama Islam menurut
Zuhairini (1983:21) itu dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu sebagai
berikut:
1)
Dasar Yuridis
2)
Dasar Religius
3)
Dasar Sosial Psikologis
Ketiga dasar tersebut lebih jelasnya dapat diuraikan
sebagai berikut:
1)
Dasar Yuridis atau Hukum
Yang dimaksud di sini adalah dasar-dasar yang mengatur
pelaksanaan pendidikan agama Islam baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah atau lembaga
pendidikan formal. Dasar tersebut meliputi:
a)
Dasar Ideal (Pancasila)
Dasar ideal Pendidikan Agama Islam adalah Pancasila,
yaitu sila pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Makna dari sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah
setiap warga negara Indonesia
harus beragama dalam menjalankan syariat agamanya tersebut dengan baik dan
benar. Bagi umat Islam Indonesia
agar dapat mewujudkan makna sila pertama dari pancasila dalam kehidupan
sehari-hari pasti membutuhkan pendidikan agama Islam.
b)
Dasar Struktural/Konstitusional
Adalah dasar yang berasal dari perundang-undangan yang
berlaku, yakni UUD 1945 dalam bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
(1)
Negara
berdasarkan atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
(2).
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu (UUD
1994:65).
c)
Dasar Operasional
Dasar operasional adalah dasar yang secara langsung
mengatur pelaksanaan pendidikan agama Islam di seluruh Indonesia mulai
dari pra sekolah sampai pada perguruan tinggi.
Sebagaimana yang dicantumkan dalam GBHN RI 1999/2004,
yaitu: “Meningkatkan kualitas pendidikan agama melalui penyempurnaan sistem
pendidikan agama sehingga lebih terpadu dan integral dengan sistem pendidikan
nasional dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai” (Tap MPR,
2002:27).
2)
Dasar Keagamaan (religius)
Dasar ini bersumber pada ajaran agama yang menunjukkan
adanya perintah untuk melaksanakan pendidikan agama. Langgulung (1980:35)
menjelaskan:
Dalam hal
pendidikan Islam Al-Qur’an dan Sunnahlah yang mendapatkan sorotan lebih banyak,
sebab keduanyalah sebagai dasar agama, sedangkan yang lainnya berpangkal ke
situ. Dengan kata lain itu dikembalikan kepada sumber itu, kalau sesuai
diterima kalau tidak maka ditolak.
Sebagaimana juga yang dijelaskan oleh Zuhairini dan
Abdul Ghofir (2004: 11) bahwa dasar religius (keagamaan) adalah dasar-dasar
yang bersumber dalam ajaran agama Islam yang tertera dalam Al-Qur’an dan
Hadist.
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ مَالِك أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّه ِ(رواه مَالِك)
Artinya: “Dari Malik sesungguhnya dia berkata bahwasanya
Rasulullah Saw bersabda: Aku tinggalkan untuk kamu semuanya dua perkara yang
mana kamu semua tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh padanya, yaitu
Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunah Nabi” (Kitab Muwaatho’ Ibnu Malik).
Berdasarkan pendapat serta sabda Rasulullah saw di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an dan Hadis adalah sebagai dasar
religius tentang terlaksananya pendidikan agama Islam, sebab di dalam keduanya
terdapat ajaran yang menganjurkan dan memerintahkan untuk dilaksanakannya
proses belajar mengajar.
Dalam Al-Qur’an disebutkan dasar pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam, antara lain dalam firman Allah Surat At-Taubah ayat 122
sebagaimana berikut:
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi
semuanya (ke medan
perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa
orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka itu telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya” (Depag RI, 1989: 301).
Ayat tersebut menjelaskan tentang kewajiban
memperdalam agama dan kewajiban mengajarkannya kepada orang-orang yang ada di
sekitarnya.
Dalam Surat Al-Imran: 104 yang berbunyi:
Artinya: “Hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh berbuat baik dan mencegah dari
perbuatan yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung” (Depag RI,
1989: 93).
Ayat ini mengandung ajakan kepada manusia agar ada
segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan dan menyeru untuk meninggalkan
kemunkaran.
Kemudian Surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur
$pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB
tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan” (At-Tahrim: 6) (Depag RI, 1989: 951).
Ayat di atas menjelaskan hendaknya sebagian manusia
mengajak sebagian yang lain agar dapat saling menyelamatkan diri dari api
neraka. Selain itu juga disebutkan dalam Hadits Rasulullah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ (رواه
مسليم)
Artinya: Dari Abu Hurairoh berkata: “Rasulullah Saw, bersabda:
“Tidaklah dilahirkan seorang anak (bayi)
melainkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak
tersebut beragama Yahudi, Nasrani (Kristen) dan Majusi” (H.R. Muslim)
3)
Dasar Sosial Psikologis
Setiap manusia hidupnya selalu membutuhkan adanya
suatu pegangan hidup yang disebut dengan agama.
Seseorang akan merasa tenang dan tentram hatinya kalau
mereka dapat mendekatkan dan mengabdi kepada Allah SWT, sesuai dengan firman
Allah dalam surat
Ar-Ra’du: 28 yang berbunyi:
Artinya: “Orang-orang yang taubat yaitu mereka
yang beriman hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah (dzikrullah)
ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang” (Depag RI,
1989:373).
Oleh karena itu, pendidikan agama Islam mempunyai
tugas untuk memberikan dorongan, rangsangan dan bimbingan agar peserta didik
dapat menyerap nilai yang terkandung dalam ajaran Islam tersebut, sehingga
mereka dapat membentuk dirinya sesuai dengan nilai agama yang diajarinya, dan
dapat mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari secara baik dan
sesuai dengan ketentuan Allah.
- Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan
pendidikan merupakan faktor yang sangat penting, sebab tujuan merupakan sesuatu
yang hendak dituju oleh pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan bukanlah
suatu yang statis dan tetap, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian
seseorang, yang meliputi seluruh aspek berupa kehidupan.
Tujuan pendidikan agama Islam pada dasarnya sangat
berkaitan dengan tujuan manusia hidup di dunia ini atau lebih tegasnya, tujuan
pendidikan adalah untuk menjawab persoalan-pesoalan untuk apa kita hidup?
Sebagaimana Islam telah memberi jawaban yang tegas dalam hal ini, seperti
firman Allah dalam surat
Adz-Dzariat: 56, yang berbunyi:
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Depag RI, 1989: 862).
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang tujuan
pendidikan agama Islam dikemukakan pendapat para ahli pendidikan agama Islam
sebagai berikut:
1)
Moh. Athiyah Al-Abrasyi dalam buku Zuhairini (1992:164)
menyebutkan ada lima
tujuan pokok pendidikan agama Islam, yaitu:
d)
Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia
Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, “Innama
buitstu li utammima makarimal akhlak”, mencapai akhlak yang sempurna adalah
tujuan pendidikan Islam yang sebenarnya.
b). Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan
akhirat
Pendidikan Islam tidak hanya
memperhatikan segi keagamaan saja dan tidak keduniaan saja tetapi ia menaruh
perhatian pada kedua-duanya, ia memandang persiapan untuk kedua kehidupan itu
sebagai tujuan tertinggi dan terakhir bagi pendidikan.
c). Persiapan mencari rizki dan pemeliharaan
segi-segi kemanfaatan
Kesempurnaan manusia tidak
akan tercapai kecuali dengan memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan atau
menaruh perhatian pada segi spiritual, akhlak dan segi-segi kemanfaatan
d).
Menumbuhkan semangat ilmiah dan memuaskan keinginan hati untuk mengetahui dan
memungkinkan mengkaji ilmu pengetahuan.
e).
Menyiapkan pelajar dari segi-segi profesional, teknis supaya dapat menguasai
profesi, teknis tertentu agar dapat mencari rezeki dalam hidup dan hidup dengan
mulia disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan
2). Ibnu Khaldun merumuskan tujuan
Pendidikan Agama Islam dengan berpegang pada firman Allah dalam surat
Al-Qashash: 77, yaitu:
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu lupa kebahagiaan (kenikmatan)
dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Depag RI, 1989:623).
Berdasarkan
firman Allah itu, beliau merumuskan tujuan pendidikan agama Islam terbagi
menjadi dua macam, yaitu:
a)
Tujuan yang berorientasi ukhrowi yang membentuk seorang
hamba agar melakukan kewajiban pada Allah
b)
Tujuan yang berorientasi duniawi yaitu membentuk manusia
yang mampu menghadapi segala bentuk kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat
bagi orang lain (Muhaimin, Mujib, 1993:161).
3). Menurut Abu Ahmadi
(1976:132), tujuan pendidikan agama Islam adalah:
Membentuk
manusia sosial yang berkepribadian muslim yang bertakwa kepada Allah atau
dengan kata lain menanamkan takwa dan akhlak menegakkan kebenaran untuk
membentuk manusia yang berakhlak dan berkepribadian luhur sesuai dengan ajaran
Islam.
4). Menurut Mahmud
Yunus (1993:13), tujuan pendidikan agama Islam adalah:
Mendidik anak-anak,
pemuda dan pemudi, dan orang dewasa supaya menjadi muslim sejati, beriman
teguh, beramal shaleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang
anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada
Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.
5). Menurut
Al-Ghazali (dalam Arief, 2002: 22), tujuan pendidikan agama Islam adalah:
a)
Kesempatan manusia, yang puncaknya adalah dekat kepada Allah
b) Kesempurnaan
manusia, yang puncaknya adalah kebahagiaan manusia agar mampu mencapai tujuan-tujuan yang
dirumuskan.
Berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:
a)
Mendidik manusia supaya menjadi manusia muslim sejati,
beriman teguh dan beramal shaleh serta berakhlak mulia.
b)
Dengan pendidikan dapat menjadi anggota masyarakat yang
sanggup mandiri, mengabdi kepada Allah, berjuang untuk kepentingan bangsa
negara, agama dalam upaya menciptakan keadilan dan kemakmuran.
3.
Materi Pendidikan Agama Islam
Materi pendidikan agama Islam secara garis besar
mempunyai ruang lingkup mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan
antara hubungan manusia dan dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu, agar
pendidikan ini dapat berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan dan yang
dicita-citakan, maka materi yang disampaikan haruslah disusun dengan sedemikian
rupa sehingga mudah diterima dan ditangkap oleh peserta didik.
Islam memiliki tiga ajaran yang merupakan inti dasar
dalam mengatur kehidupan, secara umum dasar ajaran Islam yang dijadikan materi
pokok pendidikan agama Islam, yaitu:
a
Masalah keimanan (Aqidah)
Pendidikan yang utama dan pertama yang harus dilakukan
adalah pembentukan keyakinan kepada Allah yang diharapkan melandasi sikap,
tingkah laku dan kepribadian anak didik. Sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah Surat Al-Luqman: 13 yang berbunyi:
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar
kezaliman yang besar” (Depag RI, 1989: 654).
- Masalah keislaman (syariah)
Syariah adalah semua aturan Tuhan dan hukum-hukum
Tuhan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia dengan
alam sekitar. Namun ada pengertian syariah yang lebih dekat kepada fiqih, yaitu
tatanan, peraturan-peraturan, perundang-undangan dan hukum yang mengatur segala
aspek kehidupan. Dalam Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah:21 disebutkan:
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang
telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa” (Depag
RI, 1989:11).
Materi syariah dalam pendidikan agama Islam diharapkan
dapat menjadi hal yang fungsional dalam hidup manusia, dengan harapan manusia
yang telah menerima pendidikan agama Islam paham akan bentuk dan juga aturan,
yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan manusia dengan manusia serta
manusia dengan alam sekitarnya dengan landasan nilai-nilai Islam. Dan juga agar
out put dari pendidikan agama Islam mampu mengaplikasikan ajaran Islam secara
murni dan baik, yang dilandasi pengetahuan yang sesuai dengan kaidah-kaidah hukum
Islam.
- Masalah Ikhsan (akhlak)
Tujuan pendidikan agama Islam adalah terbentuknya
pribadi muslim, dalam arti manusia yang berakhlak mulia sehingga segala aspek
hidupnya sesuai dengan norma-norma agama dan masyarakat. Dimana akan
tercapainya keharmonisan hubungan antar manusia, untuk menuju kebahagiaan
hidup, baik dunia maupun akhirat.
Sedangkan tujuan pendidikan akhlak adalah mendorong
manusia agar berbuat kebajikan dalam rangka membentuk manusia yang berakhlak
mulia. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat
Luqman ayat 18 yang berbunyi:
Artinya: “Dan janganlah memalingkan mukamu dari manusia karena
sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh sesungguhnya
Allah tidak meyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (Depag RI, 1989:655).
Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
akhlak menduduki peranan yang penting bagi manusia. Menurut Barwa Umari :
“Dengan akhlak manusia dapat mengetahui batas antara yang baik dengan yang
buruk dan dapat menempatkan pada proporsi yang sebenarnya.
4.
Pentingnya Pendekatan Pembelajaran CTL bagi PAI
Pentingnya pendekatan pembelajaran CTL bagi mapel PAI didasarkan
atas beberapa hal:
a.
PAI merupakan mata pelajaran
yang dikembangkan dari ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam.
Karena itu PAI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam.
b.
Dari segi muatan pendidikannya,
PAI merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang memiliki tujuan pembentukan moral
kepribadian peserta didik yang baik. Oleh sebab itu semua mata pelajaran yang
memiliki tujuan relevan dengan PAI harus seiring dan sejalan dalam pendekatan
pembelajarannya.
c.
Tujuan diberikannya mata
pelajaran PAI adalah terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa
kepada Allah swt, berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan
yang cukup tentang Islam terutama sumber-sumber ajaran dan sendi-sendi lainnya,
sehingga dapat dijadikan bekal untuk mempelajari berbagai bidang ilmu atau mata
pelajaran tanpa harus terbawa oleh pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan
oleh ilmu dan mata pelajaran tersebut.
d.
Mata pelajaran PAI tidak hanya
mengajarkan kepada peserta didik agar menguasai ilmu keislaman tetapi juga
harus memiliki kemampuan untuk mengamalkan ajaran Islam dalam keseharian.
e.
Prinsip dasar PAI didasarkan
pada tiga kerangka dasar yaitu akidah (penjabaran dari konsep iman), syariah
(penjabaran dari konsep Islam), akhlak (penjabaran dari konsep ihsan).
f.
Dilihat dari aspek tujuan, PAI
bersifat integratif, yaitu menyangkut potensi intelektual (kognitif), potensi
moral kepribadian (afektif) dan potensi keterampilan mekanik (psikomotorik).
Oleh sebab itu pembelajaran PAI harus mampu mengembangkan semua potensi secara
pararel tanpa menafikan potensi lain yang dimiliki oleh siswa.
Karakteristik yang dimiliki mata pelajaran
PAI sangat kompleks, komprehensif dan memerlukan pengetahuan lintas sektor.
Oleh sebab itu pola pendekatan dan strategi pembelajaran harus dilakukan secara
dinamis dan inovatif agar cita-cita atau tujuan PAI dengan cepat dapat dicapai.
Atas dasar pertimbangan di atas maka
menerapkan pendekatan CTL dalam pembelajaran mata pelajaran PAI menjadi sebuah
keniscayaan. Karena dengan pendekatan CTL akan lebih mempercepat proses
bimbingan dan pembinaan kualitas personel siswa baik aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik (http://google./artikelCTL/.com).
E.
Tinjauan tentang Motivasi Belajar
- Pengertian Motivasi
Menurut Ngalim Purwanto (2000: 60) motif adalah segala
sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Apa saja
yang diperbuat manusia, yang penting maupun yang kurang penting, yang berbahaya
maupun yang tidak mengandung resiko, selalu ada motivasinya.
Seperti yang dikatakan Sartain dalam bukunya Psychology Understanding of Human Behavior: Motif
adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan
tingkah laku perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang (Ngalim Purwanto, 2000:
60).
Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak
dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu
demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat
diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif pada saat-saat
tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat
dirasakan/mendesak (Sardiman, 2005: 73).
Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau
penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Ada tidaknya motivasi
dalam diri peserta didik dapat di amati dari observasi tingkah lakunya. Apabila
peserta didik mempunyai motivasi, ia akan: (a) bersungguh-sungguh, menunjukkan
minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta
dalam kegiatan belajar, (b) berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup
untuk melakukan kegiatan tersebut, dan (c) terus bekerja sampai tugas-tugas
tersebut terselesaikan (Muhaimin, 2001: 138).
Motivasi juga merupakan daya atau perbuatan yang
mendorong seseorang; tindakan atau perbuatan merupakan gejala sebagai akibat
dari adanya motivasi tersebut. Derajat usaha atau perjuangan di dalam melakukan
usaha atau tindakan itu menunjukkan tinggi rendahnya derajat motivasi. Bila motivasi
tinggi maka untuk merealisasikan motivasi tersebut dalam bentuk tindakan atau
perbuatan akan dilaksanakan dengan usaha yang tinggi pula, atau penuh semangat.
Sebaliknya, suatu tindakan yang dilaksanakan dengan sangat santai-santai saja
merupakan gejala dari motivasi yang rendah. Dengan kata lain, motivasi adalah
kekuatan pendorong yang ada dalam diri seoarang individu untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan (Masnur,1987:
41).
Menurut Siti Partini Sudirman (1991:96) motivasi
bukanlah tingkah laku tetapi kondisi internal yang kompleks yang tidak dapat
diamati secara langsung tetapi mempengaruhi tingkah laku, motivasi adalah
dorongan dari dalam yang digambarkan sebagai harapan, keinginan dan sebagainya
yang bersifat menggiatkan atau menggerakkan individu. Tanpa motivasi tidak akan
ada tujuan tujuan, suatu tingkah laku yang terorganisasi. Motivasi itu sendiri
berasal dari kata motif yang artinya dorongan, kehendak, alasan atau kemauan.
Dari gambaran itu dapatlah dikatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam
yang menimbulkan kekuatan individu untuk bertindak atau bertingkah laku guna
memenuhi kebutuhan.
Menurut para ahli psikologi pendidikan motivasi adalah
kekuatan yang mendorong terjadinya belajar, kekuatan itu bisa berupa semangat, keinginan,
rasa ingin tahu, perhatian, kemauan, atau cita-cita (Dimyati dan Mudjiono,
1999: 80).
Motivasi adalah sebagai pendorong siswa dalam belajar.
Intensitas belajar siswa sudah barang tentu dipengaruhi oleh motivasi. Siswa
yang ingin mengetahui sesuatu dari apa yang dipelajarinya adalah sebagai tujuan
yang ingin siswa capai selama belajar. Karena siswa mempunyai tujuan ingin
mengetahui sesuatu itulah akhirnya siswa terdorong untuk mempelajarinya. Oleh
karena itulah motivasi tidak dapat dipisahkan dari aktivitas belajar siswa
(Syaiful Bahri Djamarah, 1994: 27).
Menurut Mc. Donald, (dalam Sardiman, 2005:73-74)
motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya “feeling” dan didahului
dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dan pengertian ini mengandung tiga
unsur yang saling terkait yakni:
- Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem “neorophysiological” yang ada pada organisme manusia karena menyangkut perubahan energi manusia, misalnya adanya perubahan dalam sistem pencernaan akan menimbulkan motif lapar.
- Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif. Suatu misal si A terlibat dalam suatu diskusi, oleh karena dia akan berbicara dengan kata-kata dan suara yang lancar dan cepat.
- Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi yakni tujuan, dalam hal ini tujuan merupakan kebutuhan manusia dalam hidupnya. Misalnya si A ingin mendapat hadiah, maka ia akan belajar, mengikuti ceramah, bertanya, membaca buku dan sebagainya
Jadi dari ketiga unsur di atas dapat disimpulkan bahwa
motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan
terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan
menyebabkan gejala kejiwaan, perasaan, dan emosi kemudian bertindak untuk
melakukan semua. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau
keinginan yang ingin dicapai (Sardiman, 2005: 74).
Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk
menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin
melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan
atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang
oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang
(Sardiman, 2005: 75).
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri
seseorang yang menjadi sebab suatu tujuan. Juga merupakan suatu rangsangan yang
mendorong seseorang untuk bertingkah laku sehingga akan menggugah dirinya
bersemangat untuk meraih cita-citanya.
Motivasi dan kebutuhan merupakan suatu rangkaian yang
tidak dapat dipisahkan. Kebutuhan yang ada pada seseorang menimbulkan dorongan
dan menimbulkan kelakuan untuk mencapai tujuan. Kebutuhan timbul karena adanya
motivasi pada diri seseorang.
Tujuan dapat menimbulkan timbulnya motivasi dalam diri
seseorang. Karena dengan adanya tujuan yang jelas dan disadari akan
mempengaruhi kebutuhan yang mendorong timbulnya motivasi. Misalnya seseorang
siswa yang memiliki motivasi maka ia merasa butuh belajar giat untuk menjadi
juara kelas. Dalam hal ini maka dengan motivasi siswa dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
- Jenis-jenis Motivasi
Berbicara
tentang macam-macam atau jenis-jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang. Dengan demikian, motivasi atau motif-motif yang aktif itu
sangat bervariasi.
- Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
1) Motif-motif
bawaan
Yang dimaksud dengan motif-motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak
lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari, misalnya: dorongan untuk minum,
bekerja, istirahat, dan lain-lain.
2) Motif
yang dipelajari
Motif yang dipelajari maksudnya motif yang timbul karena dipelajari,
contohnya dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, motif untuk
mengajar sesuatu dalam masyarakat. Motif-motif ini sering kali disebut dengan
motif-motif yang diisyaratkan secara sosial.
Jenis-jenis Motif
ini antara lain:
a) Cognitive Motives
Motif ini menunjukkan pada gejala intrinsik yakni menyangkut kepuasan
individual. Kepuasan individual yang berada di dalam diri manusia dan biasanya
berwujud proses dan produk mental. Jenis motif seperti ini adalah sangat primer
dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual.
b) Self-expresion
Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia. Yang penting
kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu ini
terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu kejadian. Untuk ini memang diperlukan
kreatifitas, penuh imajinasi. Jadi dalam hal ini seseorang memiliki keinginan
untuk aktualisasi diri.
c) Self- enhancement
Melalui aktualisasi diri dan
pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri seseorang. Ketinggian
dan kemajuan diri ini menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu. Dalam
belajar dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat bagi anak didik untuk
mencapai suatu prestasi (Sardiman, 2005: 87).
- Motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
1)
Motif atau kebutuhan organis
Yakni motif atau kebutuhan organis yakni motif yang berhubungan dengan
kebutuhan-kebutuhan diri/tubuh/jasmaniah, misalnya kebutuhan akan minum, makan,
dan lain-lain.
2)
Motif-motif darurat
Yakni motif darurat yakni motivasi yang timbul karena rangsangan dari
luar. Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain: dorongan untuk
menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, berusaha, untuk memburu. Jelasnya
motivasi ini timbul karena adanya rangsangan dari luar.
3)
Motif objektif
Yakni motif objektif yakni motif yang timbul karena dorongan untuk dapat
menghadapi dunia luar secara efektif, misalnya kebutuhan untuk melakukan
eksplorasi, manipulasi, dan menaruh minat (Sardiman, 2005: 88).
- Motivasi dilihat dari dasar isi/persangkut pautannya
Ada
beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni
motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah.
1)
Motif jasmaniah, yang termasuk motivasi jasmaniah
misalnya reflek, instink otomatis, nafsu, hasrat, dan lain-lain.
2)
Motif rohaniah, yang termasuk motivasi rohaniah yakni
kemauan. Kemauan terbentuk melalui empat momen yaitu:
a)
Momen timbulnya alasan-alasan
Misalnya
seseorang sedang belajar di kamar karena alasan besok ujian, kemudian ibu
menyuruhnya untuk mengantar tamu melihat pertunjukan wayang. Dari sini timbul
alasan baru : mungkin keinginan untuk menghormati tamu, mungkin keinginan untuk
tidak mengecewakan ibunya.
b)
Momen pilih
Yaitu keadaan dimana ada alternatif-alternatif, yang mengakibatkan
persaingan antara alasan-alasan itu. Kemudian seseorang menimbang-nimbang dari
berbagai alternatif untuk kemudian menentukan pilihan alternatif yang akan
dikerjakan.
c)
Momen putusan
Dalam persaingan antara berbagai
alasan, sudah barang tentu akan berakhir dengan dipilihnya satu alternatif.
Satu alternatif yang dipilih inilah yang menjadi putusan untuk dikerjakan.
d)
Momen terbentuknya kemauan
Jika
seseorang sudah menetapkan satu putusan untuk dikerjakan, maka timbullah
dorongan pada diri seseorang untuk bertindak melaksanakan putusan itu (Sumadi
Suryabrata 1990: 72-73).
- Motivasi dilihat dari dasar pokoknya dibagi menjadi:
1)
Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri
siswa sendiri yang mendorongnya melakukan tindakan belajar (Muhibbin Syah,
1995: 136 – 137). Motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang berfungsinya tidak
usah dirangsang dari luar, karena memang dalam diri individu sendiri telah ada
dorongan itu (Sumadi Suryabrata 1990: 72). Itulah sebabnya motivasi intrinsik
dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar
dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara
mutlak terkait dengan aktivitas belajarnya. Termasuk dalam motivasi intrinsik
adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi. Sebagai
contoh seseorang yang senang membaca tidak usah ada orang yang menyuruhnya atau
mendorongnya. Seseorang belajar
memang benar-benar ingin mengetahui sesuatu atau bukan karena ingin
pujian/ganjaran.
2)
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dari luar
individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar
(Muhibbin Syah, 1995:137). Misalnya seorang guru memberikan pujian atau hadiah bagi
siswa yang mencapai dan menunjukkan usaha yang baik, memberikan angka tinggi
terhadap prestasi yang dicapainya, tidak menyalahkan pekerjaan atau jawaban
siswa secara terbuka sekalipun pekerjaan atau jawaban tersebut belum memuaskan,
siswa belajar giat karena besok ada ujian dengan harapan mendapat nilai yang
baik.
Kedua motivasi tersebut di atas dapat dipergunakan
oleh seorang guru pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Siswa yang
memiliki motivasi intrinsik, akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik
yang berpengetahuan atau yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya
jalan untuk menuju ketujuan yang ingin dicapai ialah belajar, tanpa belajar
tidak mungkin mendapat pengetahuan. Akan tetapi disekolah sering kali digunakan
motivasi ekstrinsik seperti pujian, angka, ijazah, hukuman, kenaikan pangkat
dan lain-lain. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah,
dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang
kurang menarik bagi siswa sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik (Sardiman,
2005: 90-91).
3. Motivasi Belajar
Motivasi
belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual.
Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan
semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai
banyak sinergi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2005: 75).
Dalam
perilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi belajar tersebut ada yang intristik atau
ekstrinstik. Muatan motivasi-motivasi tersebut berada di tangan para
guru/pendidik dan anggota masyarakat lain. Guru sebagai pendidik bertugas
memperkuat motivasi belajar selama minimum sembilan tahun pada usia wajib
belajar. Orang tua bertugas memeperkuat motivasi belajar sepanjang hayat. Ulama
sebagai pendidik juga bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat
(Dimyati, 1994: 94).
Seorang
siswa dapat belajar dengan giat karena motivasi dari luar dirinya,
misalnya adanya dorongan dari orang tua atau gurunya, janji-janji yang
diberikan apabila ia berhasil dan sebagainya. Tetapi, akan lebih baik lagi
apabila motivasi belajar itu datang dari dalam dirinya itu, siswa akan mendorong secara
terus-menerus, tidak tergantung pada situasi luar (Masnur, 1987: 42).
Motivasi
belajar merupakan hasrat untuk belajar dari seseorang individu. Seorang siswa
dapat belajar secara lebih efisien apabila ia berusaha untuk belajar secara
maksimal, artinya siswa memotivasi dirinya sendiri untuk belajar.
Seorang
individu akan belajar lebih efisien apabila ada motivasi di dalam dirinya. Atau
dengan kata lain, seorang individu akan belajar lebih efisien apabila ia
berusaha untuk belajar. Agar siswa dapat belajar secara efisien, maka siswa
tersebut haruslah dalam keadaan bangun
dan memperhatikan lingkungannya secara wajar. Hal ini dimungkinkan apabila
siswa tersebut memiliki motivasi untuk belajar.
Motivasi
belajar dapat datang dari dalam diri siswa yang rajin membaca buku di
perpustakaan atau sering mengunjungi toko buku karena adanya rasa ingin tahu
terhadap suatu permasalahan. Ini berarti siswa tersebut dimotivasi oleh suatu
kebutuhan yang datang dalam dirinya sendiri. Sebaliknya, jika seorang siswa
berusaha sekuat tenaga untuk mencari nilai yang baik karena ingat pada janji
orang tuanya akan membelikan sepeda motor apabila nilai rapornya baik, maka hal
ini merupakan motivasi yang berasal dari luar diri siswa.
Apabila
ditinjau dari segi kekuatan dan kemantapannya, maka motivasi yang timbul dalam
diri seorang individu akan lebih stabil dan mantap apabila dibandingkan dengan
motivasi yang berasal dari pengaruh lingkungan. Dengan berubahnya lingkungan
yang menimbulkan motivasi ini, maka motivasi belajarnya juga akan mengalami
perubahan. Demikian pula apabila lingkungan yang mempengaruhi siswa tersebut
lenyap, maka motivasi siswa ini pun akan ikut hilang pula. Namun demikian,
suatu motivasi yang berasal dari lingkungan luar dapat tertanam secara
kuat dan mantap pada diri siswa, sehingga yang tadinya merupakan motivasi dari
luar, akhirnya menjadi motivasi dari dalam (Masnur,1987 : 43).
4. Fungsi Motivasi
Dalam
belajar, motivasi memegang peranan penting. Motivasi adalah sebagai pendorong
siswa dalam belajar. Intensitas belajar siswa sudah barang tentu dipengaruhi
oleh motivasi. Siswa yang ingin mengetahui sesuatu dari apa yang dipelajarinya
adalah sebagai tujuan yang ingin siswa capai selama belajar. Karena siswa
mempunyai tujuan ingin mengetahui sesuatu itulah akhirnya siswa terdorong untuk
mempelajarinya (Syaiful Bahari Djamarah, 1994 : 27).
Tentunya
sebelum menerapkan pengetahuan mengenai motivasi ini dalam tugas sehari-hari,
perlu kiranya diketahui pula mengenai
fungsi dari motivasi itu sendiri. Dengan mengetahui fungsi motivasi pada
seorang individu maka penerapannya nanti akan terlaksana secara tepat (Masnur,1987 :
55).
Sehubungan
dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi :
- Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
- Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.
- Menyeleksi perbuatan, menentukan perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan (Sardiman, 2005: 85).
Sedangkan dalam bukunya Oemar Hamalik (1992: 175)
menyatakan bahwa, fungsi motivasi itu adalah:
a.
Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan.
Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar.
b.
Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada
pencapaian tujuan yang diinginkan.
c.
Sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi
mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu
pekerjaan.
5. Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi
adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan
kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau
mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya
untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan
sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Sebagai
contoh, seorang guru memberikan pujian kepada seorang siswa maju ke depan kelas
dan dapat mengerjakan hitungan matematika di papan tulis. Dengan pujian itu,
dalam diri anak tersebut timbul rasa percaya pada diri sendiri, di samping itu
timbul keberaniannya sehingga ia tidak takut dan malu lagi jika disuruh maju ke
depan kelas (Ngalim Purwanto, 2000 73).
6. Prinsip Motivasi
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran pendidikan agama berkenaan dengan prinsip
motivasi, yaitu:
a.
Memberikan
dorongan (drive)
Tingkah laku seseorang akan terdorong ke arah suatu tujuan tertentu apabila
ada kebutuhan. Kebutuhan ini menyebabkan timbulnya dorongan internal, yang
selanjutnya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu untuk menuju
tercapainya suatu tujuan. Setelah tujuan dapat dicapai biasanya intensitas
dorongan semakin menurun.
b.
Memberikan
insentif
Adanya karakteristik tujuan menyebabkan seseorang bertingkah laku untuk
mencapai tujuan tersebut. Tujuan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku
tersebut disebut insentif. Setiap orang mengharapkan kesenangan dengan
mendapatkan insentif yang bersifat positif. Begitu pula sebaliknya, orang akan
menghindari insentif yang bersifat negatif. Dalam kegiatan pembelajaran PAI
juga diperlukan insentif untuk lebih meningkatkan motivasi belajar peserta
didik. Insentif dalam pembelajaran pendidikan agama Islam tidak selalu berupa
materi, tetapi bisa berupa nilai atau penghargaan sesuai kadar kemampuan yang
dapat dicapai peserta didik. Bila perlu, insentif dapat diberikan kepada
peserta didik secara bertahap sesuai tahap tingkatan yang dapat
dicapainya.
c.
Motivasi
berprestasi
Karena itu, guru perlu mengetahui sejauh mana kebutuhan berprestasi peserta
didik. Peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan
menyelesaikan tugas atau makalah yang memberikan tantangan dan kepuasan secara
lebih cepat.
d.
Motivasi
kompetensi
Setiap peserta didik memiliki keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan
berusaha menaklukkan lingkungannya. Motivasi belajar tidak bisa di lepaskan
dari keinginannya untuk menunjukkan kemampuan dan penguasaannya kepada yang
lain. Karena itu di perlukan: (1) keterampilan mengevaluasi diri, (2) nilai
tugas bagi peserta didik, (3) harapan untuk sukses, (4) patokan keberhasilan,
(5) kontrol belajar, dan (6) penguatan diri utnuk mencapai tujuan.
e.
Motivasi
kebutuhan
Manusia memiliki kebutuhan yang bersifat
hirarkis, yaitu yang meliputi kebutuhan fisiologis, keamanan, dicintai dan
diakui kelompoknya, harga diri dan prestasi, serta aktualisasi diri (Muhaimin,
2001: 139).
7. Cara Menumbuhkan Motivasi
Beberapa
cara untuk menumbuhkan motivasi adalah melalui cara mengajar yang bervariasi,
misalnya penggalangan informasi,
memberikan stimulus baru, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada peserta
didik, memberi kesempatan peserta didik untuk menyalurkan keinginan belajarnya,
menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian peserta didik, seperti
gambar, foto, diagram, dan sebagainya. Secara umum peserta didik akan
terangsang untuk belajar (terlibat aktif dalam pengajaran) apabila ia melihat
bahwa situasi pengajaran cenderung memuaskan dirinya sesuai dengan
kebutuhannya.
Memang,
seorang individu akan terdorong melakukan sesuatu bila merasakan ada kebutuhan.
Kebutuhan ini yang menimbulkan ketidak seimbangan, rasa ketegangan yang
menuntut kepuasan supaya kembali pada keadaan keseimbangan (balancing). Ketidak
seimbangan disebabkan rasa tidak puas (dissatisfaction): dissatisfaction
in on assaetial element in motivation. Dan bila kebutuhan itu telah
terpenuhi dan terpuaskan aktivitas
menjadi kurang atau lenyap (misalnya, bila lisensi telah diperoleh) sampai muncul lagi
kebutuhan-kebutuhan baru, misalnya lisensi atau kedudukan yang lebih tinggi.
Kebutuhan
seseorang selalu berubah selama hidupnya. Sesuatu yang menarik dan
diinginkannya pada suatu waktu, tidak akan lagi diacuhkannya pada waktu lain.
Karena itu motif-motif (segala daya yang mendorong individu untuk melakukan
sesuatu) harus dipandang sebagai sesuatu yang dinamis.
Clifford T.
Morgan (dalam Ahmad Rohani, 2004:12) memandang
bahwa anak (individu) memilih kebutuhan:
- Untuk berbuat sesuatu demi kegiatan itu sendiri; activity in it self is a pleasure;
- Untuk menyenangkan hati orang lain;
- Untuk berprestasi atau mencapai hasil (to achieve);
- Untuk mengatasi kesulitan. Sikap anak terhadap kesulitan banyak tergantung pada sikap lingkungannya.
Ada
dua kemungkinan bagi peserta didik yang motivasi keterlibatannya dalam
aktivitas pengajaran/belajar yaitu:
- Karena motivasi yang timbul dari dalam dirinya sendiri.
- Karena motivasi yang timbul dari luar dirinya (Ahmad Rohani, 2004:13).
Kebutuhan
keterlibatan dalam pengajaran/belajar mendorong timbulnya motivasi dari dalam
dirinya (motivasi intrinsik atau endogen), sedangkan stimulasi dari guru atau
dari lingkungan belajar mendorong timbulnya motivasi dari luar (motivasi ekstrinsik-eksogen).
Pada motivasi intrinsik, peserta didik belajar, karena belajar itu sendiri (menambah pengetahuan, ketrampilan,
dan sebagainya). Pada motivasi
ekstrinsik, peserta didik belajar bukan karena dapat memberikan makna baginya,
melainkan karena yang baik, hadiah penghargaan, atau menghindari hukuman/
celaan. Tujuan yang ingin dicapai terletak di luar perbuatan belajar itu. Maka
pujian terhadap seorang peserta didik yang menunjukkan prestasi didik yang
menunjukkan prestasi belajar merupakan salah satu upaya menumbuhkan motivasi
dari luar peserta didik.
S. Nasution
(dalam Ahmad Rohani, 2004:13) mengatakan bahwa motif atau penyebab peserta
didik belajar ada dua hal:
- Ia belajar karena didorong oleh keinginan untuk mengetahuinya. Dalam belajar terkandung tujuan untuk menambah pengetahuan; Intrinsic motivation are inherent in the learning situations and meet pupil needs and purpose.
- Ia belajar supaya mendapat angka yang baik, naik kelas, mendapat ijazah, tidak terkandung dalam perbuatan belajar. The goal is artificially introduced. Tujuan itu bukan sesuatu yang wajar dalam kegiatan.
Motivasi
ekstrinsik sangat berkaitan erat dengan konsep reinforcement atau penguatan. Ada dua macam reinforcement.
- Reinforcement positif ; sesuatu yang memperkuat hubungan stimulus respon atau sesuatu yang dapat memperbesar kemungkinan timbulnya sesuatu respon.
- Reinforcement negatif ; sesuatu yang dapat memperlemah timbulnya respon atau memperkecil kemungkinan hubungan stimulus-respon (Ahmad Rohani, 2004:13-14).
Dan reinforcement
itu sendiri erat hubungannya dengan hadiah, hukuman, dan sebagainya. Untuk
memperbesar peranan peserta didik dalam aktivitas pengajaran/belajar, maka
reinforcement (penguatan) yang diberikan dari seorang guru sangat
diperlukan. Dan individu akan terus berupaya meningkatkan prestasinya, jika ia
memperoleh motivasi dari luar yang berupa reinforcement positif (Ahmad
Rohani, 2004:14).
F.
Tinjauan tentang Prestasi Belajar Siswa
Output pendidikan adalah hasil belajar (prestasi belajar) yang
merefleksikan seberapa efektif proses belajar mengajar diselenggarakan. Artinya, prestasi belajar ditentukan oleh
tingkat efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Prestasi belajar
ditunjukkan oleh peningkatan kemampuan dasar dan kemampuan fungsional.
Kemampuan dasar meliputi daya pikir, daya kalbu, dan daya raga yang diperlukan
oleh siswa untuk terjun di masyarakat dan untuk mengembangkan dirinya. Daya
pikir terdiri dari daya pikir deduktif, induktif, ilmiah, kritis, kreatif,
eksploratif, diskoveri, nalar, lateral, dan berpikir sistem. Daya kalbu terdiri
dari daya spiritual, emosional, moral, rasa kasih sayang, kesopanan, toleransi,
kejujuran dan kebersihan, disiplin diri, harga diri, tanggungjawab, keberanian
moral, kerajian, komitmen, estetika, dan etika. Daya raga meliputi kesehatan,
kestaminaan, ketahanan, dan keterampilan (olah raga, keterampilan kejuruan, dan
kesenian). Kemampuan fungsional antara lain meliputi kemampuan memanfaatkan
teknologi dalam kehidupan, kemampuan mengelola sumberdaya (sumberdaya manusia
dan sumberdaya selebihnya yaitu uang, bahan, alat, bekal, dsb.), kemampuan
kerjasama, kemampuan mamanfaatkan informasi, kemampuan menggunakan sistem dalam
kehidupan, kemampuan berwirausaha, kemampuan kejuruan, kemampuan menjaga
harmoni dengan lingkungan, kemampuan mengembangkan karir, dan kemampuan
menyatukan bangsa berdasarkan Pancasila.
1.
Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak
akan pernah dihasilkan selama sesorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam
kenyataan, untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi
penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk
mencapainya. Hanya dengan keuletan dan optimisme dirilah yang dapat membantu
untuk mencapainya. Oleh karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu harus
dengan jalan keuletan kerja (Syaiful Bahri Djamarah, 1994: 19-20).
Menurut
Poerwadarminta (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 1994: 20) bahwa prestasi adalah
hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Sedangkan
Nasrun Harahap dan kawan-kawan (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 1994: 21)
memberikan batasan, bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang
perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan
pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam
kurikulum.
Dari beberapa pengertian prestasi yang dikemukakan
para ahli di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai
penekanan, namun intinya sama, yakni hasil yang dicapai dari suatu kegiatan.
Untuk itu dapat difahami, bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang
telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan
jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun kelompok dalam bidang
kegiatan tertentu (Syaiful Bahri Djamarah, 1994:21).
Sedangkan
mengenai pengertian belajar para ahli berbeda pendapat dalam memberikan
definisi. Hal ini disebabkan karena adanya sudut pandang yang berbeda antara
ahli dengan ahli yang lain, lagipula dasar-dasar yang dijadikan percobaan
berbeda-beda sehingga hasilnya pun tidak persis sama.
- Menurut Morgan yang telah dikutip oleh Ngalim Purwanto (2000:84) dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengatakan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi dari hasil latihan pengalaman.
- H.M.Arifin (1978: 172) mengatakan :
Belajar
adalah sesuatu proses rangkaian kegiatan respon yang terjadi dalam sesuatu
rangkaian belajar mengajar yang berakhir pada terjadinya perubahan tingkah
laku, baik jasmaniah maupun rohaniah akibat dari pengetahuan atau pengalaman
yang diperoleh.
- Belajar menurut pendapat ahli psikologi antara lain:
1) Skinner
berpendapat, belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah
laku yang berlangsung secara progresif.
2) Chaplen
berpendapat, belajar dibatasi oleh dua macam rumusan, yaitu:
(a)
Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.
(b) Belajar
adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
3)
Hintzman berpendapat, belajar adalah suatu
perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan
oleh pengalaman yang dapat memperoleh tingkah laku organisme tersebut.
4)
Witting mengatakan belajar adalah perubahan yang
relatif menetap yang terjadi dalam segala macam / keseluruhan tingkah laku
suatu organisme sebagai hasil pengalaman (Muhibin Syah, 2003 : 90).
Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara
sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Hasil
dari aktivitas belajar terjadilah perubahan dalam diri individu. Dengan
demikian, belajar dikatakan berhasil bila telah terjadi perubahan dalam diri
individu. Sebaliknya, bila tidak terjadi perubahan dalam diri individu, maka
belajar dikatakan tidak berhasil (Syaiful Bahri Djamarah, 1994:21)
Setelah
menelusuri uraian di atas, maka dapat difahami mengenai makna kata “prestasi”
dan “belajar”. Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu
aktivitas. Sedangkan belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang
mengakibatkan Prestasi belajar adalah kata majemuk yang terdiri atas “prestasi”
dan “belajar”. “Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan
dan sebagainya)” (Poerwadarminta, 1987: 768).
Menurut
Mas’ud Hasan Abdul Qohar (1983: 56) prestasi adalah apa yang telah dapat
diciptakan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan
kerja.
Prestasi
belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa yang dilakukan melalui tes
prestasi hasil belajar yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya
serap siswa untuk menerapkan tingkat prestasi atau tingkat keberhasilan siswa
terhadap suatu bahasan (Usman, 1999:9).
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam bentuk nilai
atau skor yang merupakan penilaian pengetahuan dan pengalaman terhadap ilmu
yang dipelajari. Hasil belajar tiap anak tentulah tidak sama antara yang satu
dengan yang lainnya, ada yang tinggi, sedang dan ada yang rendah. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang pada garis besarnya dapat datang dari
dalam dan dari luar yang sedang belajar. Dan prestasi belajar yang dicapai
antara yang satu dengan yang lainnya tentu tidak sama, karena kemampuan dan
kesempatan setiap orang adalah berbeda.
Prestasi
belajar yang gemilang diperoleh seseorang sehingga dia menjadi nomor satu mengalahkan
kawan-kawannya, dan juga bisa dicapai karena banyak faktor yang mendorong atau
mendukung serta menunjang, sebagai contoh, usaha yang sungguh-sungguh tanpa
kenal putus asa, maksudnya adalah tidak mudah merasa cepat puas dengan apa yang
diperoleh tetapi terus memacu diri untuk selalu meningkatkan prestasinya.
Prestasi
belajar yang sedang adalah banyak ditemui, dalam suatu kelas. Maksudnya dari
sekian banyak siswa, prestasi belajar yang sedang menduduki posisi yang lebih
banyak dibandingkan dengan yang berprestasi tinggi maupun kurang. Bisa banyak
faktor yang mendukung seseorang untuk belajar dengan baik tetapi hasil yang
dicapai biasa-biasa saja, maka bisa dikatakan itulah hasil kemampuan dan
kecakapan yang dimiliki seseorang.
Prestasi
belajar yang rendah, yang dicapai oleh seseorang sehingga tampak punya
kekurangan dibanding dengan teman-temannya yang lain. Hal itu disebabkan oleh
banyak faktor yang tidak menunjang karena kemalasan, keretakan rumah tangga
orang tua, kondisi fisik yang lemah, tidak adanya kesempatan dan waktu belajar
dengan baik dan lain sebagainya.
2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Prestasi
Belajar
Belajar
merupakan suatu proses yang sangat komplek dan rumit, maksudnya semua orang
mempunyai cara-cara tersendiri dalam melakukan belajar. Belajar juga sebagai
proses yang aktif yang memerlukan dorongan dan bimbingan agar tercapainya
tujuan yang dikehendaki yaitu berupa prestasi belajar.
Sebagaimana
diketahui bahwa prestasi antara orang satu dengan orang lain sangat
berbeda-beda walaupun semangat belajarnya sama. Hal ini disebabkan karena
prestasi belajar itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Sehubungan dengan hal ini
Slameto (2003:54) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian:
a). Faktor
Interen
Yaitu faktor yang berasal dari
individu, dalam arti hal ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu faktor
jasmani, psikologi dan faktor kelelahan.
b). Faktor
Ekstern
Yaitu faktor di luar individu,
dalam hal ini dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor keluarga, sekolah
dan masyarakat.
Adapun
macam-macam faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut dapat dijelaskan
dalam uraian sebagai berikut:
a. Faktor dari dalam yang bersifat jasmani
1)
Faktor Kesehatan
Kondisi fisik si anak pada umumnya melatar belakangi hasil akhir dari
pada aktivitas belajar. Keadaan
jasmani yang sehat, segar dan kuat berpengaruh baik terhadap prestasi belajar.
Demikian juga sebaliknya apabila kondisi fisik kurang sehat atau mengalami
gangguan akan mempengaruhi proses belajar yang mengakibatkan prestasi
belajarnya kurang memuaskan. Oleh karena itu, agar siswa dapat belajar dengan
baik untuk mencapai prestasi yang terbaik maka siswa harus memperhatikan
kesehatan badannya dan mentaati aturan tentang waktunya jam belajar, istirahat,
olahraga dan rekreasi secara baik dan teratur.
2)
Cacat Tubuh
Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat
belajarnya juga akan terganggu, dan prestasinya pun juga akan ikut terganggu
(Slameto, 2003: 55).
b. Faktor dari dalam yang bersifat psikologis
Dalam
kaitannya dengan faktor psikologis ini ada enam faktor yang berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa, yaitu:
1)
Intelegensi
Menurut William Stren (dalam Purwanto, 1984:54), yang
dimaksud dengan intelegensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada
kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat yang sesuai dengan tujuannya.
Dengan demikian maka intelegensi merupakan salah satu
faktor yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, pengaruh ini
dapat dilihat pada anak yang intelegensinya rendah maka prestasinya akan
rendah. Namun demikian siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi tidak
menjamin mutlak bahwa prestasinya akan tinggi, sebab siswa yang intelegensinya
normal atau sedang bisa berhasil dengan baik dalam belajarnya selama ia belajar
dengan baik, artinya menerapkan metode belajar dengan baik dan tercipta kondisi
yang positif dari lingkungannya.
Intelegensi ini dikatakan mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap prestasi belajar karena mempunyai tiga aspek kemampuan
yaitu:
a) Kemampuan untuk menghasilkan
hubungan-hubungan abstrak
b) Kemampuan memanfaatkan pendidikan verbal
dan teknik
c) Kemampuan verbal dan kemampuan individu
untuk bekerja dengan angka
d) Kemampuan spesifik yang dapat disamakan
dengan sel-sel struktur intelek (Slameto, 2003 :130).
Dari sini
dapat diambil kesimpulan bahwa dengan intelegensi, siswa dapat mengkaji,
memahami dan menginterpretasikan pelajaran yang diterima dari guru mereka.
2)
Perhatian
Menurut Ghazali (dalam Slameto, 2003 :56) perhatian
adalah aspek yang penting dalam proses belajar. Perhatian merupakan “keaktifan
siswa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu obyek
(benda/hal) atau sekumpulan obyek.
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka
siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan
pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia
tidak suka lagi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, usahakanlah
bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu
sesuai dengan hobi atau bakatnya (Slameto, 2003: 56).
3)
Minat
Minat
adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatan. Minat sangat erat hubungannya dengan perasaan individu, obyek,
aktivitas dan situasi. Jadi jelaslah bahwa minat mempelajari sesuatu, maka
hasil yang diharapkan lebih baik dari seseorang yang tidak berminat dalam
mempelajari sesuatu tersebut. (Slameto, 2003: 57).
4)
Bakat
Bakat
adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi
kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Dari uraian tersebut
jelaslah bahwa bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang
dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena
ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya
itu. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan siswa belajar
di sekolah yang sesuai dengan bakatnya (Slameto, 2003: 57-58).
5)
Motivasi
Menurut MC. Donald (dalam Sardiman A.M, 2005:73),
definisi tentang motivasi sebagai berikut: “Sebagai perubahan energi dalam
diri/pribadi seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling"
dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Jadi, motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan
yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak,
akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi
penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak/pendorongnya
(Slameto, 2003: 58).
Orang yang termotivasi, membuat reaksi-reaksi yang
mengarahkan dirinya kepada usaha untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan
oleh penambahan tenaga dalam dirinya. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya
dalam mencapai tujuan, sehingga kemungkinan sukses belajarnya lebih besar orang
yang mempunyai motivasi daripada orang yang tidak mempunyai motivasi atau
dorongan. Orang yang memiliki motivasi akan memiliki ciri-ciri giat berusaha,
tampak gigih, tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalahnya. Sebaliknya
orang yang motivasinya rendah akan bersikap acuh tak acuh, mudah putus asa,
tidak menaruh perhatian pada pelajaran dan tidak memperdulikan prestasi
belajarnya.
6)
Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan
seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan
baru. Misalnya anak dengan kakinya sudah siap untuk berjalan, tangan dengan
jari-jarinya sudah siap untuk menulis, dan lain-lain (Slameto, 2003: 58).
7)
Kesiapan
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau
bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan
dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan
kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa
belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik
(Slameto, 2003: 59).
c. Faktor dari dalam yang bersifat kelelahan
Kelelahan
pada diri manusia dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani yang
terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk
membaringkan tubuh, sehingga akan menyebabkan lemahnya fisik dan kecenderungan
suka tidur. Sedangkan kelelahan kedua adalah kelelahan rohani, yang dapat
dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan. Hal ini terjadi karena jiwa terus
menerus memikirkan sesuatu yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi
sesuatu tanpa ada variasi, dan mengerjakan sesuatu yang dipaksakan. Kedua
macam kelelahan ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar (Slameto,
2003: 59).
d. Faktor dari luar yang berasal dari
keluarga
Keluarga
adalah bentuk masyarakat kecil yang mempunyai pengaruh terhadap prestasi siswa.
Karena lingkungan keluargalah yang pertama-tama membentuk kepribadian siswa,
apakah keluarga akan memberikan pengaruh positif atau negatif. Pengaruh ini
terlihat dari cara orang tua mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
perhatian keluarga dan sebagainya (Slameto, 2003: 60).
e. Faktor dari luar yang berasal dari sekolah
Untuk
mendapatkan prestasi belajar yang baik, maka faktor selanjutnya yang
mempengaruhi adalah faktor sekolah. Siswa akan mempunyai prestasi yang baik
apabila sekolah yang ditempati menggunakan metode belajar yang baik, kurikulum
yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, adanya hubungan yang harmonis antara
siswa dengan guru, siswa dengan siswa, terwujudnya disiplin sekolah, lengkapnya
alat-alat belajar, serta tersedianya sarana dan prasarana untuk belajar
(Slameto, 2003: 64).
f. Faktor dari luar yang berasal dari
masyarakat
Masyarakat
merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap prestasi belajar
siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa di tengah-tengah
masyarakat, faktor dari masyarakat ini antara lain tentang kegiatan siswa dalam
masyarakat, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat, yang semuanya
mempengaruhi belajar siswa (Slameto, 2003: 69-70).
3.
Cara Menentukan Prestasi Belajar
Prestasi
belajar merupakan gambaran dari suatu tingkat keberhasilan siswa dalam belajar.
Banyak faktor yang turut mempengaruhi sekaligus menentukan keberhasilan dalam
belajar ini, yang antara lain telah dijelaskan di atas.
Guru yang sering memberikan latihan-latihan dalam rangka pemahaman materi
akan menghasilkan siswa yang lebih baik bila dibandingkan dengan guru yang
hanya sekedar menjelaskan dan tidak memberi tindak lanjut secara kontinyu.
Dengan kata lain, prestasi belajar siswa sangat ditentukan oleh cara mengajar
guru yang akan menciptakan kebiasaan belajar pada siswa
(http:google/artikelmotivasi.com).
Berkaitan dengan prestasi belajar ada tiga tujuan
penelitian dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a.
Pengambilan keputusan tentang hasil belajar.
b.
Pemahaman tentang peserta didik.
c.
Perbaikan dalam pengembangan program pengajaran
(Sudirman A. Tabrani Rusyam Zainal Arifin, 1991:242).
Pengambilan keputusan tentang hasil belajar ini
merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan oleh guru untuk menentukan
tinggi rendahnya prestasi belajar siswa. Di samping itu penilaian terhadap
prestasi belajar siswa juga untuk memahami dan mengetahui tentang siap dan bagaimana
peserta didik itu. Pemahaman tentang peserta didik ini untuk mengetahui
kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan yang dimilikinya, agar
mempermudah dan membantu guru dalam mengembangkan program pengajaran yang harus
diberikan.
Sedangkan untuk menentukan nilai akhir dan mengukur
prestasi belajar siswa, maka perlu evaluasi yang bisa berupa tes formatif
maupun tes sumatif. Akan tetapi sebelum melakukan evaluasi perlu disusun
standar penilaian terlebih dahulu untuk menentukan tinggi rendahnya prestasi
belajar siswa dengan harapan mendapat data sebagai bahan informasi guna
mempermudah dalam melaksanakan evaluasi terhadap kegiatan pengajaran.
Oleh karena itu, dengan adanya evaluasi atau tes
tersebut maka akan diketahui sejauh mana kemajuan siswa setelah menyelesaikan
suatu aktivitas dan juga untuk memotivasi siswa agar lebih giat belajarnya atau
dengan kata lain siswa akan mengetahui prestasi belajarnya dalam kurun waktu
yang tertentu.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain
dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, desain penelitian yang
digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), dengan
jenis kolaboratif partisipatoris.
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang bertujuan meningkatkan
praktek pembelajaran secara berkesinambungan, yang pada dasarnya melekat pada
terlaksananya misi profesional pendidikan yang diemban guru.
Sedangkan jenis penelitian kolaboratif yaitu
partisipasi antara guru-siswa dan
mungkin asisten atau teknisi yang terkait membantu proses pembelajaran. Hal ini
didasarkan pada adanya tujuan yang sama yang ingin dicapai (FX. Soedarsono,
2001: 3).
Dalam penelitian tindakan ini, peneliti
melakukan suatu tindakan/intervensi, yang secara khusus diamati terus-menerus,
dilihat plus-minusnya, kemudian diadakan pengubahan terkontrol sampai pada
upaya maksimal dalam bentuk tindakan yang paling tepat (Suharsimi Arikunto,
2002:2).
Penelitian tindakan adalah salah satu
strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses
pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah (Depdikbud,
1999: 1).
Secara singkat Classroom Action Research
didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan
melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau
meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara profesional (Suyanto,
1996/1997: 4).
Hopkins (1993: 44) dalam Rochiati Wiriaatmaja
(2005: 11) mengartikan penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang
mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan
yang dilakukan dalam disiplin inquiri,
atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil
terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.
Rapoport (1970) dalam Hopkins (1993) yang dikutip Rochiati Wiriaatmaja
(2005: 11-12) mengartikan penelitian tindakan kelas untuk membantu seseorang
dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat
dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dengan kerjasama dalam kerangka
etika yang disepakati bersama.
Sedangkan menurut T. Raka Joni (1998) dalam FX.
Soedarsono (2001: 2) penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan suatu bentuk
kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan-tindakan yang dilakukannya itu,
serta untuk memperbaiki kondisi-kondisi di mana praktek-praktek pembelajaran
tersebut dilakukan.
Secara ringkas, penelitian tindakan kelas
adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek
pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat
mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan
melihat pengaruh nyata dari upaya itu (Rochiati Wiriaatmaja, 2005: 13).
PTK memiliki karakteristik tertentu yang
membedakannya dengan jenis penelitian yang lain. Adapun karakteristik yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Masalah
penelitian diangkat dari permasalahan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi
guru.
2.
Ada tidakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki
proses belajar mengajar di kelas.
3.
Ada perbedaan keadaan sebelum dilakukan PTK dan
sesudah dilakukan tindakan-tindakan.
4.
Guru
berperan sebagai peneliti, sedangkan peran pihak luar adalah kecil, atau guru
sebagai partner penelitian lain, misalnya dosen PGSD. Dalam hal yang
disebutkan terakhir ini, PTK dilaksanakan secara kolaboratif (Kasihani, dkk,
1997: 4).
Sejalan dengan itu, Suyanto (1996/1997: 5-6)
juga menyatakan bahwa karakteristik penting dari penelitian
tindakan kelas (Classroom Action
Research) adalah bahwasanya problema yang diangkat untuk
dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas (PTK) harus selalu berangkat dari
persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru, dan karakteristik
khas dari penelitian tindakan kelas (PTK) adalah adanya tindakan-tindakan
(aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas.
Sedangkan FX. Soedarsono (2001: 3-4)
menyebutkan karakteristik dari PTK adalah:
1. Situasional, artinya berkaitan langsung dengan permasalahan konkret yang dihadapi
guru dan siswa.
2. Kontekstual, artinya upaya pemecahan yang berupa model dan prosedur tindakan tidak
lepas dari konteksnya, mungkin konteks budaya, sosial politik, dan ekonomi di
mana proses pembelajaran berlangsung.
3. Kolaboratif, partisipasi antara guru-siswa dan mungkin asisten atau teknisi yang
terkait membantu proses pembelajaran. Hal ini didasarkan pada adanya tujuan
yang sama yang ingin dicapai.
4. Self-reflective dan self-evaluative. Pelaksana, pelaku
tindakan, serta objek yang dikenai tindakan melakukan refleksi dan evaluasi
diri terhadap hasil atau kemajuan yang dicapai. Modifikasi perubahan yang
dilakukan didasarkan pada hasil refleksi dan evaluasi yang mereka lakukan.
5.
Fleksibel, dalam arti pemberian sedikit kelonggaran
dalam pelaksanaan tanpa melanggar kaidah metodologi ilmiah. Misalnya, tidak
perlu adanya prosedur sampling, alat pengumpul data yang lebih bersifat
informal, sekalipun dimungkinkan dipakainya instrumen formal sebagaimana dalam
penelitian eksperimental.
Ada dua tujuan utama yang
dapat dicapai dalam penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu:
1. Penelitian
tindakan kelas ini bertujuan untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mengadakan
perubahan ke arah yang lebih baik sebagai upaya pemecahan masalah.
2. Menemukan
model dan prosedur tindakan yang memberikan jaminan terhadap upaya pemecahan
masalah yang mirip atau sama, dengan melakukan modifikasi dan penyesuaian seperlunya
(FX. Soedarsono, 2001: 5).
Borg (1986) dalam Suyanto (1996/1997: 8)
menyebutkan secara eksplisit bahwa tujuan utama dalam penelitian tindakan ialah
pengembangan keterampilan guru berdasarkan pada persoalan-persoalan
pembelajaran yang dihadapi oleh guru di kelasnya sendiri.
Manfaat dari
penelitian tindakan kelas (PTK) yang terkait dengan komponen pembelajaran
antara lain adalah:
1. Dalam
aspek inovasi pembelajaran, penelitian tindakan kelas (PTK) mampu melahirkan
model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelasnya.
2. Dalam
aspek pengembangan kurikulum, penelitian tindakan kelas (PTK) dapat membantu
guru secara efektif untuk mengembangkan
kurikulum, karena guru kelas juga harus bertanggung jawab terhadap pengembangan
kurikulum dalam level sekolah atau kelas.
3. Dari
aspek profesionalisme guru, penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah
satu media yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di
kelas, dan kemudian meningkatkannya menuju ke arah perbaikan-perbaikan secara
profesional, karena guru yang profesional tentu tidak enggan melakukan
perubahan-perubahan dalam praktek pembelajarannya sesuai dengan kondisi
kelasnya (Suyanto, 1996/1997: 9-10).
Rancangan
atau desain penelitian tindakan kelas merupakan suatu rencana penelitian yang
amat berbeda dari rancangan jenis penelitian yang lain. Dapat dikatakan bahwa
rancangan PTK merupakan pengembangan dan atau penggabungan dari unsur-unsur
tertentu dari berbagai jenis rancangan penelitian. Sebagaimana diketahui
rancangan PTK mengandung ulangan dari serangkaian langkah yang dapat dirumuskan
sebagai [R=T=O=E/R]1----[R=T=O=E/R]2---dst., di mana R adalah rencana, T adalah
tindakan, O adalah observasi atau pengamatan, dan E/R adalah evaluasi/refleksi.
Keempat langkah esensial PTK tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan, dan harus ada dalam setiap PTK. Beberapa hal yang membedakan
rancangan PTK dari rancangan-rancangan penelitian ‘formal-konvensional’ di
antaranya adalah:
1. Bertolak
dari kebutuhan untuk meningkatkan kinerja dan hasilguna praktek pembelajaran di
kelas.
2. Adanya
unsur T (tindakan) yang tidak ada pada jenis penelitian lain.
3. Adanya
pengulangan langkah-langkah penelitian (spiral
of action) untuk mencapai tujuan penelitian secara tuntas.
4. Kelenturan
inner design atau micro design, yaitu
ketakterbatasan pilihan rancangan impelementasi perlakuan atau tindakan, teknik
pengumpulan data, dan analisis data.
5. Kemungkinan
perubahan macro design pada tahap
manapun untuk meningkatkan dayaguna dan hasil guna penelitian
Dengan
rancangan dasar yang memiliki sifat-sifat seperti di atas diharapkan PTK
benar-benar dapat memberikan jawaban bagi permasalahan aktual yang dihadapi
para guru di dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas (Kasihani, dkk, 1997: 5).
Dalam Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) atau PTK, desain dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar (I) Alur
Kerja PTK (FX. Soedarsono, 2001:
18).
Pada gambar 1 di
atas, pada tahap awal, peneliti melakukan penjajagan (assessment) untuk
menentukan masalah hakiki yang dirasakan terhadap apa yang telah dilaksanakan
selama ini. Pada tahap ini peneliti dapat menimbang dan mengidentifikasi
masalah-masalah dalam praktek pembelajaran (memfokuskan masalah) kemudian
melakukan analisis dan merumuskan masalah yang layak untuk penelitian tindakan.
Pada tahap kedua, berdasarkan masalah yang dipilih, disusun rencana
berupa skenario tindakan atau aksi untuk melakukan perbaikan, peningkatan dan
atau perubahan ke arah yang lebih baik dari praktek pembelajaran yang dilakukan
untuk mencapai hasil yang optimal atau memuaskan. Pada tahap ketiga,
dilakukan implementasi rencana atau skenario tindakan. Peneliti bersama-sama
kolaborator atau partisipan (misalnya guru, peneliti yang lain, serta siswa)
melaksanakan kegiatan sebagaimana yang ditulis dalam skenario. Pemantauan atau monitoring
dilakukan segera setelah kegiatan dimulai (on going process monitoring).
Rekaman semua kejadian dan perubahan yang terjadi perlu dilakukan dengan
berbagai alat dan cara, sesuai dengan kondisi dan situasi kelas. Pada tahap
keempat, berdasarkan hasil monitoring dilakukan analisis data
yang dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk mengadakan evaluasi apakah
tujuan yang dirumuskan telah tercapai. Jika belum memuaskan maka dilakukan
revisi atau modifikasi dan perencanaan ulang untuk memperbaiki tindakan pada
siklus sebelumnya. Proses daur ulang akan selesai jika peneliti merasa puas
terhadap hasil dari tindakan yang dilakukan sesuai rencananya (FX. Soedarsono, 2001: 19).
Menurut
model Kemmis & McTaggart, prinsip pelaksanaan penelitian tindakan kelas
(PTK) mencakup empat langkah, yaitu:
1. Merumuskan
masalah dan merencanakan tindakan.
2. Melaksanakan
tindakan dan pengamatan/monitoring.
3. Refleksi
hasil pengamatan.
4. Perubahan/revisi
perencanaan untuk pengembangan selanjutnya (Depdikbud, 1999: 5).
Secara sederhana, prinsip pelaksanaan penelitian
tindakan kelas menurut model Kemmis & McTaggart dilaksanakan berupa proses pengkajian
berdaur yang terdiri dari empat (4) tahap dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
(2) Model Kemmis dan McTaggart (Depdikbud, 1999: 21).
Apabila
dicermati, model yang dikemukakan oleh Kemmis & McTaggart pada hakekatnya
berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri
dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus.
Oleh karena itu, pengertian siklus pada kesempatan ini ialah suatu putaran
kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Pada
gambar di atas tampak bahwa di dalamnya terdiri dari dua perangkat komponen
yang dapat dikatakan sebagai dua siklus. Untuk pelaksanaan sesungguhnya jumlah
siklus sangat bergantung pada permasalahan yang perlu dipecahkan. Apabila
permasalahan terkait dengan materi dan tujuan pembelajaran dengan sendirinya
jumlah siklus untuk setiap mata pelajaran tidak hanya terdiri dari dua siklus,
tetapi jauh lebih banyak dari itu, barangkali lima atau enam siklus (Depdikbud, 1999:
21-22).
Jika
model Kemmis dan Taggart tersebut diikuti, maka peneliti pada tahap pertama
menyusun rencana skenario tentang apa yang telah dilakukan, dan perilaku apa
yang diharapkan terjadi pada siswa sebagai reaksi atas tindakan yang akan
dilakukan, dalam hal ini pengaplikasian pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) dengan
teknik Learning Community pada bidang studi PAI dalam
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN Ketawanggede
1 Malang. Di dalam skenario tersebut disebutkan pula fasilitas yang diperlukan,
sarana pendukung proses pembelajaran, alat, serta cara merekam perilaku selama
proses berlangsung.
Pada tahap kedua,
peneliti melaksanakan rencana tindakan sesuai skenario. Terkait dengan
penelitian tindakan kelas yang dilakukan
oleh peneliti, maka rencana tindakan meliputi: perencanaan satuan pelajaran dan
strategi pembelajaran, tes pengecekan kemampuan awal siswa, panduan evaluasi,
panduan instrumen penelitian, pembentukan kelompok-kelompok kecil yang didasarkan pada latar belakang
akademi serta pedoman observasi.
Pelaksanaan
tindakan meliputi pelaksanaan rencana yang telah disiapkan. Tindakan yang
dilakukan adalah dengan teknik Learning
Community yang terdiri dari penyajian materi dan belajar kelompok. Pada
saat proses berlangsung, peneliti mengamati atau mengobservasi perubahan
perilaku yang diduga sebagai reaksi atau tanggapan terhadap tindakan yang
diberikan. Peneliti dalam hal ini harus mengamati dengan cermat perubahan
perilaku sesuai situasi kelas.
Tahap
ketiga dalam alur daur tersebut adalah monitoring/pemantauan. Pada tahap
monitoring, yang dilakukan adalah mengobservasi proses pembelajaran dengan
menggunakan alat check list observasi, observasi dilakukan pada motivasi
dan prestasi belajar siswa. Observasi dilakukan oleh peneliti sendiri dengan
membuat catatan (fieldnote) yang
didasarkan pada pedoman observasi.
Tahap
keempat adalah refleksi. Dengan refleksi ini peneliti dapat melakukan evaluasi
terhadap apa yang telah dilakukannya. Hasil observasi dianalisis dan
dipergunakan untuk evaluasi terhadap prosedur, proses, serta hasil tindakan.
Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui apakah yang terjadi sesuai dengan
rancangan skenario, apakah tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan prosedur,
apakah prosesnya seperti yang dibayangkan dalam skenario, dan apakah hasilnya
sudah memuaskan sebagaimana diharapkan. Jika ternyata belum memuaskan, maka
perlu ada perancangan ulang yang diperbaiki, dimodifikasi, dan jika perlu,
disusun skenario baru jika sama sekali tidak memuaskan. Dengan skenario yang
telah diperbaiki tersebut dilakukan siklus atau daur berikutnya (FX. Soedarsono, 2001: 21-22).
Prosedur
pelaksanaan penelitian tindakan tersebut terkait dengan alur kerja PTK di atas
dan dapat digambarkan sebagai berikut:
B. Kehadiran
Peneliti di Lapangan
Kehadiran
peneliti di lapangan sebagai instrumen kunci penelitian mutlak diperlukan
karena terkait dengan desain penelitian yang dipilih adalah Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research), yaitu
dengan pendekatan kualitatif jenis kolaboratif-partisipatoris.
Selama
penelitian tindakan ini dilakukan, peneliti bertindak sebagai observer,
pengumpul data, penganalisis data, dan sekaligus pelopor hasil penelitian.
Dalam penelitian ini, kedudukan peneliti adalah sebagai perencana, pelaksana,
pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan akhirnya pelapor hasil
penelitian (Moleong, 1989:95).
C. Lokasi
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IVa yang bertempat di SDN
Ketawanggede 1 Malang.
Penentuan SDN Ketawanggede 1 Malang sebagai tempat lokasi penelitian ini karena
SDN Ketawanggede 1 Malang tersebut merupakan salah satu sekolah yang dekat
dengan tempat tinggal (kost) peneliti, sehingga memudahkan di dalam pelaksanaan
penelitian.
Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian akan
disesuaikan dengan jam pelajaran PAI pada kelas yang digunakan sebagai obyek
penelitian.
D. Sumber
Data dan Jenis Data
Terkait
dengan penelitian ini yang akan dijadikan sebagai sumber data adalah siswa-siswi
kelas IVa SDN Ketawanggede 1 Malang, dimana siswa-siswi tersebut tidak hanya
diperlukan sebagai obyek yang dikenai tindakan, tetapi juga aktif dalam kegiatan
yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik penelitian
tindakan kelas yaitu a collaborative effort and or participatives (FX. Suedarsono, 2001: 2).
Data penelitian ini mencakup:
1. Skor tes siswa
dalam mengerjakan soal yang diberikan (pre test), hasil diskusi pada
saat pelajaran berlangsung dan hasil tes yang dilakukan pada setiap akhir
tindakan (post test).
2. Hasil lembar
observasi perilaku aktivitas siswa.
3. Hasil
observasi dan catatan lapangan yang berkaitan dengan aktivitas siswa pada
pembelajaran PAI berlangsung.
Data penelitian ini berupa hasil pengamatan, kumpulan,
pencatatan lapangan, dan dokumentasi dari setiap tindakan perbaikan penggunaan
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dengan
teknik Learning Community pada bidang
studi PAI dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa di SDN
Ketawanggede 1 Malang. Data yang diperoleh dari penelitian tindakan ini ada
yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif diperoleh
dari: (1) dokumentasi, (2) observasi, (3) interview, sedangkan data yang
bersifat kuantitatif berasal dari evaluasi, pre test dan post tes
E. Instrumen
Penelitian
Dalam penelitian ini kehadiran peneliti di lapangan
menjadi syarat utama, peneliti mengumpulkan data-data dalam latar alamiah, dimana
peneliti bertindak sebagai instrumen kunci. Selain itu, peneliti juga berperan
sebagai perencana dan pelaksana tindakan yang terlibat langsung dalam
pelaksanaan penelitian tindakan kelas, pengumpul dan penganalisis data dan pada
akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitian. Pencari tahu alamiah dalam
pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul
data. Instrumen pendukung lainnya adalah pedoman observasi dan hasil belajar (Margono,
2000: 38).
F. Teknik
Pengumpulan Data
Untuk
memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini, maka penulis
menggunakan beberapa metode yang antara lain sebagai berikut:
a. Metode
Observasi
Metode
observasi dapat diartikan sebagai pencatatan sistematik fenomena-fenomena yang
diselidiki (Sutrisno Hadi, 2004: 151).
Dalam
penelitian kualitatif, observasi (pengamatan) dimanfaatkan sebesar-besarnya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2000: 125-126),
yaitu: pertama, pengamatan didasarkan atas pengalaman secara langsung, kedua,
pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat
perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya, ketiga,
dapat mencatat peristiwa yang langsung, keempat, sering terjadi
keraguan pada peneliti, kelima, memungkinkan peneliti memahami
situasi-situasi yang rumit, dan keenam, dalam kasus tertentu pengamatan lebih banyak
manfaatnya.
Adapun
jenis observasi yang peneliti gunakan adalah:
1)
Observasi Partisipatif
Cara ini digunakan agar
data yang diinginkan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh peneliti. Suatu
observasi disebut observasi partisipan jika orang yang mengadakan observasi (disebut
observer) turut ambil bagian dalam perikehidupan orang atau orang-orang
yang diobservasi (disebut observees). Kata partisipan mempunyai arti
yang penuh jika observer betul-betul turut partisipasi, bukan hanya
berpura-pura. Observasi dengan partisipasi pura-pura disebut quasi
participant observation. Jika unsur partisipasi sama sekali tidak terdapat
di dalamnya maka observasi itu disebut nonparticipant observation (Sutrisno
Hadi, 2004: 158).
Selain peneliti ikut
ikut berpartisipasi dalam observasi, peneliti juga sekaligus sebagai
fasilitator. Sehingga peneliti juga turut mengarahkan siswa yang diteliti untuk
melaksanakan tindakan yang mengarah pada data yang diinginkan oleh peneliti.
Dengan menggunakan
metode ini, penulis mengamati secara langsung terhadap obyek yang diselidiki.
Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data tentang keadaan lokasi penelitian,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa-siswa dan lain-lain.
2)
Observasi Aktivitas Kelas
Observasi aktivitas
kelas merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan
tingkah lakunya dalam pembelajaran, sehingga peneliti memperoleh gambaran
suasana kelas dan peneliti dapat melihat secara langsung tingkah laku siswa,
kerja sama, serta komunikasi di antara siswa dalam kelompok.
b. Pengukuran
test hasil belajar.
Pengukuran tes hasil belajar ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa.
Tes tersebut juga sebagai salah satu rangkaian kegiatan dalam penerapan
pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community.
Tes yang dimaksud meliputi tes awal/tes pengetahuan
pra syarat, yang akan digunakan untuk mengetahui penguasaan konsep materi
pelajaran sebelum pemberian tindakan. Selanjutnya tes pengetahuan pra syarat
tersebut juga akan dijadikan acuan tambahan dalam mengelompokkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar, di samping menggunakan nilai rapor selanjutnya skor
tes awal ini juga akan dijadikan sebagai skor awal bagi penentuan poin
perkembangan individu siswa.
Selain tes awal juga dilakukan tes pada
setiap akhir tindakan, hasil tes ini akan digunakan untuk mengetahui tingkat
motivasi siswa terhadap materi pelajaran PAI melalui aplikasi pembelajaran
kontekstual dengan teknik Learning Community.
c. Metode
Dokumenter
Metode
dokumenter adalah metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan-catatan, transkrip, buku-buku, surat kabar, majalah, notulen, raport leger,
agenda dan sebagainya (Hadi, 1991: 193).
Peneliti menggunakan
metode ini untuk mengetahui sejarah berdirinya SDN Ketawanggede 1 Malang, absensi
kelas untuk mengetahui data siswa yang mengikuti pembelajaran PAI dengan teknik
Learning Community.
G. Analisis
Data
Data
yang diperoleh dari tindakan yang dilakukan dianalisis untuk memastikan bahwa
dengan mengaplikasikan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) dengan teknik Learning
Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Data yang
bersifat kualitatif yang terdiri dari hasil observasi dan dokumentasi
dianalisis secara kualitatif. Menurut FX.
Soedarsono (2001: 26), jika yang dikumpulkan berupa data kualitatif, maka
analisis dilakukan secara kualitatif pula. Proses tersebut dilakukan melalui
tahap: menyederhanakan, mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi
(mengaitkan gejala) secara sistematis dan logis, serta membuat abstraksi atas
kesimpulan makna hasil analisis.
Menurut Milles dan Hubberman (1992: 16) teknik
analisis data terdiri dari tiga tahap pokok, yaitu reduksi data, paparan
data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data merupakan proses pemilihan data
yang relevan, penting, bermakna, dan data yang tidak berguna untuk menjelaskan
tentang apa yang menjadi sasaran analisis. Langkah yang dilakukan adalah
menyederhanakan dengan membuat jalan fokus, klasifikasi dan abstraksi data
kasar menjadi data yang bermakna untuk dianalisis. Data yang telah direduksi
selanjutnya disajikan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk paparan data
yang memungkinkan untuk ditarik kesimpulan. Akhir dari kegiatan analisis adalah
penarikan kesimpulan. Kesimpulan merupakan intisari dari analisis yang
memberikan pernyataan tentang dampak dari penelitian tindakan kelas (FX.
Soedarsono, 2001: 26).
Sedangkan
data yang dikumpulkan berupa angka atau data kuantitatif, cukup dengan
menggunakan analisis deskriptif dan
sajian visual. Sajian tersebut untuk menggambarkan bahwa dengan tindakan yang
dilakukan dapat menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan, dan atau perubahan
ke arah yang lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan sebelumnya (FX.
Soedarsono, 2001: 25).
Untuk mengetahui perubahan hasil tindakan,
jenis data yang bersifat kuntitatif yang didapatkan dari hasil evaluasi dianalisis
menggunakan rumus:
Post rate – Base rate
P =
x 100 %
Base rate
Keterangan:
P = Presentase Peningkatan
Post rate = Nilai rata-rata sesudah tindakan
Base rate = Nilai rata-rata sebelum tindakan (Gugus,
1999/2000).
H. Pengecekan
Keabsahan Data
Untuk pengecekan keabsahan data dalam
penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan triangulasi. Triangulasi
adalah cara pengecekan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu di luar data
sebagai pembanding (Moleong, 1991: 178) misalnya konsultasi dengan guru wali
kelas IVa, guru mata pelajaran, dan pengurus kurikulum.
Teknik trianngulasi yang paling banyak digunakan
adalah pemeriksaan sumber lainnya. Adapun pengecekan keabsahan data dalam
penelitian ini, penulis menggunakan triangulasi sumber, yaitu yang berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi (Moleong,
1989: 178).
Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan membandingkan
hasil pengamatan dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
I. Tahapan
Penelitian
Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini merupakan jenis
penelitian tindakan. Tahap penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan
oleh Kemmis dan Taggart, berupa suatu siklus spiral yang meliputi kegiatan
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi yang membentuk
siklus demi siklus sampai tuntas penelitian.
Tahapan penelitian mengacu pada
Kemmis dan McTaggart
|
|
d.
Populasi
Gambar (3) Alur Penelitian
Tindakan Kelas (Hartatiek, dkk, 2002:12)
a. Rencana
Tindakan
Sebagai
langkah awal penelitian, diperlukan berbagai macam perencanaan yaitu:
1)
Diskusi dengan guru pamong untuk memilih kelas yang
akan diteliti.
2)
Diskusi dengan guru mata pelajaran, Dosen Pembimbing
Lapangan serta beberapa teman sejawat tentang metode yang digunakan yaitu
teknik Learning Community.
3)
Guru mata pelajaran membantu peneliti dalam melakukan
kegiatan belajar mengajar.
4)
Membuat perencanaan pembelajaran meliputi perencanaan
satuan pelajaran dan analisis program diklat normatif adaptif.
5)
Menyusun materi yang akan disampaikan.
6)
Membentuk kelompok dengan pengelompokan heterogenitas
berdasarkan latar belakang akademis dan kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti,
serta kemampuan akademis.
7)
Membuat alat observasi, untuk mengetahui tingkat
motivasi dan prestasi belajar siswa.
8)
Menyiapkan media.
9)
Menyusun langkah-langkah pembelajaran yang logis dan
sistematis.
10) Menyusun
alat evaluasi berupa tes kelompok dan tes individu.
b. Pelaksanaan
Tindakan
1) Pendahuluan
a) Sikap
siswa siap memulai pelajaran lalu mengucapkan salam.
b) Proses
pembelajaran dimulai dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek .
c) Guru
memberikan motivasi, seperti memancing emosional murid melalui beberapa pertanyaan
yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
d) Pada
awal pembelajaran dilakukan pembahasan tentang rencana pembelajaran dan
mendiskusikan tentang topik pelajaran yang dikaitkan dengan kontek kehidupan
siswa sehari-hari.
2) Kegiataan inti
a) Guru
membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing terdiri empat atau lima anggota kelompok
(tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun
kemampuannya).
b) Guru
membagikan satu buah gambar yang berkaitan dengan materi pada hari itu kepada
setiap kelompok.
c) Tiap
kelompok melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.
(1) Mengilustrasikan
gambar yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi
contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
(2) Saling
membantu menguasai bahan ajar atau materi yang diberi oleh guru melalui sharing
antar sesama anggota kelompok
(3) Bekerjasama
dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang
belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
(4) Semua
anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
(5) Masing-masing
kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
(6) Memberikan
kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum
tanya jawab/diskusi).
(7) Melakukan
sharing antar kelompok.
d) Selama
kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
e) Memberikan
pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.
3) Refleksi
(1) Mengadakan
refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari.
(2) Guru
memberikan kesempatan siswa untuk mengungkapkan pengalaamn spiritual siswa
terkait dengan topik pelajaran.
(3) Guru
memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan
terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
4)
Penilaian
Data kemajuan motivasi
dan prestasi siswa diperoleh melalui:
a) Keseriusan
dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok.
b) Inisiatif
individu dalam menguraikan topik pembahasan.
c) Antusias
siswa dalam KBM
d) Keaktifan
dan kontribusi siswa dalam diskusi
e) Kemampuan
siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f) Identifikasi
siswa saat merefleksi ilustrasi gambar yang berkaitan dengan materi hari itu
dalam kondisi riil di kehidupan sehari-hari.
c. Observasi
Selama
kegiatan pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan pengambilan data berupa
hasil pengamatan dan hasil belajar siswa. Hasil pengamatan dicatat pada lembar
pengamatan. Hal-hal yang dicatat antara lain: (1) tingkat motivasi siswa dalam
mengikuti kegiatan belajar mengajar, (2) hasil belajar siswa yang diperoleh
dari nilai hasil pre test dan nilai pos test.
d. Evaluasi/Refleksi
Tahap evaluasi/refleksi sejajar tetapi tidak
tepat sama dengan tahap analisis data dalam penelitian formal. Dikatakan
sejajar karena pada tahap ini tim peneliti mencermati, membermaknakan dan
mengevaluasi keseluruhan informasi yang dikumpulkan dalam tahap observasi. Di
dalam penelitian tindakan kelas evaluasi/refleksi dilakukan secara kontinyu
sejalan dengan kemajuan penerapan tindakan, menggunakan berbagai metode yang
dipandang paling tepat yang dapat diubah setiap saat, dan umumnya ditujukan
untuk mengembangkan rekomendasi-rekomendasi untuk perencanaan siklus penelitian
berikutnya.
Di dalam tahap evaluasi/refleksi ini peneliti
dapat menganalisis dampak tindakan dan hasil implementasi suatu tahap
penelitian dengan acuan grand theory atau
temuan-temuan dari penelitian yang lain.
Data
hasil pengamatan observasi dan hasil belajar siswa, digunakan untuk menyusun refleksi.
Refleksi merupakan kegiatan sintesis analisis, integrasi, interpretasi, dan
eksplanasi terhadap semua informasi yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan.
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
Uraian berikut ini adalah salah satu upaya untuk mendeskripsikan
keberadaan lokasi penelitian dan mendeskripsikan hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
Dari beberapa hal di atas tersebut, nantinya kita akan mengetahui apakah metode
pengajaran dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi
dan prestasi belajar siswa. Penelitian mulai dilaksanakan pada tanggal 05 Desember
2005 sampai 7 Januari 2006 selama delapan kali pertemuan, yaitu pertemuan
pertama pada tanggal 12 Desember 2005,
dan pertemuan terakhir tanggal 04 Januari 2006.
A.
Latar Belakang Obyek Penelitian
- Sejarah Singkat Berdirinya SDN Ketawanggede I Malang
Pada saat itu di wilayah Ketawanggede Kecamatan
Lowokwaru Kota Malang merupakan daerah persawahan yang penduduknya bermata
pencaharian bertani. SDN Ketawanggede I dibangun atas swadaya masyarakat
Ketawanggede, dengan tujuan generasi Ketawanggede dapat menempuh pendidikan
dasar dengan baik di tempat yang dekat. Karena pada waktu itu program Keluarga Berencana
(KB) belum dikatakan berhasil, sehingga penduduk Ketawanggede I tidak dapat
menampung siswa yang lebih dari 200 siswa. Oleh karena itu, pemerintah bersama
masyarakat membangun SDN Ketawanggede II berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 1975.
Dari tahun ke tahun pendidikan masyarakat Ketawanggede semakin tinggi, dan
kesadaran akan Keluarga Berencana (KB) sudah nampak. Terbukti mulai tahun 1998
jumlah siswa baik di SDN Ketawanggede I maupun SDN Ketawanggede II mulai
menurun, sehingga diadakan penggabungan antara SDN Ketawanggede I dengan SDN
Ketawanggede II.
- Lokasi SDN Ketawanggede 1 Malang
SDN Ketawanggede I Malang terletak di Jl. Kerto Pamuji No. 62, Kelurahan
Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Kabupaten Malang. Secara rinci letak
geografis SDN Ketawanggede I Malang adalah:
Sebelah Barat : Jl.
Kerto Raharjo
Sebelah Timur :
Jl. Watu Mujur
Sebelah Utara : Jl.
Kerto Sentono
Sebelah Selatan : Jl.
Kerto Laksono
- Sarana yang ada di SDN Ketawanggede 1 Malang
No
|
Jenis Ruangan
|
Jumlah
|
1.
|
Ruangan Kelas
|
7
|
2.
|
Ruangan Kepala Sekolah
|
1
|
3.
|
Ruangan Guru
|
1
|
4.
|
Ruangan Perpustakaan
|
1
|
5.
|
Ruangan Laboratorium
|
1
|
6.
|
Ruangan UKS
|
1
|
7.
|
Ruangan Serba Guna
|
1
|
8.
|
Ruangan Olahraga
|
1
|
9.
|
Musholla
|
1
|
10.
|
Kantin
|
1
|
11.
|
Kakus/WC
|
4
|
12.
|
Ruangan Dapur
|
1
|
13.
|
Gudang
|
1
|
14.
|
Rumah Dinas Kepala Sekolah
|
1
|
15.
|
Rumah Dinas Guru
|
4
|
|
Jumlah
|
27
|
- Data Guru dan Karyawan Tahun 2005/2006 di SDN Ketawanggede 1 Malang
Data guru dan karyawan adalah data tentang
guru-guru dan karyawan yang ada di SDN Ketawanggede 1 Malang. Adapun data tersebut sebagaimana
terlampir pada lampiran 4.
- Data Jumlah Siswa Tahun 2005/2006 di SDN Ketawanggede 1 Malang
Kelas
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1
|
17
|
21
|
38
|
2
|
17
|
15
|
32
|
3
|
11
|
26
|
37
|
4.a
|
6
|
18
|
24
|
4.b
|
11
|
10
|
21
|
5
|
16
|
24
|
40
|
6
|
12
|
12
|
24
|
Jumlah
|
90
|
126
|
216
|
- Struktur Organisasi SDN Ketawanggede 1 Malang
Struktur
organisasi adalah susunan kepengurusan yang terdapat pada sebuah organisasi,
baik itu organisasi sekolah ataupun yang lainnya. Adapun struktur organisasi
yang terdapat di SDN Ketawanggede 1 Malang adalah sebagaimana yang terdapat
pada lampiran 2.
- Denah Lokasi SDN Ketawanggede 1 Malang
Denah merupakan gambaran letak suatu daerah
atau tempat. Adapun denah SDN Ketawanggede 1 Malang adalah sebagaimana
terlampir pada lampiran 3.
B.
Paparan Data Sebelum Tindakan
1. Observasi
Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti
mengadakan pertemuan pada hari senin tanggal 05 Desember 2005 dengan kepala
sekolah dan guru PAI SDN Ketawanggede I Malang. Dalam pertemuan itu peneliti
menyampaikan tujuan untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. Kepala
sekolah dan waka kurikulum serta guru PAI memberikan izin pelaksanaan
penelitian. Kemudian peneliti dan guru PAI berdiskusi mengenai rencana
penelitian yang akan dilaksanakan, dan disepakati bahwa kelas IVa yang
dijadikan sumber data penelitian. Dengan pertimbangan bahwa kelas IVa termasuk
kelas yang mempunyai kemampuan yang heterogen dan juga merupakan kelas yang
baik dalam disiplin dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa
yang diamanatkan oleh setiap guru.
Sebenarnya peneliti mengharapkan kelas V yang
akan menjadi sumber data penelitian, akan tetapi dari pihak sekolah memutuskan
kelas IVa yang menjadi sumber data penelitian dengan alasan kelas V termasuk
kelas yang lumayan kurang dalam disiplin, susah diatur dan terkenal dengan
kenakalannya.
Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti
terlebih dahulu berdiskusi dengan wali kelas IVa, peneliti meminta data tentang
kelas IVa, yaitu data tentang kemampuan belajar siswa, sebagai tolak ukur dalam
pengelompokan belajar dengan tekni Learning Community yang akan
dilaksanakan di kelas IVa.
2. Pre Test
Sebelum tindakan dilaksanakan, terlebih
dahulu peneliti mengadakan pre tes. Pre tes dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 07 Desember 2005
dengan menggunakan pembelajaran tradisional, yaitu dengan metode ceramah.
3. Hasil Pre Test
Pada pelaksanaan pre test, siswa terlihat
kurang antusias terhadap pelajaran, mereka terlihat kurang dapat mengikuti
kegiatan belajar mengajar dengan baik. Hal itu diketahui dari kurangnya rasa
ingin tahu mereka terhadap materi yang akan diberikan. Kebanyakan dari mereka
kelihatannya jenuh terhadap pelajaran. Karena motivasi siswa terhadap pelajaran
kurang, maka prestasi belajar mereka juga kurang maksimal. Dari hasil evaluasi
pada saat pre test, didapatkan rata-rata kelas sebesar 6,60.
C.
Siklus I
1. Rencana Tindakan Siklus I
Pada rencana tindakan siklus pertama peneliti
menerapkan pembelajaran kontekstual dengan teknik learning community, dengan
model pembelajaran ini peneliti berusaha untuk membantu siswa melihat makna dalam
bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan
konteks mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan peribadinya,
sosialnya dan budayanya. Siklus I dilaksanakan sebanyak tiga (3) kali
pertemuan. Sebelum siklus pertama dilaksanakan peneliti melakukan beberapa
tahap persiapaan, antara lain:
a.
Membuat perencanaan pembelajaran
b.
Membagi materi Kisah Rasul-Rasul Allah menjadi tiga
bagian:
1)
Kisah Nabi Ibrahim a.s.
a)
Nabi Ibrahim a.s. mencari Tuhan
b)
Nabi Ibrahim a.s. menghancurkan Berhala
c)
Nabi Ibrahim a.s. dibakar
2)
Kisah Nabi Ismail a.s.
a)
Nabi Ismail a.s. disembelih
b)
Mata air Zam-Zam
3)
Kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Membangun
Ka¢bah.
c.
Membagi siswa yang berjumlah 24 orang menjadi enam
kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan empat orang dengan
memperhatikan kriteria nilai atau prestasi anak di dalam kelas.
d.
Mempersiapkan instrumen penelitian yang digunakan untuk
meneliti peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa.
e.
Membuat langkah-langkah pembelajaran pada siklus I
meliputi:
1)
Pendahuluan (10 menit)
a)
Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan
salah satu surat
pendek.
b)
Sikap siswa siap memulai pelajaran.
c)
Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan
pengetahuan siswa dengan materi yang akan disampaikan.
d)
Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat
itu.
2)
Kegiatan Inti (70 menit)
a)
Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
b)
Guru membagikan gambar yang berkaitan dengan materi
yang akan disampaikan saat itu kepada setiap kelompok.
c)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
(1) Mengilustrasikan
gambar yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi
contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
(2) Bekerjasama
dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang
belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
(3) Semua
anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
(4) Masing-masing
kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
(5) Memberikan
kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum
tanya jawab/diskusi).
(6) Melakukan
sharing antar kelompok.
d)
Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
3)
Penutup pembelajaran (refleksi pengalaman belajar 10
menit)
a)
Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar
hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana
kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
b)
Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman
spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan materi saat
itu.
c)
Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan
tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 12 Desember
2005. Pada pertemuan pertama peneliti terlebih dahulu melakukan pre-test.
Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang silabus. Pada siklus pertama
diadakan tiga kali pertemuan yaitu pada tanggal 12, 14 dan 19 Desember 2005.
Pembelajarannya berlangsung selama 2 X 45 menit untuk setiap pertemuan. Adapun
langkah-langkah pembelajaraan sebagaimana yang telah direncanakan dalam rencana
penelitian yaitu sebagai berikut:
Pada pertemuan pertama dilaksanakan pada
tanggal 12 Desember 2005 dengan skenario yang telah ditetapkan dalam
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.
Pendahuluan
1)
Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan
salah satu surat
pendek.
2)
Sikap siswa siap memulai pelajaran.
3)
Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan
pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)
Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat
itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang kisah Nabi Ibrahim a.s.
b.
Kegiatan Inti
1)
Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)
Guru membagikan satu buah gambar tentang kisah Nabi
Ibrahim a.s. kepada setiap kelompok.
3)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
a)
Mengilustrasikan gambar tentang kisah Nabi Ibrahim a.s.
yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi contoh riil
yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
b)
Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok
masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai
mengajari yang lemah).
c)
Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas
kelompoknya masing-masing.
d)
Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan
hasil kerja kelompok di depan kelas.
e)
Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak
maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)
Melakukan sharing antar kelompok.
4.
Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
c.
Penutup/Refleksi
1)
Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar
hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana
kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)
Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman
spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan kisah Nabi
Ibrahim a.s seperti beriman kepada Nabi dan Rasul, mencontoh keteladanan Nabi
dan Rasul.
3)
Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan
tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari, seperti ta'at pada perintah agama, sabar dalam menerima
coba'an, dst.
Sedangkan pengambilan nilai dalam pelaksanaan
tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.
Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
b.
Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.
Antusias siswa dalam KBM.
d.
Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.
Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi
kelompok.
f.
Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar
tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dalam kondisi riil di kehidupan sehari-hari.
Kemudian pada pertemuan kedua, dilaksanakan
pada tanggal 14 Desember 2005 dengan pelaksanaan skenario yang diterapkan dalam
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.
Pendahuluan
1) Mengucapkan
salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2) Sikap
siswa siap memulai pelajaran.
3) Guru
mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan
dengan materi yang akan disampaikan.
4) Guru
menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama
topik pembahasan tentang kisah Nabi Ismail a.s.
b.
Kegiatan Inti
1)
Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)
Guru membagikan satu buah gambar tentang kisah Nabi
Ismail a.s. kepada setiap kelompok.
3)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
a)
Mengilustrasikan gambar tentang kisah Nabi Ismail a.s.
yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi contoh riil
yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
b)
Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok
masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai
mengajari yang lemah).
c)
Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas
kelompoknya masing-masing.
d)
Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan
hasil kerja kelompok di depan kelas.
e)
Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak
maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)
Melakukan sharing antar kelompok.
4.
Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
c. Penutup/Refleksi
1)
Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil
belajar hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah
rencana kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)
Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan
pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan
kisah Nabi Ismail a.s.
3)
Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan
tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari, seperti taat pada perintah agama, sabar dalam menerima
cobaan, rela berkorban, dan seterusnya.
Sedangkan pengambilan nilai dalam pelaksanaan
tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.
Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
b.
Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.
Antusias siswa dalam KBM.
d.
Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.
Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi
kelompok.
f.
Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar
tentang kisah Nabi Ismail a.s. dalam kondisi riil di kehidupan sehari-hari.
Kemudian pada pertemuan ketiga, dilaksanakan
pada tanggal 19 Desember 2005 dengan pelaksanaan skenario yang diterapkan dalam
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.
Pendahuluan
1) Mengucapkan
salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2) Sikap
siswa siap memulai pelajaran.
3) Guru
mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan
dengan materi yang akan disampaikan.
4) Guru
menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama
topik pembahasan tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. membangun
Ka'bah.
b.
Kegiatan Inti
1)
Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)
Guru membagikan satu buah gambar tentang kisah Nabi
Ibrahim a.s. dan putranya Nabi Ismail a.s. membangun Ka'bah kepada setiap
kelompok.
3)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
a)
Mengilustrasikan gambar tentang kisah Nabi Ibrahim a.s.
dan Nabi Ismail a.s. yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat
ilustrasi contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
b)
Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok
masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai
mengajari yang lemah).
c)
Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas
kelompoknya masing-masing.
d)
Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan
hasil kerja kelompok di depan kelas.
e)
Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak
maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)
Melakukan sharing antar kelompok.
4)
Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
c. Penutup/Refleksi
1) Mengadakan
refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari.
2) Guru
memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam kehidupan
sehari-hari, yang berkaitan dengan kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s.
3) Guru
memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan
terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, seperti taat
pada perintah agama, sabar dalam menerima cobaan, rela berkorban, dan
seterusnya..
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam
pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.
Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
.
b.
Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.
Antusias siswa dalam KBM.
d.
Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.
Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi
kelompok.
f.
Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar
tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s.membangun Ka'bah dalam
kondisi riil di kehidupan sehari-hari.
3. Observasi Siklus I
Pada siklus I ini, selama pelaksanaan
pembelajaran di kelas dengan menggunakan teknik Learning Community, terlihat
bahwasanya para siswa mulai antusias dan merespon positif. Mulai adanya peningkatan
motivasi belajar dibandingkan pada saat pre test. Hal ini terlihat dari aktivitas
bertanya siswa yang pada saat pre test mereka masih malu-malu dan takut salah,
pada siklus I ini mereka sudah mulai berani bertanya meskipun bobot
pertanyaannya mereka masih belum mencapai seperti yang diharapkan. Pada saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung, para siswa tampak gembira dan senang,
hal ini dapat dilihat dari roman muka mereka yang tampak memancarkan semangat dan
antusias untuk belajar meskipun masih ada beberapa siswa yang belum terbiasa
dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti.
Selama pelaksanaan pembelajaran, peneliti
bertindak sebagai guru sekaligus sebagai observer yang mencatat lembar pengamatan
pada pedoman observasi. Hasil pengamatan pada tahap pendahuluan, terdapat
peningkatan motivasi, hal ini dikarenakan siswa merasa mendapatkan penyegaran
dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga mereka berusaha memusatkan perhatian
selama pembelajaran berlangsung. Akan tetapi, memasuki kegiatan penjelasan
materi secara global, aktivitas siswa dalam mengajukan pertanyaan masih kurang.
Hal ini dikarenakan siswa masih belum terbiasa untuk mengajukan pertanyaan.
Sebaliknya, mereka lebih suka menjawab pertanyaan.
Memasuki tahap kegiatan inti, peneliti
membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas empat
(4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik
jenis kelamin maupun kemampuannya). Kemudian peneliti memberi tugas kepada
masing-masing kelompok untuk saling membantu dalam menguasai bahan ajar, yaitu
memahami kisah Rasul-Rasul Allah. Dalam pembelajaran ini, peneliti melatih
siswa untuk bekerjasama dengan teman dalam kelompok.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa
motivasi belajar siswa masih belum seperti yang diharapkan atau bisa dikatakan
masih rendah. Ini dapat dilihat dari lembar observasi siswa yang menunjukkan
bahwa aktivitas kerjasama siswa belum mencapai apa yang diharapkan. Kegiatan kelompok
ini masih didominasi oleh para siswa yang aktif, sedangkan mereka yang pasif
cenderung mengikuti hasil yang telah dikerjakan kelompok. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan individual pada masing-masing siswa. Mereka yang aktif adalah
mayoritas yang memiliki prestasi di kelas, dan mereka yang pasif adalah yang
berprestasi kurang atau sedang dan mereka cenderung kurang percaya diri pada
kemampuannya.
Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat
motivasi belajar siswa terhadap materi PAI, peneliti memberi tugas
mengilustrsikan gambar yang berkaitan dengan Kisah Rasul-Rasul Allah dengan
dibatasi waktu sekitar 30 menit, sehingga siswa termotivasi untuk berlomba
menyelesaikan tugas yang cepat dan tepat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
dengan tugas seperti ini siswa cukup termotivasi untuk mengerjakan tugas dengan
sebaik-baiknya. Seluruh siswa cukup antusias dan tertarik untuk berlomba
menyelesaikan tugas. Bahkan prestasi mereka juga mulai bertambah, hal ini
terlihat dari hasil belajar mereka yang menunjukkan peningkatan.
Pada akhir pembelajaran, siswa diberikan
evaluasi berupa kuis. Pertanyaan-pertanyaan untuk setiap kelompok telah
peneliti persiapkan dalam lembaran. Mereka berlomba menyelesaikan
pertanyaan-pertanyaan dari materi yang telah dipelajari. Tidak terlihat dari
wajah mereka rasa jenuh atau putus asa, bahkan mereka terlihat menikmati setiap
pertanyaan-pertanyaan yang peneliti berikan. Dalam hal ini peneliti ingin
melihat seberapa motivasi dan prestasi belajar yang dimiliki siswa antar
anggota kelompok.
Indikator peningkatan motivasi belajar siswa
tercermin dalam semangat, antusias dan rasa ingin tahu siswa dalam KBM.
Sedangkan indikator peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari hasil
belajar siswa.
Berdasarkan hasil
observasi yang telah dilaksanakan terdapat sedikit peningkatan motivvasi siswa
yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 20 meningkat menjadi 24
atau sekitar 20 %.
Dan peningkatan prestasi
belajar siswa yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 6,60
meningkat menjadi 6,84 atau sekitar 4 %.
4. Refleksi Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I ini
bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap mata
pelajaran PAI. Pada waktu pertama kali pertemuan dengan diadakan pembelajaran dengan
teknik Learning Community para siswa masih bingung dan merasa canggung,
apalagi pada waktu mengerjakan soal awal yaitu mengilustrasikan gambar tentang
Nabi Ibrahim a.s. para siswa masih ada yang tidak senang dengan teman
kelompoknya, dengan demikian tugas yang dikerjakan secara kelompok masih satu
atau dua orang saja yang mengerjakan karena mereka tidak senang dengan teman
kelompoknya. Apalagi pada waktu guru memberikan tugas untuk mengaitkan
ilustrasi gambar dengan kehidupan sehari-hari mereka kelihatan bingung dan
berusaha tidak menerimanya, dan akhirnya dengan pengarahan guru mereka dapat
menerimanya. Learning Community merupakan belajar yang berpusat pada
siswa dan guru hanya sebagai fasilitator, peran guru dalam Learning
Community sangatlah sederhana.
Kembali pada tujuan
peneliti menerapkan pendidikan dengan pendekatan kontekstual dengan teknik
Learning Community adalah untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
siswa terhadap materi PAI melalui pembelajaran yang melibatkn siswa secara aktif,
maka peneliti menyimpulkan bahwa pada siklus I ini penerapan pendidikan dengan
teknik Learning Community, mampu menunjukkan peningkatan motivasi, namun
hasil yang dapat diperoleh sangat minim sekali. Hal ini dapat dilihat dari:
a.
Kegiatan diskusi kelompok kurang bisa membawa siswa
untuk aktif berbicara mengemukakan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan,
b.
Sebagian siswa mengandalkan kemampuan menjawab
pertanyaan guru bukan pada kemampuan menyikapi atau memecahkan persoalan,
sehingga motivasi belajar siswa adalah untuk mempelajari materi secara
keseluruhan (sebatas materi/bahan ajar) bukan untuk mensinkronkan materi dengan
kehidupan nyata,
c.
Motivasi belajar siswa terhadap materi PAI hanya
dimiliki mereka yang sebagian besar memiliki prestasi di kelas, sedangkan
mereka yang berprestasi rendah/kurang cenderung pasif dalam kegiatan belajar
mengajar. Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan siswa dalam proses belajar yang
dialami sebelumnya.
Berdasarkan hasil
analisis dan refliksi dari siklus I, maka peneliti akan melanjutkan pembelajaran
pada siklus II dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Guru lebih banyak memberikan dorongan tentang manfaat
materi pelajaran yang dipelajari, terutama pada kelompok yang pasif dan kurang
bersemangat dalam proses pembelajaran.
b.
Memotivasi siswa agar lebih berani mengungkapkan
gagasannya.
c.
Memberi pengertian akan pentingnya kerjasama dalam
kelompok.
d.
Pada pembelajaran tindakan sebaiknya dominasi guru agak
dikurangi sehingga proses belajar mengajar lebih tampak proses belajar yang
berpusat pada siswa sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
siswa pada bidang studi MPAI.
e.
Memacu siswa untuk lebih banyak membaca buku, baik di
perpustakaan atau buku pendukung lainnya.
D.
Siklus II
1. Rencana Tindakan Siklus II
Pada rencana tindakan siklus II peneliti tetap
menerapkan teknik learning community pada mata pelajaran pendidikan
agama Islam, dengan model pembelajaran ini diharapkan dapat lebih membantu
untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.
Menindak lanjuti hasil analisis dan refleksi
pada siklus I, maka peneliti berupaya untuk melakukan improvisasi pada proses
pembelajaran, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Siswa dibiasakan dengan teknik Learning Community sehingga
diharapkan dapat mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
b.
Memaksimaklan kerjasama dan komunikasi kelompok.
Sebelum siklus II dilaksanakan peneliti
melakukan beberapa tahap persiapaan, antara lain:
a.
Membuat perencanaan pembelajaran
b.
Membagi siswa menjadi enam kelompok
c.
Membagi materi ketentuan shalat menjadi tiga bagian:
1)
Rukun-rukun shalat
2)
Sunah-sunah shalat
a)
Sunah shalat berupa bacaan
b)
Sunah shalat berupa perbuatan
3)
Syarat sah shalat serta yang membatalkannya.
d.
Mempersiapkan instrumen penelitian yang digunakan untuk
meneliti peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa.
e.
Membuat langkah-langkah pembelajaran pada siklus II
meliputi:
1)
Membuka pelajaran (pendahuluan 10 menit)
a)
Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan
salah satu surat
pendek.
b)
Sikap siswa siap memulai pelajaran.
c)
Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan
pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
d)
Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat
itu.
2)
Pengembangan pembelajaran (70 menit)
a)
Guru membagi murid menjadi enam (6) kelompok,
masing-masing kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap
kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun
kemampuannya).
b)
Guru membagikan gambar yang berkaitan dengan materi
yang akan disampaikan saat itu kepada setiap kelompok.
c)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
(1) Mengilustrasikan
gambar yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi
contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
(2) Bekerjasama
dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang
belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
(3) Semua
anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
(4) Masing-masing
kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
(5) Memberikan
kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum
tanya jawab/diskusi).
(6) Melakukan
sharing antar kelompok.
d)
Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
e)
Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas
prestasi yang diraih.
3)
Penutup pembelajaran (refleksi pengalaman belajar 10
menit)
a)
Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar
hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana
kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
b)
Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman
spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan materi saat
itu.
c)
Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan
tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Sebagaimana dalam siklus I, pelaksanaan
siklus II diadakan tiga kali pertemuan, yaitu tanggal 21, 26, dan 28 Desember
2005. Pembelajarannya berlangsung selama 2 X 45 menit untuk setiap pertemuan. pada
pelaksanaan siklus II ini, langkah-langkah pembelajaran dilakukan sebagaimana
skenario pembelajaran yang terdapat dalam rencana pembelajaran yaitu sebagai
berikut:
Pada pertemuan pertama dilaksanakan pada
tanggal 21 Desember 2005 dengan skenario yang telah diterapkan dalam
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.
Pendahuluan
1) Mengucapkan
salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan salah satu surat pendek.
2) Sikap
siswa siap memulai pelajaran.
3) Guru
mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan siswa dikaitkan
dengan materi yang akan disampaikan.
4) Guru
menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat itu, yaitu mengkaji bersama
topik pembahasan tentang rukun-rukun shalat.
b.
Kegiatan Inti
1)
Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)
Guru membagikan gambar yang berkaitan dengan shalat
kepada setiap kelompok.
3)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
a)
Mengilustrasikan gambar yang berkaitan dengan shalat
yang telah dibagikan kepada setiap kelompok.
b)
Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok
masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai
mengajari yang lemah).
c)
Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas
kelompoknya masing-masing.
d)
Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan
hasil kerja kelompok di depan kelas.
e)
Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak
maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)
Melakukan sharing antar kelompok.
4)
Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
5)
Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas
prestasi yang diraih.
c.
Penutup/Refleksi
1)
Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar
hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana
kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)
Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman
spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan rukun-rukun
shalat.
3)
Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan
tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari, seperti melaksanakan shalat lima waktu sesuai dengan rukun-rukun shalat
yang telah ditentukan.
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam
pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.
Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
.
b.
Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.
Antusias siswa dalam KBM.
d.
Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.
Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi
kelompok.
f.
Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar
tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dan dalam kondisi riil di kehidupan
sehari-hari.
Kemudian pada pertemuan kedua, dilaksanakan
pada tanggal 26 Desember 2005 dengan pelaksanaan skenario yang diterapkan dalam
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.
Pendahuluan
1)
Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan
salah satu surat
pendek.
2)
Sikap siswa siap memulai pelajaran
3)
Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan
pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)
Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat
itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang sunah-sunah shalat.
b.
Kegiatan Inti
1)
Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)
Guru membagikan gambar tentang gerakan-gerakan sunah shalat
beserta bacaannya kepada setiap kelompok.
3)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
a)
Mengilustrasikan gambar tentang gerakan-gerakan sunah
shalat beserta bacaannya yang telah dibagikan kepada setiap kelompok.
b)
Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok
masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai
mengajari yang lemah).
c)
Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas
kelompoknya masing-masing.
d)
Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan
hasil kerja kelompok di depan kelas.
e)
Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak
maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)
Melakukan sharing antar kelompok.
4) Selama
kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
5) Memberikan
pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.
c.
Penutup/Refleksi
1)
Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar
hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana
kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)
Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman
spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan sunah-sunah
shalat.
3)
Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan
tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari, seperti melaksanakan shalat lima waktu sesuai dengan rukun dan sunah shalat
yang telah ditentukan.
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam
pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.
Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
.
b.
Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.
Antusias siswa dalam KBM.
d.
Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.
Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi
kelompok.
f.
Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar.
Kemudian pada pertemuan ketiga, dilaksanakan
pada tanggal 28 Desember 2005 dengan pelaksanaan skenario yang ditetapkan dalam
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.
Pendahuluan
1)
Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan
salah satu surat
pendek.
2)
Sikap siswa siap memulai pelajaran
3)
Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan
pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)
Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat
itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang syarat sah dan syarat
wajib shalat serta yang membatalkannya.
b.
Kegiatan Inti
1)
Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)
Guru membagikan gambar-gambar yang berkaitan dengan
syarat sah dan syarat wajib shalat serta yang membatalkannya.
3)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
a)
Mengilustrasikan gambar-gambar yang berkaitan dengan
syarat sah dan syarat wajib shalat serta yang membatalkannya, yang telah
dibagikan kepada setiap kelompok.
b)
Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok
masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai
mengajari yang lemah).
c)
Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas
kelompoknya masing-masing.
d)
Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan
hasil kerja kelompok di depan kelas.
e)
Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak
maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)
Melakukan sharing antar kelompok.
4) Selama
kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
5)
Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas
prestasi yang diraih.
6)
Mengadakan praktek shalat di Mushala sekolah.
c.
Penutup/Refleksi
1) Mengadakan
refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari.
2) Guru
memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam
kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan syarat sah dan syarat wajib shalat
serta yang membatalkannya.
3) Guru
memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan
terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam
pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.
Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
.
b.
Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.
Antusias siswa dalam KBM.
d.
Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.
Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi
kelompok.
f.
Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar.
g.
Kemampuan siswa dalam mempraktekkan gerakan dan bacaan shalat.
3. Observasi Siklus II
Pada siklus II ini, hasil pengamatan
menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan motivasi dan prestasi belajar
yang cukup tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, siswa mulai
terbiasa bertanya dan mengemukakan pendapat apabila peneliti memberikan
permasalahan.
Memasuki kegiatan inti, hasil pengamatan
menunjukkan siswa begitu antusias untuk berlomba mencapai hasil yang lebih baik
antar sesama anggota kelompok. Ketika peneliti memberi tugas/pembagian materi
pada masing-masing kelompok, siswa menerima tugas dengan senang hati dan atas
anjuran peneliti mereka berusaha untuk saling membantu memahami materi yang
dibebankan pada masing-masing kelompok. Sering kali peneliti mendengar
pertanyaan-pertanyaan berbobot dari sesama anggota kelompok untuk mencapai
hasil diskusi yang memuaskan. Sudah mulai ada komunikasi dan kerjasama yang
cukup baik pada diskusi antar sesama anggota kelompok, karena masing-masing
siswa sudah mulai bisa menghilangkan beban rasa malu dan takut salah dalam
mengajukan pendapat. Mayoritas dari mereka sudah mulai terbiasa dengan model
pembelajaran yang peneliti terapkan di kelas IVa ini. Ditambah lagi pada siklus
II ini, peneliti berusaha memberikan pujian pada salah satu kelompok atas prestasi
yang diraih, dengan itu maka akan menjadi penyemangat bagi kelompok lain yang
belum pernah mendapatkan pujian dari peneliti.
Pada akhir pembelajaran, peneliti mencoba
mengadakan praktek gerakan-gerakan dan bacaan-bacaan shalat, mayoritas mereka
dapat melaksanakan dengan baik. Mereka dapat membedakan antara rukun dan
sunah-sunah shalat. Mereka juga hafal bacaan-bacaan dalam shalat, baik yang
wajib maupun yang sunnah. Mereka terlihat sangat antusias dan gembira
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh peneliti. Pada saat salah satu
siswa mempraktekkan shalat di depan, yang lainnya memperhatikan dengan cermat
dan serius.
Indikator peningkatan motivasi belajar siswa
tercermin dalam bertambahnya semangat, antusias dan rasa ingin tahu siswa dalam
KBM. Sedangkan indikator peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari
peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil
observasi yang telah dilaksanakan terdapat peningkatan motivasi yang semula
nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 20 meningkat menjadi 31 atau
sekitar 55%. Dan peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari rata-rata
kelas yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 6,60 meningkat
menjadi 7,75 atau sekitar 17%.
Sedangkan peningkatan
motivasi belajar siswa antara siklus I dengan siklus II adalah pada siklus I
nilai rata-rata kelas sebesar 24 meningkat menjadi 31 atau sekitar 29%, dan
peningkatan prestasi belajar siswa antara siklus I dengan siklus II adalah pada
siklus I nilai rata-rata kelas sebesar 6,84 meningkat menjadi 7,75 atau sekitar
13 %.
4. Refleksi Siklus II
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini
tetap sama dengan siklus I, yaitu bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI. Pada siklus II ini, siswa
sudah mulai mengerti dengan model pembelajaran yang diterapkan peneliti. Bahkan
mayoritas dari mereka sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang peneliti
terapkan di kelas IVa ini. Pada waktu mengerjakan soal para siswa sudah mulai bisa
menerima teman kelompoknya, dengan demikian tugas yang dikerjakan secara
kelompok sudah mulai mereka kerjakan bersama-sama dan dengan roman muka yang
kelihatan gembira.
Kembali pada tujuan,
peneliti menerapkan pendidikan dengan pendekatan kontekstual dengan teknik
Learning Community adalah untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
siswa terhadap materi PAI melalui pembelajaran yang melibatkan siswa secara
aktif, maka peneliti menyimpulkan bahwa pada siklus II ini penerapan pendidikan
dengan teknik Learning Community, dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa yang cukup tinggi,
hal ini dapat dilihat dari:
a.
Kegiatan diskusi kelompok yang sudah dapat membawa
siswa untuk aktif berbicara mengemukakan pendapat, bertanya dan menjawab
pertanyaan,
b.
Sebagian siswa sudah dapat mengandalkan kemampuan
menyikapi atau memecahkan persoalan, untuk mensinkronkan materi dengan
kehidupan nyata,
c.
Motivasi belajar siswa terhadap materi PAI dimiliki hampir
semua siswa kelas IVa, jadi bukan hanya mereka yang memiliki prestasi di kelas,
tetapi juga mereka yang berprestasi rendah/kurang.
d.
Hasil dari praktek shalat yang hampir semua siswa
mendapatkan nilai A dan B, itu menunjukkan bahwa motivasi belajar dapat membuat
mereka benar-benar memahami apa yang mereka pelajari.
Berdasarkan hasil
analisis dan refliksi dari siklus II, maka peneliti akan melanjutkan
pembelajaran pada siklus III dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Guru tetap memberikan dorongan tentang manfaat materi
pelajaran yang dipelajari, terutama pada kelompok yang masih pasif dan kurang
bersemangat dalam proses pembelajaran.
b.
Memotivasi siswa agar lebih berani mengungkapkan
gagasannya.
c.
Memberi pengertian akan pentingnya kerjasama dalam
kelompok.
d.
Memacu siswa untuk lebih banyak membaca buku, baik di
perpustakaan atau buku pendukung lainnya.
E.
Siklus III
1. Rencana Tindakan Siklus III
Berbeda dengan siklus I dan II, pada siklus
III pertemuan hanya dilakukan dua (2) kali pertemuan, yaitu pada tanggal 2 dan
4 Januari 2006. Pada rencana tindakan
siklus III peneliti tetap menerapkan teknik learning community pada mata
pelajaran pendidikan agama Islam, dengan model pembelajaran ini diharapkan
dapat membantu untuk lebih meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Sama
halnya dengan siklus sebelumnya, sebelum siklus III dilaksanakan, peneliti
melakukan beberapa tahap persiapaan, antara lain:
a.
Membuat perencanaan pembelajaran
b.
Membagi siswa menjadi enam kelompok
c.
Membagi materi menjadi dua bagian
1)
Adzan
2)
Ikamah
d.
Mempersiapkan instrumen penelitian yang digunakan untuk
meneliti peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa.
e.
Membuat langkah-langkah pembelajaran pada siklus III meliputi:
1)
Membuka pelajaran (pendahuluan 10 menit)
a)
Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan
salah satu surat
pendek.
b)
Sikap siswa siap memulai pelajaran.
c)
Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan
pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
d)
Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat
itu.
2)
Pengembangan pembelajaran (70 menit)
a)
Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
b)
Guru membagikan gambar yang berkaitan dengan materi
yang akan disampaikan saat itu kepada setiap kelompok.
c)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
(1) Mengilustrasikan
gambar yang telah dibagikan kepada setiap kelompok, dan membuat ilustrasi
contoh riil yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
(2) Bekerjasama
dengan seluruh anggota kelompok masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang
belum tahu, yang pandai mengajari yang lemah).
(3) Semua
anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya masing-masing.
(4) Masing-masing
kelompok secara bergilir mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
(5) Memberikan
kesempatan kepada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya (forum
tanya jawab/diskusi).
(6) Melakukan
sharing antar kelompok.
d)
Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
e)
Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas
prestasi yang diraih.
3)
Penutup pembelajaran (refleksi pengalaman belajar 10
menit)
a)
Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar
hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana
kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
b)
Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman
spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan materi saat
itu.
c)
Guru memberi kesempatan siswa untuk merencanakan
tindakan yang akan mereka lakukan terkait dengan materi yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus III
Pada siklus III diadakan dua kali pertemuan
yaitu pada tanggal 2 dan 4 Januari 2006. Pembelajarannya berlangsung selama 2 X
45 menit untuk setiap pertemuan. Adapun langkah-langkah pembelajaraan
sebagaimana yang telah direncanakan dalam rencana penelitian yaitu sebagai
berikut:
Pada pertemuan pertama dilaksanakan pada
tanggal 2 Januari 2006 dengan skenario yang telah ditetapkan dalam pembelajaran
yaitu sebagai berikut:
a.
Pendahuluan
1)
Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan
salah satu surat
pendek.
2)
Sikap siswa siap memulai pelajaran
3)
Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan
pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)
Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat
itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang Azan.
b.
Kegiatan Inti
1)
Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)
Guru membagikan gambar-gambar yang berkaitan dengan Azan
kepada setiap kelompok.
3)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
a)
Mengilustrasikan gambar-gambar yang berkaitan dengan Azan
yang telah dibagikan kepada setiap kelompok.
b)
Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok
masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai
mengajari yang lemah).
c)
Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas
kelompoknya masing-masing.
d)
Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan
hasil kerja kelompok di depan kelas.
e)
Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak
maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f)
Melakukan sharing antar kelompok.
4) Selama
kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
5) Memberikan
pujian kepada salah satu kelompok atas prestasi yang diraih.
c.
Penutup/Refleksi
1) Mengadakan
refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu tentang beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana kegiatan pembelajaran kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari.
2) Guru
memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman spiritual mereka dalam
kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan Azan.
3) Guru
memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan
terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, seperti
menerapkan Azan sebelum Shalat secara benar.
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam
pelaksanaan tindakan ini, digunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a.
Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
.
b.
Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.
Antusias siswa dalam KBM.
d.
Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.
Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi
kelompok.
f.
Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar.
Kemudian pada pertemuan kedua, dilaksanakan
pada tanggal 4 Januari 2006 dengan pelaksanaan skenario yang diterapkan dalam
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.
Pendahuluan
1)
Mengucapkan salam dilanjutkan dengan bacaan do'a dan
salah satu surat
pendek.
2)
Sikap siswa siap memulai pelajaran
3)
Guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan
pengetahuan siswa dikaitkan dengan materi yang akan disampaikan.
4)
Guru menjelaskan rencana kegiatan pembelajaran saat
itu, yaitu mengkaji bersama topik pembahasan tentang Ikamah.
b.
Kegiatan Inti
1)
Guru membagi murid menjadi enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas empat (4) orang anggota kelompok (tiap kelompok memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuannya).
2)
Guru membagikan gambar-gambar yang berkaitan dengan Ikamah
kepada setiap kelompok.
3)
Tiap kelompok melaksanakan tugas yang diberikan guru,
yaitu:
a.
Mengilustrasikan gambar-gambar yang berkaitan dengan Ikamah,
yang telah dibagikan kepada setiap kelompok.
b.
Bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok
masing-masing (yang tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pandai
mengajari yang lemah).
c.
Semua anggota kelompok bertanggungjawab atas
kelompoknya masing-masing.
d.
Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan
hasil kerja kelompok di depan kelas.
e.
Memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang tidak
maju ke depan untuk bertanya (forum tanya jawab/diskusi).
f.
Melakukan sharing antar kelompok.
4)
Selama kegiatan berlangsung guru melakukan penilaian.
5)
Memberikan pujian kepada salah satu kelompok atas
prestasi yang diraih.
c.
Penutup/Refleksi
1)
Mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar
hari itu tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sebuah rencana
kegiatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)
Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan pengalaman
spiritual mereka dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan Ikamah.
3) Guru
memberi kesempatan siswa untuk merencanakan tindakan yang akan mereka lakukan
terkait dengan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, seperti
menerapkan Ikamah setiap sebelum shalat dengan baik dan benar.
Sedangkan dalam pengambilan nilai dalam
pelaksanaan tindakan ini tetap seperti tindakan sebelumnya, yaitu digunakan
kriteria penilaian sebagai berikut:
a.
Keseriusan dan partisipasi siswa dalam bekerja kelompok
.
b.
Inisiatif individu dalam menguraikan topik pembahasan
c.
Antusias siswa dalam KBM.
d.
Keaktifan dan kontribusi siswa dalam diskusi.
e.
Kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
f.
Identifikasi siswa saat merefleksi ilustrasi gambar.
3. Observasi Siklus III
Pada siklus III ini, hasil pengamatan
menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan motivasi belajar yang cukup menggembirakan
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, siswa sudah terbiasa bertanya dan
mengemukakan pendapat apabila peneliti memberikan permasalahan. Dan tidak hanya
motivasi belajar siswa yang mengalami peningkatan, akan tetapi prestasi atau
hasil belajar mereka juga mengalami peningkatan yang begitu menggembirakan.
Pada tahap pendahuluan, kegiatan siswa cukup
bagus. Hal ini dapat dilihat dari:
a.
Siswa sangat antusias mengikuti kegiatan belajar
mengajar.
b.
Pada saat penjelasan materi secara global siswa juga
berani mengajukan pertanyaan dan pendapat.
Memasuki kegiatan inti, ketika guru membentuk
kelompok, masing-masing kelompok diberi materi untuk dipelajari dan dikuasai.
Ketika peneliti memberi tugas/pembagian materi pada masing-masing kelompok,
siswa menerima tugas dengan senang hati dan atas anjuran peneliti mereka berusaha
untuk saling membantu memahami materi yang dibebankan pada masing-masing
kelompok. Kemudian siswa mengilustrasikan materi/gambar dengan kehidupan
sehari-hari. Mereka tampak bersemangat dalam mengerjakan tugas, mereka saling
membantu memahami materi yang diberikan. Mereka saling melontarkan pertanyaan
demi tercapainya hasil belajar yang memuasakan serta terus berdiskusi dalam
waktu yang ditentukan, serta menampakkan rasa gembira dan senang selama
mengikuti pembelajaran. Tidak tampak rasa letih dari roman muka mereka, bahkan
ketika peneliti memberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dengan serentak
para siswa berebut bertanya kepada guru.
Peneliti menangkap komunikasi dan kerjasama
yang sudah sangat baik bahkan dapat dikatakan begitu dinamis dan sempurna pada
diskusi antar sesama anggota kelompok, karena masing-masing siswa merasa tidak
ada beban rasa malu dan takut salah dalam mengajukan pendapat. Selain itu hampir
95% dari mereka sudah sangat terbiasa dan menyatu dengan model pembelajaran
yang peneliti terapkan di kelas IVa ini, bahkan mereka mengharapkan agar teknik
ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran.
Indikator peningkatan motivasi belajar siswa
tercermin dalam bertambahnya semangat, antusias dan rasa ingin tahu siswa dalam
KBM. Sedangkan indikator peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari
meningkatnya hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil
observasi yang telah dilaksanakan terdapat peningkatan motivasi yang semula
nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 20 meningkat menjadi 45 atau
sekitar 125%. Dan peningkatan prestasi belajar siswa terlihat dari nilai
rata-rata kelas yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 6,60
meningkat menjadi 8,90 atau sekitar 35 %.
Sedangkan peningkatan
motivasi antara siklus III dengan siklus I adalah pada siklus I nilai rata-rata
kelas sebesar 24 meningkat menjadi 45 atau sekitar 87%. Dan peningkatan prestasi belajar antara
siklus III dengan siklus I adalah pada siklus I nilai rata-rata kelas sebesar
6,84 meningkat menjadi 8,90 atau sekitar 30%.
Peningkatan motivasi antara
siklus III dengan siklus II adalah pada siklus II nilai rata-rata kelas sebesar
31 meningkat menjadi 45 atau sekitar 45%.
Dan peningkatan prestasi belajar antara siklus III dengan siklus II adalah pada
siklus II nilai rata-rata kelas sebesar 7,75 meningkat menjadi 8,90 atau
sekitar 15%.
4. Refleksi Siklus III
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus III ini
tetap sama dengan siklus-siklus sebelumnya yaitu bertujuan untuk meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI. Pada siklus
III ini, 95 % dari siswa sudah sangat mengerti dan cocok dengan model
pembelajaran yang diterapkan peneliti. Bahkan mayoritas dari mereka sudah
sangat terbiasa dengan model pembelajaran yang peneliti terapkan di kelas IVa
ini. Pada waktu mengerjakan soal para siswa sudah merasa nyaman berdiskusi
dengan teman kelompoknya, dengan demikian tugas yang dikerjakan secara kelompok
sudah mereka kerjakan bersama-sama, dan sudah tidak ada lagi dominasi dari
siswa yang lebih unggul. Mereka mengerjakan tugas dengan roman muka yang
gembira, dan tidak terlihat letih ataupun bermalas-malasan.
Seperti disebutkan di
atas, bahwa tujuan peneliti menerapkan pendidikan dengan pendekatan kontekstual
dengan teknik Learning Community adalah untuk meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa terhadap materi PAI melalui pembelajaran yang melibatkan
siswa secara aktif, maka peneliti menyimpulkan bahwa pada siklus III ini
penerapan pendidikan dengan teknik Learning Community, dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar siswa yang sangat menggembirakan, hal ini dapat dilihat dari:
a.
Kegiatan diskusi kelompok yang dapat membawa semua siswa
untuk aktif berbicara mengemukakan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan,
b.
Siswa sudah dapat mengandalkan kemampuan menyikapi atau
memecahkan persoalan, dan mensinkronkan materi dengan kehidupan nyata.
c.
Motivasi belajar siswa terhadap materi PAI yang pada
siklus I dan II hanya dimiliki sebagian siswa, sekarang sudah hampir 95%
dimiliki siswa kelas IVa.
F.
Pembahasan
Dalam penelitian ini dilakukan sebanyak tiga
siklus, yaitu siklus I dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan yaitu pada
tanggal 12, 14 dan 19 Desember 2005, siklus II dilaksanakan dengan tiga kali
pertemuan yaitu pada tanggal 21, 26 dan 28 Desember 2005, dan siklus III
dilaksanakan dengan dua kali pertemuan yaitu pada tanggal 2 dan 4 Januari 2006.
Pada siklus I, materi diberikan selama tiga
kali pertemuan, dengan perincian pada pertemuan pertama diberikan materi
tentang kisah Nabi Ibrahim a.s, yang meliputi tentang kisah Nabi Ibrahim a.s.
mencari tuhan, menghancurkan berhala dan Nabi Ibrahim a.s. dibakar. Pada pertemuan kedua diberikan materi tentang
kisah Nabi Ismail a.s. yang meliputi kisah Nabi Ismail a.s. disembelih, dan
kisah tentang mata air Zam-zam. Pertemuan ketiga diberikan materi tentang kisah
Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. membangun Ka'bah.
Pada siklus I ini sebelum siswa diberikan
tugas-tugas kelompok, guru melakukan pembahasan materi tentang rencana
pembelajaran dan mendiskusikan tentang topik pelajaran yang dikaitkan dengan
konteks kehidupan siswa sehari-hari. Hal ini diasumsikan dapat menarik
perhatian siswa terhadap pelajaran yang diberikan guru sebab semakin jelas apa
yang ingin dicapai guru bersama siswa semakin mudah dia dapat mencapainya dan
semakin mudah pula dia dapat menyimpulkan apakah ia sudah mencapai tujuan atau
belum, dan tentunya juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar siswa.
Pada siklus I ini peneliti menggunakan pembelajaran
dengan teknik Learning Community dimaksudkan agar siswa termotivasi dalam belajar materi PAI dan
tentunya agar prestasi belajar siswa juga meningkat. Selain itu, metode ini
memang dipandang sebagai yang paling sederhana dari pendekatan pembelajaran
kontekstual.
Dengan teknik Learning Community ini,
langkah pertama yang dilakukan adalah membentuk kelompok belajar menjadi
enam kelompok, yang masing-masing terdiri dari empat orang anggota kelompok.
Langkah kedua tiap kelompok melaksanakan tugas yang yang diberikan oleh
guru yaitu saling membantu menguasai bahan ajar atau materi melalui tanya jawab
atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Kemudian secara bergiliran
masing-masing kelompok memberikan pengalaman belajar (hasil diskusi) di depan
kelas, dan memberi kesempatan pada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk
bertanya. Forum tanya jawab ini dilakukan untuk membiasakan siswa agar cepat
merespon segala permasalahan yang ada disekelilingnya.
Pada pertemuan pertama, siswa terlihat kurang
dapat mengikuti KBM dengan baik. Hal ini dapat diketahui dari kurangnya rasa
ingin tahu mereka terhadap materi yang akan diberikan serta minimnya pertanyaan
yang diajukan. Mereka terlihat kebingungan dengan apa yang akan mereka
pertanyakan. Akan tetapi antusias mereka terhadap tugas yang diberikan cukup
baik. Hal ini ditunjukkan dari semangat dan kegembiraan mereka selama mengikuti
pembelajaran.
Pada pertemuan kedua, siswa tampak mulai
menunjukkan rasa ingin tahu yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari
munculnya pertanyaan-pertanyaan dari siswa ketika guru membuka pertanyaan. Di awal
pembelajaran siswa pun tampak bersemangat dalam mengerjakan tugas dan berusaha
mengerjakannya dalam waktu yang ditentukan, meskipun hasil diskusi belum sesuai
dengan yang diharapkan. Model pembelajaran sudah mulai tampak bisa diterima
oleh siswa meskipun masih ada beberapa siswa yang pasif dan lamban menerimanya,
namun suasana kelas sudah mulai tampak hidup dan bergairah.
Pada pertemuan ketiga, peneliti berusaha
menjaga agar siswa tetap antusias dalam KBM. Pada kesempatan ini siswa
diberikan materi tentang kisah Nabi Ibrahim a.s. dibakar. Dalam pembelajaran
ini, peneliti berusaha memotivasi siswa agar bekerja sama dalam kelompok.
Secara umum hasil penelitian siklus I
menunjukkan bahwa motivasi siswa dalam mengikuti KBM cukup berhasil. Hal ini
dapat ditunjukkan dari mulai aktifnya siswa ketika mengikuti pelajaran
dibandingkan pada saat pre test. Peneliti melihat adanya penerimaan yang
positif dari siswa kelas IVa terhadap penerapan pendidikan kontekstual dengan
teknik Learning Community dalam meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar siswa terhadap materi PAI. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil
observasi yang telah dilaksanakan terdapat peningkatan motivasi yang semula
nilai rata-rata dari pre test sebesar 20 pada siklus I ini meningkat menjadi 24
atau sekitar 20%. Dan peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai
rata-rata dari pre test sebesar 6,60 pada siklus I ini meningkat menjadi 6,84
atau sekitar 4%.
Berdasarkan data tes, observasi dan refleksi
akhir maka untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa serta
mengatasi masalah-masalah yang muncul pada siklus I peneliti mengambil
langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Memotivasi siswa agar lebih berani mengungkapkan
gagasannya.
2)
Memberi pengertian akan pentingnya komunikasi dan
kerjasama dalam kelompok melalui pengarahan umum di awal pelajaran berikutnya.
3)
Memotivasi siswa untuk membiasakan siswa aktif dalam
segala permasalahan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
4)
Aktualisasi materi kisah Rasul-rasul Allah dalam
kehidupan sehari-hari melalui mencontoh sifat dan keteladanannya.
Kemudian pada siklus II, sebagaimana dengan
siklus I pada siklus ini materi juga diberikan selama tiga kali pertemuan,
dengan perincian pada pertemuan pertama diberikan materi tentang ketentuan shalat,
yang meliputi pengertian dan rukun-rukun shalat. Pada pertemuan kedua diberikan materi tentang
sunah-sunah shalat yang meliputi sunah-sunah yang berupa perbuatan dan sunah shalat
yang berupa bacaan, pertemuan ketiga diberikan materi tentang syarat sah shalat
dan yang membatalkannya.
Seperti pada siklus I, pada
siklus II ini sebelum siswa diberikan tugas-tugas kelompok, guru melakukan
pembahasan materi tentang rencana pembelajaran dan mendiskusikan tentang topik pelajaran
yang dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari. Selanjutnya, pada siklus II ini
peneliti tetap melanjutkan pembelajaran dengan teknik Learning Community dimaksudkan
agar siswa lebih termotivasi dalam belajar materi PAI dan tentunya agar prestasi
belajar siswa juga semakin meningkat.
Ternyata, pada siklus II ini
melalui pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community siswa semakin menunjukkan rasa ingin tahu
yang cukup besar. Mereka terlihat semakin antusias dalam mengikuti KBM.
Merekapun sudah mulai terbiasa mengajukan pertanyaan kepada guru jika ada
materi yang belum jelas. Selama kegiatan berlangsung, mereka tampak riang dan
gembira. Hal ini dapat dilihat dari roman muka mereka yang tampak bersemangat
selama mengikuti KBM.
Meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar terhadap materi PAI melalui pendekatan kontekstual dengan
teknik Learning Community diharapkan dapat menciptakan kondisi
persaingan positif antar kelompok. Karena pada umumnya situasi persaingan akan
mendorong siswa untuk berlomba mencapai tujuan dalam belajar. Siswa akan
terdorong untuk belajar dengan cepat.
Secara
umum, hasil penelitian siklus II menunjukkan peningkatan motivasi dan prestasi belajar
siswa kelas IVa SDN Ketawanggede terhadap materi PAI. Hal ini dapat ditunjukkan
dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan terhadap peningkatan motivasi yang
semula nilai rata-rata dari pre test sebesar 20 pada siklus II ini meningkat
menjadi 31 atau sekitar 55%. Dan peningkatan prestasi belajar siswa yang semula
nilai pre test sebesar 6,60 pada siklus II ini meningkat menjadi 7,75 atau
sekitar 17%.
Berdasarkan data dari tes,
observasi dan refleksi akhir maka peneliti berupaya untuk mempertahankan dan
lebih meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1)
Menjaga agar motivasi dan prestasi belajar siswa tetap
terjaga.
2)
Untuk lebih meningkatkan motivasi belajar siswa
terhadap materi PAI perlu dilakukan tindakan-tindakan pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif melalui diskusi-diskusi kelompok dengan tetap
menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik Learning Community.
Selanjutnya, pada siklus III dilaksanakan dua
kali pertemuan. Dengan menggunakan teknik Learning Community seperti
pada siklus sebelumnya. Mereka terlihat tidak merasa jenuh dengan teknik
tersebut, bahkan mereka merasa lebih dapat mengembangkan pemikiran dan
gagasannya. Pada pertemuan pertama, materi yang diberikan adalah materi tentang
Adzan yang menjelaskan tentang pengertian dan lafaz-lafaz adzan. Sedangkan pada
pertemuan kedua yaitu materi tentang ikamah.
Seperti halnya pada siklus sebelumnya, sebelum
siswa diberikan tugas kelompok, guru melakukan pembahasan materi tentang
rencana pembelajaran dan mendiskusikan tentang topik pelajaran yang dikaitkan
dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari serta menulis tujuan yang ingin
dicapai sebagai hasil belajar sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya.
Masing-masing kelompok saling membantu
memahami materi, atau bahan ajar antar sesama anggota kelompok, selanjutnya
secara bergilir salah satu dari anggota kelompok maju ke depan kelas untuk
menjelaskan hasil diskusi kepada seluruh siswa. Pada siklus III ini, peneliti
melihat adanya peningkatan motivasi dan prestasi belajar yang begitu
menggembirakan. Hal ini tampak pada antusias siswa yang begitu besar selama
pembelajaran. Mereka cukup bersemangat dalam mengerjakan tugas dalam waktu yang
ditentukan, serta gembira dan senang selama mengikuti pembelajaran, dan juga
dapat dilihat dari hasil yang mereka dapatkan dari tugas-tugas yang diberikan. Tidak
tampak rasa letih dari roman muka mereka, bahkan ketika peneliti memberi
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dengan serentak para siswa berebut
bertanya kepada guru.
Berdasarkan hasil observasi yang telah
dilaksanakan terdapat peningkatan motivasi yang semula nilai rata-rata dari pre
test sebesar 20 pada siklus III ini meningkat menjadi 45 atau sekitar 125%. Dan
peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata pre test sebesar
6,60 pada siklus III ini meningkat menjadi 8,90 atau sekitar 35%.
Maka secara keseluruhan, peningkatan motivasi
dan prestasi belajar siswa terhadap materi PAI melalui pembelajaran kontekstual
dengan teknik Learning Community adalah sebagai berikut, peningkatan
motivasi siklus I dengan siklus II sekitar 29%, siklus II dengan siklus III
sekitar 45%, dan siklus I dengan siklus III sekitar 87%. Dan peningkatan prestasi
belajar siklus I dengan siklus II sekitar 13%, siklus II dengan siklus III
sekitar 15%, dan siklus I dengan siklus III sekitar 30%.
Dengan data-data hasil penelitian yang telah
dipaparkan di atas, maka terbukti bahwa aplikasi pembelajaran kontekstual
dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede Malang terhadap materi PAI.
Adapun pengecekan keabsahan data dalam
penelitian ini, penulis menggunakan trianggulasi dengan sumber, yaitu yang
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
Pengecekan
keabsahan data dilakukan dalam beberapa tahapan:
1. Membandingkan
data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Hal
ini penulis lakukan dengan membandingkan lembar hasil observasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan
penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community dapat
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap materi PAI dengan
indikator keberhasilan:
1.
Siswa semakin aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2.
Siswa terlatih untuk bekerjasama dalam kelompok dan
berani mengungkapkan pendapat serta menghargai pendapat orang lain.
3.
Hasil (nilai) yang mereka dapatkan lebih baik atau
meningkat dari hasil yang mereka dapatkan sebelumnya.
4.
Dengan penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik
Learning Community siswa mendapatkan pengalaman untuk menyelesaikan
masalah dengan masyarakat dan lingkungan, ini merupakan aktualisasi dari
kecakapan berfikir rasional.
5.
Selama pembelajaran berlangsung siswa tampak senang dan
gembira, hal ini dapat dilihat dari roman muka mereka yang selalu tampak
berseri-seri dalam mengerjakan tugas.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian adalah sebagai
berikut:
1.
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa aplikasi pembelajaran kontekstual dengan
teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede 1 Malang terhadap materi PAI.
Indikator peningkatan motivasi belajar siswa terlihat dari bertambahnya
semangat dan antusias siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, tidak
tampak adanya rasa malas dan letih dari roman muka siswa, mereka selalu
menampakkan rasa gembira dan senang selama mengikuti pelajaran, selalu berusaha
menyelesaikan tugas-tugas dalam waktu yang telah ditentukan, serta besarnya
rasa ingin tahu mereka yang
diaplikasikan dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan apabila ada materi yang
kurang dipahami oleh mereka. Peningkatan motivasi terlihat dari yang
semula nilai rata-rata pre test 20
meningkat menjadi 24 atau sekitar 20 % pada siklus I, pada siklus II lebih
meningkat menjadi 31 atau sekitar 29 %, dan pada siklus III semakin meningkat
menjadi 45 atau sekitar 45 %. Dengan meningkatnya motivasi belajar siswa, maka
prestasi belajar merekapun juga meningkat, yang semula nilai rata-rata pre test
6,60 meningkat menjadi 6,84 atau sekitar 4 % pada siklus I, pada siklus II
lebih meningkat lagi menjadi 7,75 atau sekitar 13 %, dan pada siklus III
semakin meningkat menjadi 8,80 atau sekitar 30 %.
2.
Aplikasi pembelajaran
kontekstual dengan teknik Learning Community yang dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SDN ketawanggede
1 Malang adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip penerapan pembelajaran
kontekstual dan teknik Learning Community
secara konsisten. Prinsip kontekstual yaitu pembelajaran sesuai dengan
kewajaran perkembangan mental siswa, membentuk kelompok belajar yang saling
tergantung, menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri,
mempertimbangkan keragaman siswa, menggunakan teknik-teknik bertanya, dan
menerapkan penilaian autentik.
Sedangkan prinsip penerapan teknik Learning Community yaitu dengan menciptakan
masyarakat belajar, yaitu belajar dalam kelompok-kelompok, hasil belajar
diperoleh dari sharing antar teman,
antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Langkah pertama
yang dilakukan adalah membentuk kelompok belajar menjadi enam kelompok, langkah
kedua tiap kelompok melaksanakan tugas yang yang diberikan oleh guru
yaitu saling membantu menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi
antar sesama anggota kelompok, kemudian secara bergiliran masing-masing
kelompok memberikan pengalaman belajar (hasil diskusi) di depan kelas, dan
memberi kesempatan pada kelompok lain yang tidak maju ke depan untuk bertanya. Sedangkan
tugas guru dalam pembelajaran ini adalah memberikan dorongan tentang manfaat
materi pelajaran yang dipelajari, terutama pada kelompok yang pasif, memotivasi
siswa agar lebih berani mengungkapkan gagasannya, memacu siswa agar lebih
banyak membaca buku, dll.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang membuktikan adanya
hubungan yang positif antara teknik Learning
Community dengan peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa, maka
dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:
1.
Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
beberapa pihak, antara lain:
a.
Kepala Lembaga Pendidikan/Kepala Sekolah
Alangkah baiknya jika hasil penelitian ini dijadikan pedoman oleh lembaga
pendidikan untuk selalu meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa, sebab
untuk mencapai prestasi belajar siswa secara maksimal perlu adanya motivasi
yang tinggi dari siswa itu sendiri.
b.
Bagi Guru
Evaluasi terhadap pembelajaran kontekstual dengan teknik
Learning Community seperti yang disebutkan di atas perlu
diterapkan secara berkesinambungan, agar guru senantiasa melakukan upaya-upaya
perbaikan dalam tindakan pengajarannya sehingga akan terjadi peningkatan
motivasi dan prestasi belajar siswa.
c.
Bagi Siswa
1)
Agar siswa selalu antusias dalam KBM, lebih berani
mengungkapkan gagasannya, berkomunikasi dan berkerjasama dengan teman
kelompoknya, membiasakan aktif dalam segala permasalahan yang ditemui dalam
kehidupan sehari-hari,
mengaktualisasikan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari,
karena itu merupakan jalan untuk mendapatkan motivasi dan prestasi belajar yang
lebih baik.
2)
Agar siswa lebih meningkatkan motivasi belajar, sebab
terbukti bahwa siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik adalah siswa yang
memiliki motivasi belajar yang tinggi.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
membuktikan pengaruh pendidikan kontekstual dengan teknik Learning Community terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa
dengan desain eksperimen yang menggunakan kelompok kontrol, sehingga dapat
menghasilkan penelitian yang lebih akurat, valid dan reliable.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Prasetya, Joko Tri. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
A.M, Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Anynomous.
Teknik Pengajaran dan Pembelajaran,
(Online) http://Members.tripod.com/Bobezani/teknik.htm, diakses 25 Desember 2005).
Arifin,
H.M. 1978. Hubungan Timbal Balik
Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga. Jakarta: Bulan Bintang.
2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto,
Suharsimi. 1998. Prosuder Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Darajat,
Zakiah, dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara.
DEPAG RI.
1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung:
Gema Risalah Press.
DEPDIKNAS. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah edisi keempat. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah.
Dimyati
dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah,
Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru. Surabaya:
Usaha Nasional.
Gunarso,
Singgih D. 1990. Psikologi
Perkembangan. Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia.
Hadi, Nur.
Dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Hadi,
Sutrisno. 1993. Metode Resech II. Yogyakarta: Andi Offset.
Hamalik,
Dr. Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan
Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamdani, A. Saepul. Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Pembelajaran PAI. Surabaya: NIZAMIA Jurnal
Pendidikan dan Pemikiran Islam: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Hartatik, dkk, 2002. Lembaga Pengabdian Kepada
Masyarakat, Malang:
Universitas Negeri Malang.
Kasihani,
dkk. 2003. Pembelajaran Berbasis CTL.
Makalah Disampaikan pada Sarasehan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL) di
Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
1997. Penelitian Tindakan Kelas.
Makalah disajikan dalam Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas dosen-dosen PGSD
IKIP Malang, IKIP PGRI Malang, dan Guru SD di Kotamadya Malang tanggal 5-6
Agustus 1997. Malang: Depdikbud.
Kusrini,
Siti. Motivasi Belajar. Malang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang.
Makmun, H.
Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi
Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Masnur,
dkk. 1987. Dasar-dasar interaksi Belajar
Mengajar Mengajar. Malang:
Jemmars.
Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia (UI –
Press).
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muchith, M, Saekhan. CTL dalam PAI, (Online), (http://googel./artikel/.com, diakses 13 Desember 2005).
Muhaimin,
dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar.
Surabaya: CV Citra Media.
Muhaimin,
2001. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Muhammad,
Abu Bakar. 1997. Hadits Tarbawi
III. Surabaya: Karya Abditama.
Mulyasa,
2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Nizar, samsul M.A. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Press.
N.K., Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Purwadarminta, W.J.S,
1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
1983. Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya:
Usaha Nasional.
Purwanto.
M. Ngalim. 2000. Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Qohar,
Mas’ud Hasan Abdul. 1983. Kamus Ilmu
Populer. Bintang Pelajar.
Ramayulis,
2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kalam Mulia.
Rohani,
Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sabri, H.
M. Alisut. 1996. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
Sidi,
Indra Djati. 2003. Menuju Masyarakat
Belajar. Jakarta: Paramadina dan Logos.
Slamet. MBS, Life Skill, KBK, CTL, dan
salingketerkaitannya, (Online), http://pelangi.dit-plp.go.id/artikelmb.htm., diakses 12 Februari 2006).
Slameto,
2003. Belajar dan Faktor – faktor Yang
Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soedarsono,
FX. 2001. Aplikasi Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Soemanto,
Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suardiman,
Siti Partini. 1983. Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta: Percetakan Studing.
Sudjana, Nana. 1991.
Dasar-dasar
Proses Balajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Sukardi,
Dewa Ketut. 1983. Bimbingan dan
Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.
Suparno,
2003. “Pembelajaran Berbasis CTL”
Makalah Disampaikan pada Sarasehan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL) di
Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Surachmad,
Winarno. 1986. Pengantar Interaksi
Belajar Mengajar Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.
Suryabrata,
Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Perss.
Suryoto, Arif. 2003. SLTP 3, Pilot Project Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual,
(Online), (Jawa Tengah, Suara Merdeka: no. 0309/04. Kamis, 4 September 2003). http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/04/dar6.htm,
diakses 17 November 2005).
Susilo, H, 2001. Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa.
Makalah Disampaikan pada Seminar Pembelajaran dengan Filosofi Konstruktivisme,
Jombang.
Suyanto. 1996/1997 Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta:
Logos.
2003. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Undang-Undang
RI No.20 Tahun 2003. SISDIKNAS. Bandung: Citra Umbara.
Wiriaatmadja, Dr. Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
W.S. Wingkel. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta:
PT Grasindo.
Zuhairini,
dkk. 1983. Metodik Khusus
Pendidikan Agama. Surabaya:
Usaha Nasional.
2004. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Kerjasama Bumi Aksara dengan Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG.
1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kerjasama Bumi
Aksara dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG.
APLIKASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN
MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SDN KETAWANGGEDE 1 MALANG
SKRIPSI
Oleh:
Nama: Resna Yunanti
Nim : 01310096p/S-1
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG
MEI 2006
APLIKASI
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
BIDANG
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENINGKATKAN
MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR
SISWA SDN KETAWANGGEDE 1 MALANG
SKRIPSI
Diajukan
Kepada:
Dekan
Fakultas Tarbiyah UIN Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Dalam
Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pdi)
Oleh:
Resna Yunanti
Nim : 01310096p/S-1
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG
MEI 2006
APLIKASI
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
BIDANG
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENINGKATKAN
MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR
SISWA SDN
KETAWANGGEDE 1 MALANG
SKRIPSI
Oleh:
Resna Yunanti
Nim: 01310096p/S-1
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing
Imron Rossidy, M. Th, M. Ed
NIP. 150303046
Tanggal, 08 Mei 2006
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Drs. M. Padil. M. Ag
NIP. 150267235
APLIKASI
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA
BIDANG
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENINGKATKAN
MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR
SISWA SDN
KETAWANGGEDE 1 MALANG
SKRIPSI
Oleh
Resna Yunanti
NIM :
01310096p/S-1
Telah Dipertahankan
di Depan Dewan Penguji
dan Dinyatakan
Diterima sebagai Salah Satu Persyaratan
untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pdi)
Tanggal : 27 April 2006
DEWAN PENGUJI TANDA TANGAN
1. H. Imron Rossidy, M. Th, M. Ed
NIP. 150 303 046
|
(Ketua
Penguji/Pembimbing)
|
2. Drs. Suaib H. Muhammad, M. Ag
NIP. 150 227 506
|
(Penguji Utama)
|
3. Dra. Hj. Sulalah, M. Ag
NIP. 150 267 279
|
(Sekretaris)
|
Mengesahkan
Dekan
Fakultas Tarbiyah UIN Malang
Dr. H.M. Djunaidi Ghony
NIP. 150 042 031
MOTTO
n?tã(#qçRur$yès? 3wur ( uqø)G9$#urÎhÉ9ø9$#n?tã #qçRur$yès?ur…
ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$#
ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
…dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat
dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya
(Al-Maidah, Ayat 2).
(Al-Qur’an Depag, 1989: 157)
PERSEMBAHANKU
Dengan Segenap Jiwa dan Ketulusan Hati
Ku Persembahkan Buah Karya ini Kepada:
Allah Yang Maha Esa dan Maha Segalanya, Pencipta Alam
Raya dan Yang Menguasai Seluruh Makhluk Ciptaan-Nya
Ayah dan Ibundaku Tercinta (Fakhruddin &
Mariyani),
serta Seluruh
Keluargaku
yang Senantiasa Tiada Putus-putusnya untuk
Mengasihiku Setulus Hati,
yang Selalu Membantu Baik Moril, Material dan Spiritual
sehingga Aku Mampu Menatap dan Menyongsong Masa Depan
Semua Guru-guru dan Dosen-dosenku yang Memberikan
Secercah Cahaya
Berupa Ilmu Hingga Aku Dapat Mewujudkan Harapan,
Angan dan Cita-citaku untuk Masa Depan
Maret 2006
ABSTRAK
Yunanti, Resna. 2006. Aplikasi
Pembelajaran Kontekstual pada Bidang Studi Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Motivasi
dan Prestasi Belajar Siswa SDN Ketawanggede 1 Malang. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang. Pembimbing: Imron Rossidy,
M. Th, M. Ed
Kata Kunci: Pembelajaran Kontekstual, Learning
Community, PAI, Motivasi,
Prestasi.
Pendidikan Agama Islam di sekolah atau di madrasah,
dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasalahan. Seperti halnya
proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah saat ini masih sebatas
sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Mayoritas metode
pembelajaran agama Islam yang selama ini lebih ditekankan pada hafalan,
akibatnya siswa kurang memahami kegunaan dan manfaat dari apa yang telah
dipelajari dalam materi PAI yang menyebabkan tidak adanya motivasi siswa untuk
belajar materi PAI. Melihat kenyataan yang ada di lapangan, sebagian besar
teknik dan suasana pengajaran di sekolah-sekolah yang digunakan para guru kita
cenderung monoton dan membosankan. Sehingga menurunkan motivasi belajar siswa.
Kondisi ini pada gilirannya berdampak pada prestasi belajar. Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut
perlu diterapkan suatu cara alternatif mempelajari PAI yang kondusif dengan
suasana yang cenderung rekreatif sehingga memotivasi siswa untuk mengembangkan
potensi kreativitasnya. Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah dengan
penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community. Dengan penggunaan teknik ini diharapkan agar
materi pelajaran PAI dapat mudah dipahami dan dapat meningkatkan motivasi serta
prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI.
Berangkat dari permasalahan di atas maka secara umum permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu apakah aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede 1 Malang pada bidang studi PAI? Bagaimana aplikasi pembelajaran kontekstual dengan teknik Learning Community yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede 1 Malang pada bidang studi PAI?
Penelitian ini dilaksanakan di kota Malang, tepatnya di
SDN Ketawanggede 1 Malang.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research ) dengan jenis kolaboratif. Tahap penelitian ini mengikuti model
yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart, yaitu berupa suatu siklus spiral
yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan
refleksi. Teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: (1) observasi;
(2) pengukuran tes hasil belajar; dan (3) dokumentasi. Data yang diperoleh dari
tindakan kemudian dianalisis. Data yang
bersifat kualitatif yang terdiri dari hasil observasi dan dokumentasi
dianalisis secara kualitatif, sedangkan data yang dikumpulkan berupa angka atau
data kuantitatif, cukup dengan menggunakan
analisis deskriptif dan sajian visual.
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa aplikasi pembelajaran kontekstual
dengan teknik Learning Community dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa kelas IVa SDN Ketawanggede Malang pada bidang studi PAI.
Indikator peningkatan motivasi belajar siswa terlihat dari bertambahnya
semangat dan antusias siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, tidak
tampak adanya rasa malas dan letih dari roman muka siswa, mereka selalu
menampakkan rasa gembira dan senang selama mengikuti pelajaran, serta besarnya
rasa ingin tahu mereka yang
diaplikasikan dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan apabila ada materi yang
kurang dipahami oleh mereka. Dari data di lapangan menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan motivasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata pre-test sebesar
20 meningkat menjadi 24 atau sekitar 20% pada siklus I, pada siklus II lebih
meningkat menjadi 31 atau sekitar 55%, dan pada siklus III semakin meningkat
menjadi 45 atau sekitar 125%. Tingkat peningkatan antara siklus I dengan siklus
II sekitar 29%, antara siklus II dengan siklus III sekitar 45%, antara siklus
III dengan siklus I sekitar 87%. Dengan meningkatnya motivasi belajar siswa,
maka prestasi belajar merekapun juga meningkat, yang semula nilai rata-rata pre
test 6,60 meningkat menjadi 6,84 atau sekitar 4% pada siklus I, pada siklus II
lebih meningkat lagi menjadi 7,75 atau sekitar 17%, dan pada siklus III semakin
meningkat menjadi 8,80 atau sekitar 35%. Tingkat peningkatan antara siklus I
dengan siklus II sekitar 13%, antara siklus II dengan siklus III sekitar 15%,
antara siklus III dengan siklus I sekitar 30%.
Dari hasil
penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan
bagi beberapa pihak, antara lain bagi guru, pembelajaran kontekstual dengan
teknik Learning Community perlu
diterapkan pada bidang studi PAI, agar guru senantiasa melakukan upaya-upaya
perbaikan dalam tindakan pengajarannya guna meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar siswa, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan
pengaruh pendidikan kontekstual dengan teknik Learning Community terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa
desain eksperimen dengan menggunakan kelompok kontrol, sehingga dapat
menghasilkan penelitian yang lebih akurat, valid dan releable.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, tiada kata-kata yang
pantas dan patut penulis ucapkan selain ungkapan rasa syukur kehadirat-Mu Ya
Allah, dengan taufik, hidayah dan limpahan rahmat-Mulah serta ridha-Mu penulis
dapat menyelesaikan karya tulis dalam bentuk skripsi ini dengan judul “Aplikasi
Pembelajaran Kontekstual pada Bidang Studi PAI dalam Meningkatkan Motivasi dan
Prestasi Belajar Siswa di SDN Ketawanggede 1 Malang”.
Sholawat dan salam
senantiasa tetap tercurah dan terlimpahkan kepada tauladan seluruh umat
manusia, pemimpin umat Islam beliaulah Nabi Muhammad Saw beserta keluarganya
dan sahabat-sahabatnya, karena beliaulah sampai saat ini kita dapat menikmati
tentramnya iman dan indahnya Islam.
Penulis menyadari bahwa penulisan
skripsi tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari semua pihak, oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada:
- Bapak dan Ibuku (Fakhruddin & Mariyani) tercinta, yang telah mendidik, mengarahkan dan membesarkan ananda dengan limpahan kasih sayang.
- Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor UIN Malang
- Bapak Dr. H. M Djunaidi Ghony, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Tarbiyah
- Bapak Drs. M. Padil, M. Ag., selaku Kepala Jurusan (Kajur) Fakultas Tarbiyah beserta segenap dosen Fakultas Tarbiyah UIN Malang
- Bapak Imron Rossidy, M. Th, M. Ed, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan konstribusi tenaga dan fikiran, guna memberikan bimbingan dan petunjuk serta pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.
- Bapak Marwoto, S. Pd, selaku Kepala Sekolah SDN Ketawanggede 1 Malang, Kabupaten Malang, beserta guru-guru dan karyawan yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian di SDN Ketawanggede 1 Malang.
- Ibu Wahyu, selaku guru Pendidikan Agama Islam di SDN Ketawanggede 1 Malang, yang senantiasa membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dari awal sampai selesai di SDN Ketawanggede 1 Malang
- Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa pemikiran-pemikiran maupun motivasi kepada penulis untuk terselesaikannya penulisan skripsi ini.
Penulis hanya bisa berdo’a semoga amal baik Bapak/Ibu akan diberikan
balasan yang setimpal oleh Allah SWT.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin
namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan dan kekeliruan,
sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap adanya
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi perbaikan skripsi
ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya dan semoga Allah SWT melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua
sehingga dapat mengemban tugas untuk melaksanakan pendidikan.
Malang,
Maret 2006
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN
PERSETUJUAN............................................................................ ii
HALAMAN
PENGESAHAN............................................................................ iii
HALAMAN
MOTTO........................................................................................ iv
HALAMAN
PERSEMBAHAN......................................................................... v
DAFTAR
TABEL.............................................................................................. xi
DAFTAR
LAMPIRAN...................................................................................... xii
ABSTRAK......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................ 5
C.
Tujuan Penelitian................................................................................. 5
D.
Kegunaan Penelitian............................................................................. 6
E.
Penegasan Istilah.................................................................................. 6
F.
Ruang Lingkup Pembahasan................................................................ 8
G.
Sistematika Pembahasan...................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A.
Pembahasan tentang Pembelajaran Kontekstual................................. 12
1.
Pengertian Pembelajaran Kontekstual........................................... 13
2.
Latar Belakang Lahirnya Pembelajaran Kontekstual.................... 16
3.
Prinsip Penerapan .......................................................................... Pembelajaran
Kontekstual....................................................... 18
4.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual....................................... 21
5.
Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual.................... 26
6.
Keunggulan Pembelajaran Kontekstual......................................... 29
7.
Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran
Tradisional..................................................................................... 30
B.
Tinjauan tentang Teknik Pembelajaran............................................... 31
1.
Pengertian Teknik Pembelajaran................................................... 31
2.
Tujuan Teknik Pembelajaran......................................................... 32
C.
Teknik Learning Community............................................................... 35
1.
Pengertian Teknik Learning Community....................................... 35
2.
Kerangka Penerapan Teknik Learning Community....................... 37
D.
Tinjauan tentang Pendidikan Agama Islam......................................... 40
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam............................................. 40
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam.................................. 45
3. Materi Pendidikan Agama Islam................................................... 55
4.
Pentingnya Pendekatan Pembelajaran CTL bagi PAI................... 58
E. Tinjauan tentang
Motivasi Belajar...................................................... 60
1. Pengertian Motivasi....................................................................... 60
2. Jenis-jenis Motivasi....................................................................... 65
3.
Motivasi Belajar............................................................................. 70
4. Fungsi Motivasi............................................................................. 72
5. Tujuan Motivasi............................................................................. 73
6. Prinsip Motivasi............................................................................. 74
7. Cara
Menumbuhkan Motivasi....................................................... 76
F. Tinjauan tentang Prestasi Belajar Siswa............................................. 79
1. Pengertian Prestasi Belajar............................................................ 80
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa........... 84
3.
Cara Menentukan Prestasi Belajar................................................. 91
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Desain dan Jenis Penelitian................................................................. 94
B.
Kehadiran Peneliti di Lapangan........................................................... 108
C.
Lokasi Penelitian.................................................................................. 108
D.
Sumber Data dan Jenis Data................................................................ 109
E.
Instrumen Penelitian............................................................................ 110
F.
Teknik Pengumpulan Data................................................................... 110
G.
Analisa Data......................................................................................... 113
H.
Pengecekan Keabsahan Data................................................................ 115
I.
Tahapan Penelitian............................................................................... 116
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Latar
Belakang Obyek Penelitian.......................................................... 122
B. Paparan
Data Sebelum Penelitian......................................................... 125
C. Siklus
I................................................................................................... 127
D.
Siklus II................................................................................................ 143
E.
Siklus III............................................................................................... 158
F. Pembahasan........................................................................................... 170
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
........................................................................................... 179
B. Saran...................................................................................................... 181
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
TABEL I :
Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan
Tradisional........................................................................... 30
TABEL II :
Sarana yang ada di SDN Ketawanggede 1 Malang............. 123
TABEL III :
Data Jumlah Siswa Tahun 2005/2006................................. 124
TABEL IV :
Struktur Organisasi............................................................. 190
TABEL V :
Data Guru dan Karyawan Tahun 2005/2006...................... 192
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Gambar Foto Kegiatan di SDN Ketawanggede 1 Malang.......................... 188
2.
Struktur Organisasi SDN Ketawanggede 1 Malang.................................... 190
3.
Denah Lokasi SDN Ketawanggede 1Malang.............................................. 191
4.
Data Guru dan Karyawan di SDN Ketawanggede 1 Malang...................... 192
5.
Grafik Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa
SDN
Ketawanggede
1 Malang............................................................................. 193
6.
Instrumen Observasi.................................................................................... 194
7.
Instrumen Dokumentasi............................................................................... 195
8.
Data Observasi Motivasi............................................................................. 196
9.
Data Evaluasi............................................................................................... 200
10. Silabus.......................................................................................................... 204
11. Modul........................................................................................................... 207
12. Bukti
Konsultasi.......................................................................................... 208
13. Bimbingan
Skripsi....................................................................................... 209
14. Surat Penelitian............................................................................................ 210
15. Surat
Keterangan dari Kepala SDN Ketawanggede 1 Malang.................... 211
Tidak ada komentar:
Posting Komentar